Translate

Rabu, 29 Januari 2014

ZAKAT



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Dalam memahami zakat menurut ajaran islam dapat diketahui dari berbagai istilah, pengertian zakat menurut istilah fiqih adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah Swt untuk diserahkan kepada  golongan yang berhak menerimanya, yang dimaksud dengan definisi “tertentu” diatas yakni bahwa harta yang diwjibkan Allah Swt untuk dizakatkan itu sudah tertentu jenisnya, jumlahnya dan batas waktunya. Secara garis besar zakat dibagi menjadi dua yaitu zakat jiwa dan zakat harta, yang dimaksud zakat jiwa yaitu zakat fitrah merupakan zakat yang hukumnya wajib bagi pribadi muslim tanpa kecuali dan zakat harta yaitu zakat emas, perak, ternak, hasil tanaman, hasil perniagaan dan harta temuan.

B.     Tujuan Penulisan Makalah
1.      Memberikan pemahaman atau pengertian tentang pentingnya zakat.
2.      Memberikan pemahaman bagi orang muslim tentang cara berzakat dan hukum-hukumnya.









BAB II
RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian zakat ?
2.      Bagaimana tata cara berzakat yang diajarkan oleh Islam ?


















BAB III
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Zakat
Kata zakat adalah bentuk dasar (mashdar) dari kata “zaka” yang secara bahasa berarti berkah, tumbuh subur berkembang, suci, penyucian. Zakat dengan arti al-barakah mempunyai pengertian bahwa harta yang dizakatkan diharapkan akan membawa berkah terutama bagi dirinya sendiri. Zakat dengan arti al-nama’ mempunyai pengertian bahwa harta yang wajib dizakatkan adalah harta yang dimaksudkan untuk dikembangkan atau yang mempunyai potensi berkembang. Zakat dengan arti al-thaharah dimaksudkan agar harta yang telah dizakatkan, menjadikan sisa hartanya yang lain suci dari hak milik orang lain. Hal ini karena mungkin ada harta yang meragukan (syubhat) yang merupakan hak milik orang lain yang secara tidak sengaja masuk kedalam harta milik kita. Sedang zakat dengan arti al-tazkiyah dimaksudkan agar orang yang membayar zakat mendapatkan ketenangan batin karena telah tersucikan jiwanya dari sifat kekikiran dan hasil usaha yang mungkin terselip hak orang lain.
Adapun pengertian zakat menurut istilah fiqih adalah sejumlah harta tertentu yang diwjibkan Allah Swt untuk diserahkan kepada golongan yang berhak menerimanya. Yang dimaksud dengan definisi ‘tertentu’ diatas yakni bahwa harta yang diwajibkan Allah untuk dizkatkan itu sudah tertentu jenisnya, tertentu jumlahnya, dan tertentu batas waktunya.
Di dalam Al-Qur’an, ada beberapa terminologi yang biasa digunakan untuk menjelaskan kata zakat, yaitu:
1.    Shadaqah, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Tawbah/9: 103: yang artinya “Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka”. Arti shadaqah sebenarnya adalah pemberian yang bersifat sunat. Namun pada ayat di atas, kata tersebut digunakan untuk menjelaskan arti zakat yang bersifat wajib.
2.    Nafaqah atau infaq, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Tawbah/9: 34: yang artinya “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya (menzakatkannya) di jalan Allah maka kabarkanlah kepada mereka dengan siksa yang amat pedih.” Arti infaq sebenarnya sama dengan shadaqah yakni pemberian yang bersifat sunat. Namun kedua istilah tersebut kadang dipakai untuk menggantikan kata zakat yang bersifat wajib. Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa infaq yang bersifat wajib adalah zakat, sedangkan infaq yang bersifat sunat adalah shadaqah. Demikian pula shadaqah yang bersifat wajib adalah zakat, sedangkan shadaqah yang bersifat sunat adalah infaq.
3.    Haq (kewajiban/ kebenaran), sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-An’am/ 6: 141: yang artinya “Makanlah dari buahnya (tanaman itu) apabila ia berbuah, dan tunaikanlah haknya (zakatnya) pada hari panennya.”
4.    Afwu (maaf), sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-A’raf/ 7: 199: yang artinya “Ambilah zakatnya dan perintahkanlah kepada yang ma’ruf dan berpalinglah dari orang-orang jahil.”
Dari keterangan di atas sekaligus dapat diketahui bahwa hukum menunaikan zakat adalah wajib, sehingga hukuman bagi orang yang tidak menunaikan zakat adalah siksa yang amat pedih yang digambarkan dalam QS. Al-Tawbah/ 9: 35: “Pada hari dipanaskannya (emas dan perak yang seharusnya dizakatkan) di dalam api neraka lalu dituangkan ke dahi mereka (lalu dikatakan pada mereka), inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah dari apa yang kamu simpan.”
Dalam firman Allah Swt yang lain:
“Janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya mengira, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya pada hari kiamat.” (QS. Ali Imran/ 3: 180)
Ayat di atas secara jelas menyatakan bahwa orang yang enggan membayar zakat karena pertimbangan materi yang dimilikinya akan berkurang, bisa berakibat buruk bagi mereka, baik di dunia dan yang pasti di akhirat kelak.

B.     Filosofi Zakat
Dalam ajaran Islam, harta kekayaan dan segala sesuatu yang ada di alam ini adalah milik Allah Swt, sedang manusia hanya merekayasa bahan mentah yang telah disiapkan Allah. Karena ia milik Allah maka salah satu perintah-Nya adalah memberikan sebagian harta itu kepada yang membutuhkan. Allah Swt berfirman:
“Dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu.” (QS. Al-Nur/24:33)
Perintah untuk memberikan sebagian harta kepada golongan ekonomi lemah dimaksudkan agar tidak terjadi monopoli dan pemusatan kekuatan ekonomi pada kalangan orang kaya saja.
“Supaya harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu.” (QS. Al-Hasyr/59: 7)
Disamping itu keberhasilan orang menjadi kaya tidak mungkin tanpa ada dukungan dari orang lain khususnya para fakir miskin. Kata Nabi SAW:
“Kalian tidak akan mendapat kemenangan dan kecukupan, kecuali berkat orang-orang lemah di antara kalian.” (HSR. Al-Bukhari, al-Nasa’i dan Ahmad)
Dengan demikian sangat wajar jika Allah Swt sebagai pemilik segala sesuatu mewajibkan kepada setiap orang yang berkecukupan agar menyisihkan sebagian harta mereka kepada yang membutuhkan.
“Dan jika kamu beriman serta bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu (seluruhnya). Jika Dia meminta hartamu (sebagai zakat) lalu mendesak kamu (supaya memberikan semuanya) niscaya kamu akan kikir, dan (karenanya Dia hanya meminta sebagian, namun bila kamu tetap kikir maka) Dia akan menampakkan kedengkian antara kamu.” (QS. Muhammad/47:36-37)
Kata zakat di dalam Al-Qur’an disebutkan sampai 32 kali. Jumlah ini menurut sebagian ahli bisa bertambah menjadi 82 kali bila kata-kata lain yang semakna dengan kata zakat seperti: al-infaq, al-shadaqah, al-ma’un, tha’amul-miskin dan lain-lain juga dimasukkan dalam pengertian zakat. Namun yang jelas ada sekitar 26 kali kata zakat misalnya disebutkan dalam QS. Al-Baqarah/2: 110, Al-Tawbah/9:11, 71, Al-Muzzamil/73: 20, Al-Bayyinah/98: 5, dan lain-lain. Zakat dan shalat bahkan dijadikan oleh Allah sebagai lambang persaudaraan dalam naungan agama Islam:
“Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama.” (QS. Al-Tawbah/9: 11)
Pelaksanaan shalat melambangkan baiknya hubungan seseorang dengan Tuhannya, sedang penunaian zakat melambangkan harmonisnya hubungan dengan sesamanya. Jadi, antara shalat dan zakat merupakan satu kesatuan ajaran yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Itulah sebabnya setelah kewajiban shalat dalam Rukun Islam adalah kewajiban membayar zakat.

C.    Syarat-syarat Wajib Zakat
Zakat sebagai kewajiban, sesungguhnya sudah ditetapkan oleh Allah Swt sebelum hijrahnya Nabi Muhammad SAW. Hanya saja jenis dan ukuran harta yang wajib dizakatkan belum ditetapkan pada saat itu. Hal tersebut baru ditetapkan setelah peristiwa hijrah. Itupun penyalurannya terbatas pada fakir miskin saja, karena QS. Al-Tawbah ayat 60 tentang 8 golongan mustahiq (yang berhak menerima zakat) baru turun pada tahun ke 9 Hijriyah.
Para ahli fiqh menetapkan bahwa zakat diwajibkan kepada seseorang apabila telah memenuhi syarat-syarat wajib zakat, yaitu:
1.      Muslim. Seorang yang beragama Islam wajib membayar zakat, sebagai konskwensi dari persaksiannya (syahadat) kepada Allah Swt dan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai rasul-Nya. Bahkan zakat termasuk urutan ketiga dalam rukun islam setelah syahadar dan shalat. Adapun bagi non-Muslim tidaklah diwajibkan berzakat karena disamping status zakat sama dengan rukun Islam yang lain, juga karena memang tidak ada kewajiban itu dalam ajaran agama mereka. Meskipun demikian, jika mereka berada dalam wilayah pemerintahan Islam maka mereka harus membayar jizyah (upeti). (QS. Al-Tawbah/9: 29).
2.      Merdeka. Pada hakikatnya seorang hamba sahaya yang belum merdeka, tidaklah memiliki apa-apa. Mereka sepenuhnya adalah milik majikannya. Karena tidak memiliki apa-apa, maka tidak ada kewajiban bagi mereka membayar zakat.
3.      Harta itu mencapai nishab. Nishab adalah jumlah atau berat minimal yang harus dimiliki oleh harta tersebut untuk dikeluarkan zakatnya.
4.      Harta itu Sampai haul. Haul adalah masa satu tahun bagi emas, perak, ternak, dan harta perniagaan, untuk dikeluarkan zakatnya. Sedangkan pembayaran zakat untuk tanaman tidak menggunakan perhitungan satu tahun tetapi pada setiap kali panen. (QS. Al-An’am/6: 141).
5.      Harta itu adalah miliknya secara penuh/sempurna. Maksudnya secara penuh atau sempurna disini adalah harta tersebut bukanlah harta pinjaman (kredit) dan bukan pula harta hasil kejahatan. Harta pinjaman sesungguhnya bukanlah hak milik kita secara penuh, sedangkan harta hasil kejahatan juga bukanlah harta kita yang sesungguhnya, tetapi harta milik orang atau instansi lain yang dipaksakan masuk ke dalam milik kita.
Adanya syarat-syarat di atas, khususnya batasan nishab dan keharusan pemilikan secara sempurna, maka orang yang wajib membayar zakat adalah orang yang sudah benar-benar berkelebihan (kaya) dari segi materi. Sedangkan orang yang penghasilannya pas-pasan atau kelebihan harta tetapi tidak mencapai nishab, tidaklah termasuk deretan orang yang wajib zakat, bahkan mungkin bisa menjadi orang yang wajib dizakati. Nabi Muhammad SAW bersabda:
”Sesungguhnya Allah mewajibkan kepada mereka shadaqah (zakat) pada harta mereka yang diambilkan dari orang-orang kaya di antara mereka dan dikembalikan kepada orang-orang faqir di antara mereka.” (HSR. Jama’ah).
“Tidak ada shadaqah kecuali di atas punggung orang kaya.” (HSR. Al-Bukhari dan Ahmad)
Berdasarkan dalin-dalil di atas sehingga mayoritas ulama –seperti Imam Malik, Syafi’i, Ahmad, para sahabat: Umar, Ibn Umar, Ali, Aisyah, Jabir, Anas, dan lain-lain—berpendapat bahwa harta kekayaan anak-anak dan orang gila bila sudah memenuhi syarat wajib zakat, maka mereka tetap terkena kewajiban zakat. Apalagi ada hadis yang secara khusus menyinggung soal kekayaan anak-anak yatim supaya diperniagakan agar tidak habis dimakan oleh zakat.
Dengan demikian, pendapat yang menyatakan bahwa anak-anak dan orang gila tidak wajib zakat dengan alasan karena mereka belum baligh (dewasa) dan tidak aqil (berakal), meskipun bisa dipahami tetapi dalam kasus zakat kurang tepat karena dalilnya terlalu umum.

D.    Macam-macam Zakat
Secara garis besar zakat dibagi menjadi dua macam, yakni:
1.      Zakat jiwa
2.      Zakat harta
Yang dimaksud dengan zakat jiwa disini adalah zakat fitrah, yaitu zakat yang diwajibkan setiap pribadi muslim tanpa kecuali, yang dibayarkan sebelum pelaksanaan shalat Idul Fitri. Kewajiban zakat fitrah ini didasarkan pada hadis Nabi SAW riwayat Ibnu Umar ra. bahwa:
“Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah satu sha dari kurma atau satu sha’ dari gandum terhadap seorang hamba, merdeka, laki-laki, perempuan, anak kecil dan orang dewasa dari kalangan muslim. Dan beliau memerintahkan agar ditunaikan sebelum orang-orang keluar untuk shalat.” (Muttafaq alayh).
Jenis materi yang dikeluarkan pada zakat fitrah adalah makanan pokok yang biasa kita makan dengan ukuran satu sha’ (=2.176 Kg) atau biasa dibulatkan menjadi 2,5 Kg. Bisa dibayarkan dengan uang yang setara dengan harga makanan pokok yang biasa kita makan, tetapi ketika pembagiannya hendaknya dibelikan dengan makanan pokok sejenis, menyesuaikan dengan makanan pokok lain yang akan dibagikan kepada faqir miskin.
Sementara itu yang dimaksud dengan zakat harta di sini adalah zakat emas, perak, ternak, hasil tanaman, hasil perniagaan dan harta temuan.

E.     Harta yang wajib dizakatkan dan besar zakatnya
Berdasarkan kesepakatan para ahli fiqih bahwa semua harta yang digunakan untuk keperluan rumah tangga seperti perabot rumah tangga (piring, lemari, tempat tidur, dan semacamnya) yang tidak untuk dikembangkan tidak wajib dizakatkan. Sedangkan harta selain itu wajib dizakatkan selama memenuhi syarat wajib zakat.
Adapun harta yang wajib dizakatkan adalah sebagai berikut:
1.      Emas
Dasar diwajibkannya zakat emas terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Tawbah/9: 34-35 dan hadis Nabi Muhammad SAW yang berbunyi:
“Tidaklah ada seorangpun yang mempunyai emas dan perak yang tidak ia keluarkan zakatnya kecuali di hari kiamat nanti, hartanya itu dijadikan lempengan-lempengan dari api neraka. Setelah lempengan itu dipanaskan di dalam api jahannam, lalu dituangkan ke lambungnya, dahinya dan punggungnya. Setiap kali lempengan itu dingin, maka dipanaskan lagi sampai pada suatu hari yang lamanya 50 ribu tahun sehingga Allah menyelesaikan urusan di antara hamba-hambanya.” (HSR. Muslim, Abu Daud dan Ahmad)
Mengenai nishab emas, menurut jumhur (mayoritas) ulama adalah 20 dinar (uang emas). Sebagaimana keterangan dari Ali bin Abi Thalib r.a bahwa Nabi SAW bersabda:
“Dan tidak wajib atas kalian yang memiliki sesuatu yakni emas hingga kamu memiliki 20 dinar. Maka apabila kamu memiliki 20 dinar dan telah sampai haul maka zakatnya adalh setengah dinar.” (HR. Abu Daud, dari Ali bin Abi Thalib).
Berdasrkan hadis Nabi SAW di atas maka emas yang wajib dizakatkan adalah emas murno yang sudah mencapai nishab 20 dinar atau sama dengan 85 gram dan sudah mencapai haul (satu tahun). Penetapan nishab emas sebanyak 85 gram emas ini karena 1 dinar (atau 1 mitsqal = berat sekeping uang emas) sama dengan 4,25 gram. Jadi nishab emas adalah 20 dinar x 4,25 gram = 85 gram.
Adapun besar zakatnya adalah 2,5% atau 1/40 yang disimpulkan dari hadis diatas yakni setengah dinar dari jumlah harta 20 dinar.
2.      Perak.
Dasar diwajibkannya zakat perak sama dengan dasar diwajibkannya zakat emas, yakni QS Al-Tawbah/9: 34-35 dan HR. Muslim, Abu Daud dan Ahmad di atas. Sedangkan mengenai nishab perak adalah 200 dirham (uang perak) sebagaimana hadis Nabi SAW:
“Berikanlah seperempatpuluh dari setiap 40 dirham yakni 1 dirham, dan tidak ada kewajiban apapun bagi kalian sampai kalian memiliki 200 dirham. Maka bila telah mencapai 200 dirham, maka kewajiban zakatnya sebanyak 5 dirham. Jika lebih, maka harus dihitung sesuai dengan itu.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, Ahmad, Ad-Darimi dan Ad-Daraquthni, dari Ali)
Demikian pula hadis Nabi SAW:
“Tidak ada zakat pada perak yang kurang dari 5 awqiyah.” (HR. Jama’ah)
Berdasarkan hadis di atas maka dapat ditetapkan bahwa nishab perak murni adalah 200 dirham (= 5 awqiyah) atau sama dengan 595 gram. Angka 595 gram ini didapat dari hasil penelitian yang dianggap akurat bahwa berat 1 dirham = 2,975 gram, sehingga nishab perak adalah 200 dirham x 2,975 gram = 595 gram.
Jika seorang telah memiliki perak seberat 595 gram dan telah mencapai masa satu tahun maka ia wajib mengeluarkan zakat sebanyak 2,5%.
3.      Binatang ternak.
a.       Unta
Dasar zakat hewan adalah hadis panjang riwayat Anas bin Malik r.a yang menceritakan bahwa Abu Bakar pernah menulis tulisan (surat) ini kepadanya ketika berangkat ke Bahrain dan berpesan tentang zakat ternak. Untuk zakat unta:
“(Unta) setiap berjumlah 5 ekor (maka zakatnya) 1 ekor kambing. Apabila unta mencapai 25 sampai 35 ekor maka kewajiban zakatnya 1 anak unta betina (umur 1 tahun lebih). Bila mencapai 36 sampai 45 ekor maka kewajiban zakatnya 1 anak unta betina (umur 2 tahun lebih). Bila mencapai 46 sampai 60 ekor maka kewajiban zakatnya 1 anak unta betina (umur 3 tahun lebih). Bila mencapai61 sampai 75 ekor maka kewajiban zakatnya 1 anak unta betina (umur 4 tahun lebih). Apabila mencapai 91 sampai 120 ekor maka kewajiban zakatnya 2 anak unta betina (umur 3 tahun lebih). (HSR. Al-Bukhari)
b.      Kambing
Kelanjutan hadis dari Anas di atas:
“Dan kewajiban zakat kambing yang dilepas di padang rumput, apabila telah berjumlah 40 sampai 120 ekor, zakatnya kambing 1 ekor. Apabila lebih dari 120 sampai 200 ekor kambing, zakatnya kambing 2 ekor. Apabila lebih dari 200 sampai 300 ekor, maka setiap (penambahan) 100 ekor zakatnya kambing 1 ekor. Tidak ada kewajiban zakat atas kambing bila dalam jumlah kurang dari 40 ekor kecuali jika pemiliknya mau berbaik hati untuk memberikannya sebagai shadaqah sunat.” (HSR. Al-Bukhari)
c.       Sapi atau Kerbau
“Dari Mu’adz bin Jabal berkata: Nabi saw mengutusku ke yaman lalu ia memerintahkan aku untuk mengambil zakatnya pada setiap 30 sapi zakatnya sapi 1 ekor berumur 1 tahun dan setiap jumlah 40 ekor sapi zakatnya seekor sapi umur 2 tahun. (HR. Imam yang lima)
4.      Hasil Tanaman
Zakat tanaman didasarkan pada firman Allah SWT dan sabda Rasulullah saw. Allah Swt berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (QS Al-Baqarah/2: 267)
“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-An’am/6: 141)
“Dan pada tanaman yang diairi dengan air sungai atau diairi dengan hujan, zakatnya adalah sepersepuluh (10%), sedangkan yang diairi dengan peralatan (dan dengan pengairan) maka zakat padanya adalah setengan dari sepersepuluh (=5%).” (HR Abu Dawud dari Ali. Hadis ini juga diriwayatkan oleh para imam hadis seperti al-Bukhari, Muslim, dll dari para sahabat Ibn Umar, Anas, dan Jabir ra)
Jika tanah yang kita miliki atau kita sewa menghasilkan tanaman yang bernilai ekonomis, maka nishab zakat tanaman adalah lima wasaq (HR Jama’ah dari Abu Said al-Khudri) yang dikeluarkan pada setiap kali panen (QS.6:141). Bila dihitung dalam Kg maka 5 wasaq adalah 300 sha’ x 2,176 Kg = 652,8 Kg atau biasa dibulatkan menjadi 653 Kg.
5.      Hasil Perniagaan
Dasar zakat perniagaan adalah firman Allah Swt:
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (zakatkanlah di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik.” (QS. Al-Baqarah/2:267)
Di samping dalil di atas, sebagian ulama ada yang mendasarkannya pada hadis ahad  riwayat Abu Daud, dari Samurah bin Jundub berkata: “Kami diperintahkan oleh Rasulullah SAW mengeluarkan zakat dari harta yang kami sediakan untuk berdagang.” Namun tiga periwayat hadis ini daif sehingga tidak bisa dijadikan dalil syar’i. Jadi cukup ayat di atas yang menjadi dalil diwajibkannya zakat perniagaan.
Adapun nashab zakat perniagaan sama dengan nishab zakat emas yakni 85 gram emas murni yang sudah mencapai haul (1 tahun). Jika sudah mencapai nishab dan haul maka zakatnya adalah 2,5 %.
6.      Barang tambang (ma’din) dan harta temuan (rikaz).
Yang dimaksud dengan barang tambang di sini adalah kekayaan alam yang bersumber dari bumi, seperti: emas, perak, intan, permata, tembaga, minyak bumi, gas alam, dan lain-lain. Sedang harta temuan atau rikaz adalah harta yang baru ditemukan, baik itu akibat perbuatan manusia, seperti harta karun, ataupun yang memang bersumber dari bumi, seperti emas, perak, minyak dan semacamnya.
“Ajma’ adalah jubar (harta yang tidak ada sesuatupun di dalamnya), sumur adalah jubar, barang tambang adalah jubar, dan pada rikaz ada kewajiban seperlima (20%).” (HR. Jama’ah, dari Abu Hurayrah)
Meskipun sebagian ulama ada yang menyatakan zakat rikaz barang tambang adalah 2,5%, namun berdasarkan dzahir hadis di atas, maka besar zakat rikaz adalah 1/5 atau 20% yang dikeluarkan saat ditemukan tanpa memperhitungkan batasan nishab dan haul. Yang jelas harta temuan seperti barang tambang yang membutuhkan kerja keras dan profesional, maka zakatnya sama dengan zakat emas atau zakat profesi. Sedangkan harta temuan (bukan barang temuan di jalan atau di pemukiman karena harus diumumkan selama setahun) yang ditemukan tanpa sengaja (bukan pemburu harta karun), zakatnya 20%. Rezeki nomplok semacam undian berhadiah yang bukan judi, dikiaskan pada harta rikaz.




Tabel Zakat Harta
No
Jenis Harta Benda
Nishabnya
Haulnya
Hasil
1.
Emas (murni)
85 gram
setahun
2,5 %
2.
Perak (murni)
595 gram
setahun
2,5 %
3
Hasil Pertanian/ Perkebunan ( beras, gandum, kurma, dan anggur )
653 kg
Waktu Panen
5% dg Teknologi
10% non-teknologi
4.
Barang Perdagangan
85 gram emas
Setahun
2,5 %
5.
Hasil Tambang
-


85 gram emas
-


Setahun
20% (Hanafi & Maliki)
2,5% (Syafii & Hnbl)
6.
Barang temuan
Tanpa Nishab
Waktu ditemukan
20%
7.
Binatang Ternak




a.       Unta
5 ekor
Setahun
1 ekor kambing biasa umur 1 th (selanjutnya tinggal dikalikan)


25-35 ekor
Setahun
1 ekor unta umur 1 th






36-45 ekor
Setahun
1 ekor unta umur 2 th (selanjutnya tinggal dikalikan)





46-60 ekor
Setahun
1 ekor unta betina umur 3 th lebih


61-75 ekor
Setahun
1 ekor unta betina umur 4th lebih


76-90 ekor
Setahun
2 ekor unta umur 2th


91-120 ekor
Setahun
2 ekor unta umur 3 th

b.      Sapi/ Kerbau
30-39 ekor
Setahun
1 sapi/ kerbau umur 1 th


40-59 ekor
Setahun
1 sapi/ kerbau umur 2 th


60-69 ekor
Setahun
2 sapi/ kerbau umur 1 th






c.       Kambing




40-120 ekor
Setahun
1 kambing betina umur 1 th atau jika jantan umur 2th


121-200 ekor
Setahun
2 kambing betina umur 1 th atau jika jantan umur 2th
 

F.     Harta yang diperselisihkan kewajiban zakatnya
Ada dua hal yang sering diperselisihkan para ulama mengenai harta zakat, yakni:
1.         Zakat tanah yang disewakan. Pertanyaan sekitar permasalahan ini biasanya berkisar tentang siapa yang wajib membayar zakat, apakah pihak penyewa atau pihak yang menyewakan. Untuk menjawab hal itu harus dirujukkan kembali kepada syarat-syarat harta yang wajib dizakatkan. Jika memang harta yang didapatkan dari hasil menyewakan tanah mencapai nishab dan haul maka wajib zakat ada pihak yang menyewakan, demikian pula sebaliknya. Jadi, selama tidak memenuhi syarat wajib zakat maka tidak ada kewajiban zakat baginya.
2.      Zakat investasi gedung, pabrik dan modal dasar lainnya. Meskipun ada yang mengatakan bahwa ada kewajiban zakat bagi investasi gedung, pabrik dan semacamnya, namun penulis berpendapat bahwa tidak ada dalil yang bisa dijadikan dasar pegangan mengenai kewajiban tersebut. Hal ini karena kewajiban itu hanya dikenakan kepada personal yang dalam kasus ini dikenakan kepada para pegawai ataupun direktur yang bekerja di instansi tersebut selama perolehan gaji mereka secara keseluruhan telah mencapai syarat wajib zakat.

G.    Zakat Penghasilan (Profesi)
Dasar untuk zakat penghasilan atau sebagian menyebutnya sebagai zakat profesi adalah QS Al-Baqarah/2:267
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu.”
Zakat ini dikiaskan pada zakat perniagaan, oleh karena adanya kesamaan pada sisi jual belinya, yakni yang satu memperdagangkan barang sedang yang lain memperdagangkan jasa. Dengan demikian, besar zakat yang harus dikeluarkan adalah 2,5% yang diambil dari kelebihan (sisa) harta setelah dikurangi pengeluaran pokok selama 1 tahun.
Pengambilan harta zakat dari kelebihan harta selama setahun ini didasaekan pada firman Allah dalam QS. Al Baqarah/2:219
“Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: yang lebih dari keperlua. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.”
Mengenai teknis pembayarannya, bisa saja disegerakan pada setiap bulan gajian, khususnya jika memang bisa diperkirakan bahwa sissa harta yang dimiliki sudah memenuhi syarat-syarat wajib zakat.
Meskipun demikian, ada juga di antara ulama yang berpendapat bahwa zakat profesi dikiaskan pada zakat tanaman dengan dua alasan. Alasan pertama, karena didasarkan pada ayat di atas juga yang menyebutkan sekaligus tentang zakat hasil usaha dengan zakat tanaman, dan kedua karena menerima gaji setiap gajian sama dengan menerima hasil panen yang diwajibkan pembayarannya peda setiap kali panen.

H.    Golongan yang berhak menerima zakat  
Ada delapan golongan (ashnaf) yang berhak menerima harta zakat. Hal ini didasarkan pada firman Allah Swt dalam QS. Al-Tawbah/9:60:
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, amil-amil zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Berdasarkan ayat di atas maka 8 golongan yang berhak menerima zakat (mustahiq) adalah sebagai berikut:
1.      Faqir adalah orang yang melarat hidupnya karena ketiadaan sarana (harta) dan prasarana (tenaga) untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
2.      Miskin adalah orang yang serba kekurangan, tidak pernah tercukupi kebutuhan hidupnya, meskipun mungkin sudah berusaha secara maksimal.
3.      Amil adalah pengurus atau pengelola zakat yang mengumpulkan dan mendistribusikan harta zakat kepada para mustahiq.
4.      Mu’allaf adalah orang yang terbujuk hatinya masuk Islam atau orang yang punya potensi memeluk agama Islam.
5.      Riqab adalah budak atau tawanan peran dalam rangka membebaskan mereka dari perbudakan atau penawanan.
6.      Gharim adalah orang yang terlilit hutang dan dia tidak bisa melunasi hutangnya kecuali dengan bantuan orang lain. Hutang itu muncul karena usaha atau kegiatan halal yang kemudian karena salah perhitungan dia kemudian jadi bangkrut dan menjadi banyak hutang. Tidak ada zakat bagi orang yang terlilit hutang akibat kegiatan maksiat, berjudi dan semacamnya.
7.      Sabilillah adalah jihad dan dakwah Islam, baik secara individu (perorangan) maupun secara kolektif (dalam bentuk lembaga atau organisasi dakwah)
8.      Ibn Sabil adalah musafir yang kehabisan bekal untuk melanjutkan perjalanannya.

I.       Pengelolaan Zakat
Sebenarnya didalam Al-Qur’an tidak ada penjelasan yang tegas tentang siapa atau lembaga mana yang berhak mengelola zakat. Al-Qur’an hanya menetapkan bahwa Amil (pengelola zakat) berhak menerima harta zakat (Qs. Al-Tawbah: 60) dan adanya perintah kepada Nabi SAW untuk mengambil zakat sebagian dari harta orang kaya (Qs. Al-Tawbah:103).
Mengingat Nabi Muhammad SAW juga sebagai kepala negara dan abu bakar ketika menjadi khalifah untuk pertama kalinya pernah memerangi orang/ kelompok penentang syari’at zakat, maka pengelolaan zakat sudah seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah, meskipun tidak harus mengelolanya sendirian. Tradisi yang dicontohkan oleh Nabi SAW serta dilanjutkan oleh para al-Khulafa’ ar-Rasyidun, sampai sekarang di negara-negara yang menerapkan hukum Islam, pengelolaan zakat di bawah tanggung jawab pemerintah atau khalifah.

J.      Zakat dan Pajak
Masalah yang sering muncul ketika membicarakan antara zakat dan pajak yaitu apakah warga negara yang beragama Islam pada negara yang tidak memisahkan antara pajak dan zakat terkena kewajiban rangkap yakni disamping membayar zakat juga membayar pajak.
Yang jelas pada masa Nabi Muhammad SAW dan al-Khulafa’ ar-Rasyidun hanya ada satu kewajiban bagi muslim yang berkenaan dengan harta yaitu zakat (Qs. 2: 110), sementara Non-muslim dikenakan jizyah (upeti) semacam pajak (Qs. 9: 29). Pada saat itu tidak ada penduduk yang terkena kewajiban rangkap (double dutics) berupa zakat dan pajak.
Meskipun ada persamaannya, namun sisi perbedaan antara zakat dan pajak ternyata lebih banyak, antara lain yaitu:
a.       Zakat adalah kewajiban terhadap agama yang ditetapkan berdasarkan Al-Qur’an, sedangkan pajak adalah kewajiban terhadap negara yang ditetapkan oleh pemerintah.
b.      Karena zakat merupakan kewajiban tehadap agama maka konskwensinya bila ditinggalkan akan mendapatkan dosa yang sanksinya dari Allah (akhirat), sedangkan pajak bila diabaikan, sanksinya adalah sanksi dunia (penjara) dari pemerintah.
c.       Zakat hanya bagi umat Islam yang berkecukupan, sedang pajak untuk semua, baik muslim maupun non-muslim.
d.      Obyek sasaran zakat seperti diatur dalam Al-Qur’an terbatas pada delapan golongan, sedangkan pada pajak ditunjukkan pada seluruh rakyat berupa pembangunan sarana dan prasarana umum, dan lain-lain.
Salah satu jalan keluar agar tidak terjadi rangkap kewajiban seperti di atas, yaitu umat Islam diharuskan memperhitungkan zakat tersebut dalam harta yang terkena pajak. Hal ini karena ada dalil dari Nabi SAW yang menyatakan “maka hutang (kewajiban) kepada Allah lebih berhak untuk ditunaikan (lebih dahulu)”. Tetapi jika belum ada jalan keluar seperti itu dari pemerintah maka pajak harus dimasukkan dalam daftar harta yang tidak wajib zakat seperti hutang dan pengeluaran pokok lainnya.

K.    Hikmah Zakat
a.       Mengikis dan melepaskan sifat kekikiran dan ketergantungan terhadap aspek materi yang sering membelenggu jiwa seseorang. Fitrah manusia sejak diciptakan pleh Alloh dari aspek materi dan immateri, raga dan jiwayang harus dijaga kebersihandan keseimbangannya. Islam mengajarkan zakat, infa dan shadaqah sesungguhnya ingin menjagakesucian fitrah diri manusia dan  hartanya sekaligus ( QS.9:103 ). Hidup itu tidak selamanya linear / lrus, kadang manusia berada diatas namun kadang dibawah, kadang mendapatkan namun kadang harus melepaskan. Bagi yang bersyukur maka dia pasti wujudkankesyukurannya antara lain melalui zakat, infaq dan shadaqah. Dan bagi yang sudah biasa berzakat dan berinfaq, dia tidak akan merasa kehilangandan tidak akan kecewa / stress mana kala sutau saat Alloh meminta miliknya.
b.       Menciptakan ketenangan dan ketemtraman baik pada muzakki-nya maupun pada mustahiq-nya ketentraman jiwa dan kebahagiaanbagi manusia ternyata datang bukan hanya ketika mendapatkan sesuatu dari orang lain, tetapi bisa saat memberikan dan membantu meringankan beban dan kesulitan orang lain. Ketenangan dan ketentraman ini muncul karana hubungan antara muzakki dari kalangan yang berkecukupan dengan mustahiq dari kalangan dlu’afa’ dibidang ekonomi ( fakir / miskin )menjadi harmonis layaknya hubungan sauada yang saling membantu, saling menjaga dan melindungi satu sama lain.
c.       Mengembangkan  segala hal yang baik, tidak hanya secara ekonomi individual ( QS . 30: 29 ), tetapimjua secara spiritual ( QS . 2: 276 ) dan secara sosial.
d.      Membebaskan diri muzakki dari pedihnya dan panasnya siksa api neraka.















BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Zakat merupakan kewajiban bagi setiap muslim untuk membersihkan diri dan harta mereka dari hak-hak orang lain yang mungkin terselip dalam hartanya sehingga zakat harus dilakukan dan dikelola sesuai dengan ajaran dalam Al-Qur’an.

























DAFTAR PUSTAKA

Syakir Jamaluddin. Kuliah Fiqih Ibadah. Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI UMY)









1 komentar:

  1. The Best Merit Casino Sites in Canada | ShotECASINO
    Discover 메리트카지노 a wealth of trusted Merit Casino sites 10bet that work in your country. We cover the latest slots, table games, and live dealer 온라인카지노 games,

    BalasHapus