BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perlunya pemahaman terhadap peserta didik sangat
penting dalam bimbingan
dan konseling objek yang “digarapnya” atau dibantunya adalah klien atau para
peserta didik yang merupakan individu. Sebelum konselor memberikan layanan atau
bantuan bimbingan dan konseling terlebih dahulu melakukan pemahaman individu.
Pemahaman tentang potensi, kemampuan, karakteristik, kebutuhan dan
masalah-masalah yang dihadapinya. Jenis, layanan dan teknik bimbingan yang
diberikan harus disesuaikan dengan hasil-hasil pemahaman tersebut. Untuk itu
kami sebagai penulis sangat tertarik untuk membuat makalah ini agar tidak
terjadi kesalahan dalam pemahaman terhadap masalah-masalah yang dihadapi oleh
peserta didik.
B. Tujuan
Penulisan Makalah
1. Sebagai bahan referensi tentang pemahaman individu.
2. Untuk mengetahui tentang prinsip-prinsip pengumpulan
dan penyimpanan data.
3. mengetahui tentang macam-macam data.
4. Supaya kita tau tentang bagaimana cara teknik
pengumpulan data.
BAB
II
RUMUSAN
MASALAH
Sejauh mana pemahaman
seorang mahasiswa calon guru tentang dasar-dasar pemahaman peaserta didik?
BAB
III
PEMBAHASAN
MASALAH
A. Pemahaman
Individu
Pemahaman objek yang akan dikerjakan atau digarap
dituntut dilakukan hampir pada semua jenis pekerjaan. Seorang dokter sebelum
memberikan obat terlebih dahulu melakukan anamnesaatau pemeriksaan laboratorium
untuk memastikan penyakit yang diderita pasienya. Hakim sebelum menjatuhkan
vonis, terlebih dahulu meminta bukti-bukti, penjelasan dan argumentasi dari
jaksa dan kepolisian, dari terdakwa dari para saksi yang memperkuat atau
menyangkal dugaan. Seorang komandan sebelum melakukan penyerangan , terlebih
dahulu mencari informasi untuk mengetahui lokasi, kekuatan musuh dan medan yang
akan ditempuh. Demikian juga petani melihat dulu keadaan sawah atau lading yang
akan dicangkul, tukang kayu atau tukang cat terlebih dulu melihat, mempelajari
bahan yang akan dikerjakan atau dicat. Mencangkul tanah gembur berbeda dengan
tanah yang keras atau tanah berbatu-batu, membuat meubiler dari kayu jati
berbeda dengan kayu kamper, batang kepala ataupun albasiyah, demikian juga
mengecat bahan dari kayu berbeda dengan dari kayu berbeda dengan kayu besi dan
plastic. Alat, bahan, cara yang digunakan sesuai dengan sifat, kondisi, dan
karakteristik dan objek, benda atau barang yang akan dikerjakanya.
Dalam bimbingan dan konseling objek yang “digarapnya”
atau dibantunya adalah klien atau para peserta didik yang merupakan individu.
Sebelum konselor memberikan layanan atau bantuan bimbingan dan konseling
terlebih dahulu melakukan pemahaman individu. Pemahaman tentang potensi,
kemampuan, karakteristik, kebutuhan dan masalah-masalah yang dihadapinya.
Jenis, layanan dan teknik bimbingan yang diberikan harus disesuaikan dengan
hasil-hasil pemahaman tersebut.
Sebelum menjelaskan aspek-aspek yang dipahami dan
cara-cara pemahamanya secara lebih rinci, terlebih dahulu akan dikemukakan
kedudukan dari pemahaman individu dalam bimbingan dan konseling.
Fungsi Bimbingan
Seperti telah dikemukakan pada bab terdahulu, bahwa
bimbingan dan konseling memiliki empat fungsi utama yaitu:
1)
Pemahaman
individu
2)
Pencegahan
dan pengembangan
3)
Penyesuaian
diri
4)
Pemecahan
masalah
Keempat
fungsi tersebut terkait satu sama lain, dan fungsi pemahaman individu mendasari
fungsi-fungsi yang lainya.
Untuk dapatt melakukan pencegahan
terhadap perilaku, kegiatan, penyaluran atau pengembangan kearah yang negatif
atau menyimpang perlu pemahaman terhadap potensi, kekuatan, kelemahan dan
kecenderungan-kecenderungan yang dimiliki . demikian juga untuk pengembangan
dan penyaluran (fungsi kedua), perlu pemahaman terhadap kekuatan dan kelemahan
yang ada di dalam diri individu dan yang ada dilingkunganya. Agar potensi dan
kekuatan-kekuatan yang ada pada diri individu, tersalurkan secara tepat dan
berkembang optimal, perlu pemahaman tentang lembaga-lembaga, kegiatan, program,
subjek, objek, subjek, alat dan hal-hal lain yang ada di lingkunganya yang
dapat dijadikan sebagai sumber dan sarana pengembangan dan penyaluran.
Pemahaman
individu juga mendasari pemberian bantuan penyesuaian diri dan pemecahan
masalah, bantuan penyesuaian diri dan pemecahan masalah. Bantuan penyesuaian
diri merupakan upaya untuk mencari
keselarasan atau harmoni antar aspek-aspek yang ada di dalam diri individu, dan
antara aspek dalam individu dengan di luar individu, dengan lingkunganya, baik
lingkungan social, budaya, keagamaan, dll. Agar tercipta keselarasan perlu
diketahui terlebih dahulu kondisi atau keadaan dari setiap aspek yang akan
diselaraskan, baik aspek-aspek dalam diri individu maupun di luar individu.
Untuk itu diperlukan berbagai upaya pemahaman, pemahaman diri dan luar dari
individu.
Pemecahan
masalah sangat terkait erat dengan proses pengembangan, penyaluran dan
penyesuaian diri. Penyesuaian diri dilakukan dalam rangka pengembangan dan
penyaluran potensi-potensi dan kekuatan yang dimiliki secara optimal. Apabila
pengembangan dan penyaluran potensi dan kekuatan ini tidak optimal, terganggu
atau terhambat maka munculah masalah. Pengembangan dan penyaluran berisi
rangkaian proses atau kegiatan penyesuaian diri. Apabila ada hambatan atau
gangguan,maka proses penyesuaian diri pun terganggu, terjadi kegagalan atau
kesalahan penyesuaian diri, maka munculah masalah. Agar pemecahan masalah dapat
dilakukan secara tepat dan akurat, maka diperlukan upaya pemahaman, pemahaman
macam-macam bentuk masalah yang dihadapi dengan berbagai faktor yang melatar belakanginya.
Langkah Bimbingan Dan Konseling
Pemberian
layanan bimbingan dan konseling, khususnya bimbingan yang bersifat kuratif atau
korektif, menggunakan langkah-langkah layanan yang biasa digunakan dalam bidang
kedokteran. Seorang dokter dalam memberikan layanan kesehatan secara umum
menempuh tiga langkah atau kegiatan yaitu, diagnosis, prognosis, treatmen atau
terapi.
1)
Diagnosis,
merupakan langkah untuk mengetahui inti masalah atau kesulitan yang dihadapi
oleh klien dengan berbagai faktor yang melatarbelakanginya. Bimbingan dan
konseling yang bersifat kuratif atau menyembuhkan berfungsi membantu klien
mengatasi kesulitan atau memecahkan masalah yang dihadapinya. Sebelum konselor
dapat memberikan bantuan pemecahan masalah, ia harus melakukan diagnosis.
Diagnosis berisi kegiatan menganalisis masalah, menghubungkan satu gejala
kesulitan dengan kesulitan lainya, antara kesulitan dengan hal-hal yang
melatarbelakanginya. Dari analisis dan sintetis tersebut dapat disimpulkan apa
ikutanya. Penyimpulan inti masalah dengan hal-hal yang terkait didalamnya
didasarkan atas data yang diperoleh melalui berbagai pengumpulan data. Langkah
diagnosis sebenarnya merupakan pemahaman individu, yaitu pemahaman masalah
dengan berbagai factor yang melatarbelakanginya. Pemahaman individu lebih
lengkap dari diagnosis, sebab data yang dihimpun dan dipahami mencakup semua
aspek kepribadian, individu, potensi, kekuatan, kelemahan, termasuk di
dalamnya, kesulitan, masalah dan hambatan yang dihadapi. Berdasarkan hasil
diagnosis, maka konselor dapat melakukan prognosis dan treatmen.
2)
Prognosis,
merupakan langkah menentukan/memperkirakan jenis bantuan yang dapat diberikan
didasarkan atas jenis dan tingkat kesulitan atau masalah yang dihadapi.
3)
Treatmen,
merupakan langkah pelaksanaan pemberian bantuan. Treatmen atau perlakuan ini
ada yang bersifat “mengobati atau menyembuhkan” dan ada pula yang tidak
mengobati atau menyembuhkan. Bantuan yang bersifat menyembuhkan disebut terapi
karena menggunakan teknik-teknik bantuan yang bersifat terapeutik, sedang yang
lainya bukan terapi karena lebih diarahkan pada pemberian informasi
(informatif). Membantu memperbaiki penyesuaian diri (adjustif), atau membantu
mengembangkan potensi dan kekuatan yang dimiliki (developmental) sebelum
melakukan prognosis dan treatmen konselor harus melakukan diagnosis terlebih
dahulu.
Layanan Bimbingan dan Konseling
Telah
diuraikan dalam bab sebelumnya, bahwa ada berbagai bentuk layanan bimbingandan
konseling yang dapat memberikan para konselor pendidikan di sekolah. Secara
umum, layanan-layanan tersebut mencakup 1) pengumpulan data 2) pemberian
informasi 3) penempatan 4) konseling 5) evaluasi dan tindak lanjut.
Layanan
pengumpulan data merupakan layanan pertama, sebaba untuk memberikan
layanan-layanan lainya seringkali diperlukan data lebih dahulu. Kalau
dihubungkan dengan langkah-langkah bimbingan dan konseling, pengumpulan data
merupakan langkah diagnosis , perkiraan dan pemilihan jenis dan cara memberikan informasi, bantuan penempatan,
konseling dan evaluasi serta tindak lanjut yang akan diberikan termasuk langkah
prognosis, sedang pelaksanaan pemberian informasi, penempatan, dll., termasuk
treatmen. Layanan pengumpulan data dan langkah diagnosis yang merupakan
pelaksanaan dari fungsi pemahaman individu, kegiatan mempunyai keterkaitan yang
sangat erat. Fungsi pemahaman individu, ketiganya mempunyai keterkaitan yang
sangat erat fungsi pemahaman individu (memahami semua potensi, kekuatan,
karakteristik individu, kebutuhan dan tantangan perkembanganya), sebagai
langkah pertama untuk mendiagnosis (kekuatan, kelemahan, kebutuhan, tantangan
dan masalah yang di hadapai),
dilaksanakan melalui pengumpulan data (semua data tentang potensi,
kekuatan, kebutuhan, tantangan, dan masalah).
Pengumpulan
data merupakan kegiatan untuk menghimpun semua jenis data tentang klien (siswa)
, yang diperlukan bagi pemberian bantuan bimbingan dan konseling. Data yang
dikumpulkan dapat diperoleh melalui teknik pengumpulan data yang bersifat
menghimpun (wawancara, pengamatan, angket dll) maupun yang bersifat mengukur
(tes, skala, dll).
B. Prinsip
–prinsip Pengumpulan dan Penyimpanan Data
Dalam program bimbingan dan konseling , data mempunyai
fungsi yang sangat penting, banyak layanan dan bantuan bimbingan dan konseling
yang diberikan harus didasarkan atas data yang tepat. Tim atau seksi bimbingan
dan konseling di sekolah harus memiliki program pengumpulan dan penyimpanan
data yang lengkap, relevan, akurat, efisien, dan efektif.
Kelengkapan Data
Kelancaran dan keberhasilan pemberian layanan
bimbingan dan konseling sangat didukung oleh tersedianya data yang lengkap,
yang dapat mendukung semua kebutuhan pemberian layanan bimbingan dan konseling.
Layanan bimbingan dan konseling mencakup : layanan yang bersifat
pengembangan atau kreatif, layanan
informative, adjustif atau terapeutik, layanan pemberi informasi, penempatan,
konseling atau evaluasi dan tindak lanjut, layanan klasikal, kelompok atau
individual, layanan yang diberikan oleh konselor professional(konselor
pendidikan) atau guru pembimbing, dll.
Agar dapat mendukung macam-macam pemberian layanan
bimbingan dan konseling tersebut, data yang dikumpulkan hendaknya mencakup data
: potensi kekuatan atau kecakapan keterampilan yang dimiliki, aspek
intelektuan, social, emosional, fisik, dan motorik,kebutuhan tantangan, ancaman
dan masalah yang dihadapi, karakteristik permanen ataupun temporere, data
pribadi, keluarga dan masyarakat sekitar, data tentang kondisi saat ini, masa
lalu dan rencana masa yang akan dating, dll.
Relevansi Data
Meskipun untuk pelaksanaan layanan bimbingan dan
koseling dibutuhkan data yang lengkap, tetapi tidak sembarang data dikumpulkan
dan disimpan. Data yang dihimpun hendaknya yang sesuai atau relevan dengan
kebutuhan layanan bimbingan dan
konseling, mengingat begitu banyaknya jenis layanan bimbingan dan konseling
yang dapat diberikan, maka data tersebut bukan saja harus lengkap tetapi juga
harus dianalisis, dipadukan, dikelompokan sesuai dengan karakteristik dan
tuntutan masing-masing jenis layanan. Untuk layanan bimbingan kuratif
dibutuhkan data masalah dengan berbagai latar belakangnya sedang untuk layanan
bimbingan dan pengembangan dibutuhkan data potensi, kekuatan, kebutuhan,
tantangan, dll. untuk layanan yang bersifat individual perlu tersedia data
individual, demikian juga dengan layanan kelompok dan klasikal, dibutuhkan data
hasil analisis yang bersifat kelompok dan klasikal.
Keakuratan Data
Keakuratan data
berhubungan dengan prosedur dan teknik pengumpulan data. Minimal ada empat hal
berkenaan dengan pengumpulan data ini, pertama validitas data, apakah data itu
tepat menggambarkan aspek yang dikumpulkan, kedua validitas instrument, apakah
teknik dan instrument, apakah teknik dan instrument yang digunakan tepat,
ketiga apakah proses pengumpulan datanya benar, dan keempat apakah analisis
datanya tepat.
Validitas
atau ketepatan data, menunjukan bahwa data tersebut benar-benar
menggambarkan aspek atau segi yang
dikumpulkan. Data tentang kepribadian umpamanya benar-benar menguraikan tentang
gambaran pribadi seseorang, bukan gambaran tentang hal-hal lain, demikian juga
tentang kecerdasan, sikap, kebiasaan, dll. Ketepatan data yang dikumpulkan
terkait erat dengan konsep atau definisi tentang aspek yang dikumpulkan,
ketepatan data tentang kepribadian, kecerdasan, sikap, dll. Terkait erat dengan
konsep kepribadian, kecerdasan, sikap, dll, yang digunakan.validitas data juga
berhubungan erat dengan teknik pengumpulan data.
Validitas
instrument menunjukan ketepatan teknik dan instrument yang digunakan.
Pengumpulan data dalam program bimbingan dan konseling menggunakan banyak
teknik dan instrument pengumpulan data, baik yang bersifat mengukur ataupun
menghimpun. Data terukur (ordinasi, rasio atau interval) seperti ntingkat
kecerdasan, bakat, sikap minat, motivasi dll, diperolehdengan menggunakan
teknik pengumpulan data yang menggunakan instrument tes atau skala. Data
deskripsi tentang sesuatu aspek kepribadian, karakteristik, kemampuan,
perilaku, kebiasaan, kebutuhan, cita-cita, harapan, rencana, dll. Dikumpulkan
dengan menggunakan teknik pengumpulan data non tes seperti wawancara,
observasi, angket, dll. Pengujian validitas masing-masing instrument
berbeda-beda. Meskipun demikian para konselor pendidikan dituntut dapat
melakukan hal itu, minimal dalam validitas isi dan konstruk.
Proses
pengumpulan data juga menentukan keakuratan data. Meskipun instrument yang
digunakan memiliki validitas yang tinggi, tetapi apabila pelaksanaan
pengumpulan datanya tidak benar maka data yang diperoleh tidak akan valid.
Proses pengumpulan data terutama yang bersifat menghimpun, hendaknya
dilaksanakan secara objektif. Yaitu mengungkap data sebagaimana adanay,
menghindarkan hal-hal yang bersifat subjektif. Data dikumpulkan secara
sistematis atau berurutan aspek demi aspek., dan teliti sehingga tidak ada data
yang terlewat atau terlupakan.
Data yang
telah dikumpulkan sebelum disimpan atau digunakan perlu dianalisis atau diolah. Analisis data untuk
pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling , lebih sederhana dibandingkan
dengan analisis untuk kepentingan penelitian. Untuk pemberian bimbingan
klasikal, data di analisis secara klasikal(kelompok kelas). Teknik analiosis
yang digunakan terutama yang mengarah pada pencarian kecenderungan sentral,
terutama presentase, modus atau frekuensi terbanyak, mean atau rata-rata.
Untuk layanan bimbingan dan konseling individual atau
kelompok kecil, data dianalisis secara individual. Dari penggunaan instrument tes atau skala akan
diperoleh skor atau angka-angka, dan besaran angka tersebut berdasarkan pedoman
instrument yang digunakan memiliki makna sendiri. Dari penggunaan instrumen
yang bersifat menghimpun atau non tes diperoleh data deskripsi. Data tersebut perlu
dianalisis , yaitu diurai, dipisah, dihubungkan, dikelompokan, dipadukan,
sesuai dengan kebutuhan pemberian layanan bimbingan dan konseling.
Efisiensi Penyimpanan Data
Data yang
sudah diolah atau dianalisis selanjutnya disimpan dalam kartu atau buku catatan
pribadi atau commulative record. Dewasa ini catatan pribadi atau commulative
record ini, tidak disimpan dalam bentuk kartu-kartu atau buku tetapi secara
elektronik dalam CD atau computer, sehingga tidak membutuhkan tempat
penyimpanan dokumen yang banyak, dan ruang data yang luas.
Apakah
penyimpanan data dalam bentuk bahan cetak atau secara elektronik, pada
prinsipnya sama berfungsi mendukung pemberian layanan bimbingan dan konseling.
Penggunaan sarana bagan cetak atau fasilitas elektronik disesuaikan dengan
kemampuan sekolah serta kesiapan tim bimbinga konseling. Penyimpanan data
secara elektronik memang lebih efisien dibandingkan dengan bahan cetak, tetapi
efisiensi juga berkenaan dengan system pendokumentasian. Pendokumentasian data
secara sistematis disesuaikan dengan sistematika pemberian layanan bimbingan
dan konseling, akan lebih efisien dibandingkan pendokumentasian yang tidak
sistematik. Pendokumentasian data yang sudah dianalisis secara matang dan
sesuai kebutuhan layanan bimbingan dan konseling, lebih efisien dibandingkan
dengan yang analisis datanya belum matang.
Efektifitas Penggunaan Data
Program
pengumpulan dan penyimpanan data mencangkup pula penggunaan data untuk
pemberian layanan bimbingan dan konseling. Program pengumpulan dan penyimpanan
data yang efektif adalah yang dapat
memberikan dukungan terhadap pemberian layanan bimbingan dan konseling,
sehingga layanan tersebut dapat memberikan dampak atau hasil secara optimal.
C. Macam-macam
Data
Dalam pelaksanaan program bimbingan dan konseling,
diperlukan data yang lengkap, yang dapat mendukung semua jenis layanan
bimbingan. Secara umum data tersebut berkenaan dengan data kepribadian dengan
berbagai aspeknya, factor-faktor yang berpengaruh, serta kebutuhan, tantangan
dan permasalahan yang dihadapi.
Kepribadian merupakan keseluruhan system atau kesatuan
psiko-fisik ini memiliki beberapa aspek, yaitu aku sebagai inti kesatuan psiko
fisik, aspek psikis yang meliputi kecakapan, emosi dan perasaan, sikap dan
minat, nilai, motivasi, kebiasaan, kondisi dan kemampuan fisik, keterampilan,
serta factor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap aspek-aspek tersebut.
Aku
Manusia adalah makhluk yang memiliki aku atau diri
(self atau ego). Aku atau the self merupakan segala perasaan, sikap,
kepercayaan dan cita-cita idividu tentang dirinya. Setiap orang memiliki
gambaran tentang dirinya (self picture), apakah gambaran itu disadari atau
tidak, tepat atau tidak, realistic atau tidak. Gambaran diri yang disadari,
adalah yang diingat, dirasakan, diketahui dan dilihat oleh dirinya, sedang yang
tidak disadari tidak diketahui oleh
dirinya, tetapi mungkin diketahui atau dilihat oleh orang lain. Gambaran diri
yang tepat menunjukan adanya adanya kesesuaian antara gambaran diri individu
dengan gambaran atau pendapat orang luar (yang objektif) tentang individu
tersebut. Makin sesuai makin tepatlah gambaran dirinya.
Tidak jarang kita temukan orang-orang yang memiliki
gambaran diri yang kurang bahkan tidak tepat, lebih tinggi atau lebih rendah.
Gambaran diri ini akan mempengaruhi
Mempengaruhi gambaran individu tentang orang lain.
Individu yang mempunyai perasaan lebih (superior) akan memandang orang lain
rendah, dan individu yang punya perasaan diri rendah akan memandang orang lain
lebih tinggi.gambaran diri ini, gambaran diri menurut pendapat orang lain, dan
pendapat individu tentang gambaran diri orang lain ini membentuk konsep diri
atau konsep aku.
Gambaran yang realistis tentang dirinya sangat
memegang peranan penting, baik bagi para siswa, mahasiswa maupun para calon
pegawai, pejabat atau pemimpin. Bagi peserta didik gambaran diri sangat penting
dalam perencanaan masa depan, perencanaan lanjutan study dan perencanaan karir.
Bagi para mahasiswa dan calon pegawai, pejabat atau pimpinan, hal ini akan
sangat berpengaruh dalam hubunganya dengan sesame kawanya, atasanya lebih-lebih
lagi dengan bawahanya. Gambaran diri yang jauh melebihi kenyataan mempunyaio
kencenderungan kearah adanya sifat-sifat sombong, angkuh, memandang orang lain
orang lain jauh lebih lebih rendah darinya, meremehkan pekerjaan, ambisius,
gila hormat, gila pangkat dsb. Gambaran diri yang berlebihan, dipihak lain akan
menunjukan kecenderungan sifat-sifat suka berbohong, berpura-pura,
mempertahankan diri, agresif dsb. Individu yang mempunyai gambaran tentang
dirinya yang lebih rendah dari kenyataan cenderung akan memiliki sifat-sifat
rendah diri, perasaan kurang mampu, kuarang kreatif, disamping kemungkinan akan
memiliki berbagai bentuk tingkah laku kompensasi seperti keangkuhan, suka
menghukum mempergunakan formalitas, menarik diri dsb.
Gambaran diri yang realistis yang sesuai dengan
kenyataan, merupakan dasar bagi kepribadian dan kehidupan yang sehat. Makin
jauh antara gambaran individu tentang dirinya dengan kenyataan, makin tidak
realistic seseorang, dan ini bias mengarah pada penyimpangan kepribadian bahkan
sakit.
Kepribadian individu juga berkebang, kepribadian
adalah hasil dari perkembangan dan masih terus berkembang. Perkembangan
kepribadian dipengaruhi oleh lingkungan dan pengalamannya lalu\\\\ yang lalu.
Lingkungan individu apakah itu lingkungan rumah, sekolah atau masyarakat,
lingkungan fisik, social, budaya, ekonomi, politik, religi berpengaruh terhadap
perkembangan kepribadian individu.
Demikian juga dengan halnya pengalaman, semua
pengalaman masa lalu akan berpengaruh terhadap perkembangan pribadi
individu apakah pengalaman sekolah,
bekerja , kehidupan, dsb. Bagaimana pengaruh dari semua pengalaman dan lingkungan
tersebut kepada pembentukan pribadi individu sangat bersifat individual, atau
unik, sukar untuk dapat ditarik suatu kaidah yang bersifat umum.
Fisik dan Keterampilan
Aspek fisik yang perlu dipahami atau dikumpulkan datanya mencakup : bentuk dan
postur tubuh, perimbangan tinggi dan berat badan, kondisi perkembangan badan,
kondisi dan kesempurnaan fungsi panca indra terutama penglihatan, pendengaran
dan perabaan. Kelengkapan dan kesempurnaan fungsi anggota badan (kaki’ tangan)
kesempurnaan alat-alat bicara, kondisi hormonal terutama yang terkait dengan
perkembangan seksual. Data lain yang perlu dikumpulkan berkenaan dengan aspek
fisik adalah : kelainan-kelainan fisik, penyakit-penyakit menetap atau yang
sering diderita, kecelakaan yang pernah dialami dll.
Terkait dengan aspek fisik ini adalah penguasaan
keterampilan_keterampilan. Ketrampilan sesungguhnya tidak seluruhnya fisik’ di
dalamnya terkait juga kemampuan-kemampuan psikis, oleh karena itu disebut
psikomotor. Minimal dibedakan empat macam ketrampilan, yaitu : intelektual,
social, seni dan motorik.
Kecakapan
Kecakapan (ability), atau kemampuan intelektual atau
kognitif merupakan suatu kemampuan dalam mengetahui, memahami, memecahkan
masalah, dan menciptakan sesuatu dengan menggunakan rasio atau pemikiran.
Kecakapan intelekktual ada 2 macam yaitu kecakapan potensial atau kapasitas,
dan kecakapan nyata atau kecakapan hasil belajar.
Kecakapan potensial merupakan kecakapan-kecakapan yang
masih tersembunyi, masih kuncup belum termanifestasikan, dan merupakan
kecakapan-kecakapan yang dibawa dari kelahiranya kecakapan nyata merupakan
kecakapan yang sudah terbuka, sudah termanifestasikan dalam berbagai aspek
kehidupan dan perilaku, dan berpangkal pada kecakapan potensial. Kecakapan ini
sudah mendapat banyak pengaruh dari lingkungan dan dapat dilihat dalam perilaku
khusus khusus ataupun perilaku sehari-hari.
Dari uraian-uraian diatas juga dapat disimpulkan bahwa
intelegensi dan bakat-bakat menjadi modal dan sekaligus memberikan batas-batas
bagi perkembangan kecakapan nyata. Seseorang yang memiliki intelegensi tinggi ,
mempunyai kemungkinan besar untuk memiliki kecakapan nyata yang tinggi pula,
begitupun sebaliknya. Intelegensi sebagai kapasitas umum, memberikan modal bagi
penguasaan kecakapan secara umum, sedang bakat memberikan modal; bagi penguasaan
kecakapan-kecakapan nyata yang khusus.
Bakat
Secara umum dibedakan dua jenis bakat, yaitu : bakat
skolastik dan bakat vokasional. Intelegensi yang merupakan kapasitas umum,
menunjukan cara individu berbuat atau bertindak dalam menghadapi suatu situasi terutama situasi-situasi yang bersifat
problematic. Intelegensi masih merupakan potensi, perwujudanya dibantu oleh
kecakapan-kecakapan dan pengetahuan yang telah dimiliki seseorang, terutama
bahasa, berhitung atau matematika, dan ketrampilan-ketrampilan.
Ada tiga komponen dari bakat menurut Guilford yaitu
komponen : intelektual, perceptual, dan psikomotor. Komponen intelektual
terdiri atas beberapa aspek, yaitu : pengenalan, ingatan, berfikir konvergen,
berfikir divergen, dan evaluasi. Koponen preseptual juga memiliki beberapa
aspek, yaiyu pemusatan perhatian, ketajaman indra, orientasi ruang dan waktu,
keluasan dan dan kecepatan mempersepsi. Komponen psiko motor terdiri atas
aspek-aspek, rangsangan, kekuatan dan kecepatan gerak, ketepatan, koordinasi
gerak kelenturan.
Sesuatu bakat dibentuk oleh kombinasi dari aspek-aspek
tersebut. Tinggi atau rendahnya suatu bakat yang dimiliki oleh seseorang bukan
saja ditentukan oleh oleh kualitas dari
aspek yang mendukung bakat tersebut. Ada dua kelompok bakat yang dimiliki
individu yaitu bakat sekolah dan bakat pekerjaan. Bakat sekolah merupakan bakat
yang dimiliki seseorang yang mendukung penyelesaian tugas-tugas atau
perkembangan sekolah atau pendidikan. Bakat ini terutama berkenaan dengan
kapasitas dasar untuk menguasai pelajaran atau perkuliahan. Bakat pekerjaan
merupakan bakat yang dimiliki seseorang
berkenaan bidang pekerjaan atau jabatan tertentu, seperti bakat di
bidang pertanian, ekonomi, hukum dsb.
Kecakapan Hasil Belajar
Kecakapan hasil belajar merupakan kemampuan nyata yang
telah dikuasai seseorang pada suatu saat. Kecakapan berkembang dari kapasitas,
baik bersifat umum maupun khusus. Hasil belajar merupakan realisasi atau
pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki
seseorang. Penguasaan hasil belajar seseorang dapat dilihat dari perilakunya,
baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan maupu perilaku ketrampilan
berfikir, social dan motorik. Hamper sebagian besar perilaku yang diperlihatkan
seseorang merupakan hasil belajar.
Beberapa contoh kecakapan, seperti kecakapan menulis,
membaca, berbicara, pengetahuan, IPA, IPS dll. Ketrampilan dalam bidang teknik,
administrasi, dll. Sebenarnya hamper seluruh perkembangan atau kemajuan hasil
karya juga merupakan hasil belajar, sebab proses belajar tidak hanya
berlangsung di sekolah saja tetapi juga di tempat kerja dan di masyarakat. Pada
lingkungan kerja hasi belajar ini sering disebut prestasi kerja, yang
sesungguhnya merupakan suatu achievement juga.
Inteligensi
Inteligensi juga dapat menjadi pegangan dalam
penentuan tingkat perkembangan, khususnya perkembangan pendidikan seseorang.
Mungkin hanya bisa menyelesaikan study sampai tingkat sekolah menengah, sedang
yang intelegensinya tinggi diperkirakan dapat menyelesaikan perguruan tinggi.
Inteligensi atau kecerdasan merupakan kecakapan
potensial yang bersifat umum, menunjuk kepada cara individu berbuat, apakah
berbuat dengan cara yang inteligen atau tidak inteligen sama sekali. Suatu
perbuatan yang inteligen ditandai oleh perbuatan yang tepat. Cepat dan tepat dalam memahami unsur-unsur
yang ada dalam situasi, dalam melihat hubungan antara unsure, dalam menari
kesimpulan serta dalam mengambil keputusan atau tindakan.
Banyak teori tentang intelegensi ini, dan tiap teori
karena bertolak dengan asumsi yang berbera memberikan rumusan yang berbeda
pula. Menurut spearman ada dua factor dalam kecerdasan, yaitu factor umum dan
factor khusus. Factor umum hamper mendasari semua perbuatan individu, sedangkan
factor khusus berfungsi dalam perbuatan-perbuatan tertentu yang khas. Jadi
factor khusus ini mirip dengan bakat pada apa yang telah dikemukakan bada
bagian awal bab ini. Selanjutnya menurut spearman factor umum bersifat bawaan
sedang factor khusus merupakan hasil belajar.
David weschler memberikan rumusan tentang inteligensi
sebagai suatu kapasitas umum untuk bertidak, berpikir rasional, dan
berinteraksi dengan lingkungan secara efektif. Edward L. Thorndike,
mengemukakan tiga karakteristik dari perbuatan yang inteligen, yaitu :
mendalam, meluas dan cepat.
Dari beberapa definisi dan karakteristik intelegensi,
dapat disimpulkan cirri-ciri dari perilaku inteligen atau perilaku individu
yang memiliki intelegensi tinggi.
1)
Terarah
kepada tujuan. Perilaku inteligen selalu memiliki tujuan dan diarahkan kepada
pencapaian tujuan tersebut, tidak ada perilaku yang sia-sia.
2)
Tingkah
laku terkoordinasi. Seluruh aktivitas dari perilaku selalu terkoordinasi dengan
baik. Tidak ada perilaku yang tidak direncanakan atau tidak terkendali.
3)
Sikap
jasmaniah yang baik. Perilaku inteligen didukung dengan sikap yang baik,
seorang peserta didik yang belajar secara inteligen , duduk dengan baik,
menempatkan bahan yang dipelajari dengan baik, memegang alat tulis dengan baik
dsb.
4)
Memiliki
daya adaptasi yang tinggi. Perilaku inteligen cepat membaca dan menyesuaikan
diri dengan lingkungan.
5)
Berorientasi
pada sukses. Perilaku inteligen berorientasi pada keberhasilan, tidak takut
gagal, selalu optimis.
6)
Mempunyai
motivasi yang tinggi. Perilaku inteligen selalu di dorong dengan motivasi yang
kuat.
7)
Dilakukan
dengan cepat. Perilaku inteligen dilakukan dengan cepat, karena ia dengan cepat
pula dapat memahami situasi atau permasalahan.
8)
Menyangkut
kegiatan yang luas. Perilaku inteligen menyangkut suatu kegiatan yang luas dan
kompleks yang membutuhkan pemahaman dan pemikiran yang mendalam.
Inteligensi Jamak
Konsep
intelligensi jamak (multiple intelligence), dikembangkan oleh howard gardner
didasarkan atas hasil penelitianya selama beberapa tahun tentang kapasitas
kognitif manusia. Gardner menolak asumsi,
bahwa kognisi manusia merupakan satu kesatuan dan individu hanya
mempunyai inteligensi tunggal, meskipun sebagian besar individu menunjukan
penguasaan seluruh spectrum intelegensi, tingkat individu memiliki tingkat
penguasaan yang berbeda. Individu memiliki beberapa inteligensi, dan
inteligensi-inteligensi itu bergabung menjadi satu kesatuan membentuk kemampuan
pribadi yang cukup tinggi. Sebenarnya inteligensi multiple bukan hal yang baru,
seperti telah dikemukakan dalam uraian terdahulu spearman menyebutnya sebagai
special faktor, sedang para ahli lain menyebutnya sebagai bakat attitude.
Gardner
mendefinisikan inteligensi sebagai “kecakapan untuk memecahkan masalah yang
dihadapi dalam kehidupanya, mengembangkan masalah baru untuk di pecahkan,
membuat atau melakukan sesuatu yang bermanfaat dalam kehidupanya”.
Gardner
yang mendasarkan konsepnya atas teori multicultural, merumuskan ada tujuh teori
inteligensi:
1)
Inteligensi
linguistic-verbal, kecakapan berpikir melalui kata, menggunakan bahasa untuk
untuk menyatakan dan menggunakan arti yang kompleks. Para penulis, ahli bahasa,
sastrawan, jurnalis, penyiar adalah orang-orang yang memiliki inteligensi
linguistik yang tinggi.
2)
Intelegensi
matematis-logis, kecakapan untuk menghitung , mengkuantitatif, merumuskan
proposisi dan hipotesis, serta memecahkan perhitungan-perhitungan matematis
yang kompleks. Para ilmuan, ahli matematis, insinyur, akuntan, pemrogram
computer adalah orang-orang yang tinggi dalam inteligensi logis-matematisnya.
3)
Intelegensi
ruang visual, merupakan kecakapan berpikir dalam ruang tiga dimensi. Seorang
yang memiliki
inteligensi visul-ruang yang tinggi seperti pilot, nahkoda, astronot, pelukis,
perupa, arsitek, perancang dll. mampu menangkap bayangan ruang internal dan
eksternal, uuntuk penentuan arah dirinya atau benda yang dikendalikan, atau
mengubah, mengkreasi dan menciptakan karya-karya tiga dimensi nyata.
4)
Intelegensi kinestetik ayau gerakan
fisik (kinesthetic intelligence). Kecakapan
melakukan gerakan dan keterampilan kecakapan fisik seperti dalam olahraga,
atletik, menari, kerajinan tangan, bedah dll. Orang-orang yang memiliki
inteligensi kinestetik yang tinggi adalah olahragawan, penari, pencipta tari,
pengrajin profesional, dokter bedah, dll.
5)
Inteligensi musik (musical intelligence).Kecakapan untuk menghasilkan dan menghargai
musik, sensitivitas terhadap melodi, ritme, nada, tangga nada, menghargai
bentuk-bentuk ekspresi musik. Komponis, dirigen, musisi, kritikus musik,
pembuat instrumen musik, penyanyi, pengamat musik adalah adalah orang-orang
yang memiliki inteligensi musik yang tinggi.
6)
Inteligensi hubungan sosial (interpersonal intelligence). Kecakapan
memahami dan merespon serta berinteraksi dengan orang lain dengan tepat, watak,
temperamen, motivasi dan kecenderungan terhadap orang lain. Orang-orang yang
memiliki inteligensi hubungan sosial diantaranya guru, konselor, pekerja
sosial, aktor, pimpinan masyarakat, politikus dll.
7)
Inteligensi kerohanian (intrapersonal intelligence),kecakapan
memahami kehidupan emosional, membedakan emosi orang-orang, pengentahuan
tentang kekuatan dan kelemahan diri. Kecakapan membentuk persepsi yang tepat
terhadap orang, menggunakannya dalam merencanakan dan mengarahkan kehidupan
yang lain. Agamawan, psikolog, psikiater, filosof, adalam mereka yang memiliki
inteligensi pribadi yang tinggi.
Intelegensi
Emosional dan Spiritual
Konsep
inteligensi yang juga banyak dibahas dewasa ini, adalah inteligensi emosional.
Konsep ini muncul dari beberapa pengalaman, bahwa kecerdasan intelektual yang
tinggi saja tidak cukup untuk menghantarkan orang menuju sukses. Menurut Daniel
Goleman (1995) pengembangan inteligensi emosional, orang-orang sukses selain
memiliki inteligensi intelektual yang tinggi tetapi juga memiliki stabilitas
emosi, motivasi kerja yang tinggi, mampu mengendalikan stres, tidak mudah putus
asa, dll. pengalaman-pengalaman demikian memperkuat keyakinan bahwa di samping
inteligensi intelektual juga ada inteligensi emosional. Orang yang memiliki
inteligensi emosional yang tinggi adalah mereka yang mampu mengendalikan diri
(mengendalikan gejolak emosi), memelihara dan memacu motivasi untuk terus
berupaya dan tidak mudah menyerah atau putus asa, mampu mengendalikan dan
mengatasi stres, mampu menerima kenyataan, dapat merasakan kesenangan meskipun
dalam kesulitan.
Selain
multiple dan imotional intelligence, yang banyak dibicarakan saat ini adalah
inteligensi spiritual (spiritual
intelligence). Konsep inteligensi ini dikembangkan oleh Zohar dan Mashall
(2000). Pengertian spiritual dalam konsep Zohar dan Mashall bukan dan tidak ada
kaitannya dengan spiritual dalam konsep agama. Menurut mereka inteligensi
spiritual berkenaan dengan kecakapan internal, bawaan dari otak dan psikis
manusia, menggambarkan sumber yang paling dalam ddari hati semesta itu sendiri.
Inteligensi spiritual merupakan inteigensi rohaniah, yang menuntun diri kita
memungkinkan kita utuh. Inteligensi spiritual adalah kecerdasan yang bukan saja
mengetahui nilai-nilai yang ada tetapi juga secara kreatif menemukan
nilai-nilai baru.
Zohar
dan Marshall, mengemukakan beberapa indikator dari inteligensi spiritual yang
tinggi, yaitu:
1)
Kemampuan untuk menjadi fleksibel.
2)
Derajat kesadaran yang tinggi,
3)
Kecakapan untuk menghadapi dan
menggunakan serangan,
4)
Kecakapan untuk menghadapi dan menyalurkan/memindahkan
rasa sakit,
5)
Kualitas untuk terilhami oleh visi dan
nilai,
6)
Enggan melakukan hal yang merugikan,
7)
Kecenderungan melihat hubungan antar
hubungan yang berbeda (keterpaduan),
8)
Ditandai oleh kecenderungan untuk
bertanya mengapa, dan mencari jawaban
mendasar,
9)
Mandiri, menentang tradisi.
Kreativitas
Salah
satu kemampuan utama yang memegang peran penting dalam kehidupan dan
perkembangan manusia adalah kreativitas. Kemampuan ini banyak dilandasi oleh
kemampuan intelektual, seperti inteligensi, bakat dan kecakapan hasil belajar,
tetapi juga didukung oleh faktor-faktor efektif dan psikomotor. Kreativitas
merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menemukan dan menciptakan
sesuatu hal baru, cara-cara baru, model baru yang berguna bagi dirinya dan bagi
masyarakat. Hal baru itu tidak perlu sesuatu yang sama sekali tidak pernah ada
sebelumnya, unsur-unsurnya mungkin kualitas yang berbeda dengan keadaan
sebelumnya. Jadi hal baru itu adalah sesuatu yang sifatnya inovatif.
Beberapa
ahli walaupun mengemukakan rumusan yang agak berbeda tetapi intinya sama. David
Campbell menemukan bahwa kreativitas adalah suatu kemampuan untuk menciptakan
hasil yang sifatnya baru, inovatif, belum ada sebelumnya, menarik, aneh dan
berguna bagi masyarakat.
Utami
Munandar (1977) memberikan rumusan tentang kreatifitas sebagai kemampuan: a)
untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi atau unsur yang ada,
b) berdasrkan data atau informasi yang tersedia, menemukan banyak kemungkinan
jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekananya adalah pada kualitas,
ketepatgunaan dan keragaman jawaban, c) yang mencerminkan kelancaran, keluwesan
dan orsinilitas dalam berpikir serta kemampuan untuk mengelaboraasi suatu
gagasan.
Kreatifitas
atau berbuatan kreatif banyak berhubungan dengan inteligensi. Seseorang yang
kreatif pada umumnya memiliki inteligensi yang cukup tinggi. Seorang yang
tingkat inteligensinya rendah, maka kreativitasnya juga relatif kurang.
Kreatifitas juga berkenaan dengan kepribadian. Seorang yang kreatif adalah
orang yang memiliki ciri-ciri kepribadian tertentu seperti: mandiri,
bertanggung jawab, kerja keras, motivasi tinggi, optimis, punya rasa ingin tahu
yang besar, percaya diri, terbuka, memiliki toleransi, kaya akan pemikiran dll.
Inti
dari kreativitas adalah pengembangan kemampuan berpikir divergen dan bukan
pemikiran konvergen. Berfikir divergen adalah proses berfikir melihat sesuatu
masalah dari berbagai sudut pandangan, atau menguraikan suatu masalah atas
beberapa kemungkinan pemecahan. Untuk pengembangan kemampuan demikian
diperlukan situasi belajar mengajar yang banyak memberi kesempatan kepada
peserta didik untuk memecahkan masalah, melakukan beberapa percobaan,
mengembangkan gagasan atau konsep-konsep peserta didik sendiri. Situasi demikian
menuntut pula sikap yang lebih demokratis, terbuka, bersahabat, percaya kepada
siswa.
Perasaan
Perasaan (feeling) berkaitan erat dengan emosi (emotion), keduanya merupakan suasana psikis batin yang dihayati
seseorang pada suatu saat. Dalam kehidupan sehari-hari keduanya sering
diartikan sama, dan digunakan istilah sama yaitu perasaan. Perasaan menunjukan
suasana batin yang tidak nampak keluar, lebih tenang ibarat riak air atau
hembusan angin sepoy-sepoy. Emosi menggambarkan suasana batin yang lebih
dinamis, bergejolak, dan terbuka seperti gelombang, gelora atau angin topan.
Perasaan lebih tersembunyi atau tertutup atau tidak banyak melibatkan
aspek-aspek fisik, sebaliknya emosi lebih terbuka dan nampak keluar karena
melibatkan ekspresi jasmaniah. Sebagaimana gerakan air atau angin, perasaan
bisa berubah, beberapa perasaan yang halus bersatu dan meningkat intensitasnya
menjadi gejolak yang keras yaitu emosi.
Perasaan
seperti halnya juga emosi merupakan suatu batin atau suasana hati yang membentuk
suatu kontinum atau garis lurus. Kontinum ini bergerak dari ujung sangat sangat
senang sampai dengan ujung yang paling sangat tidak senang. Beberapa bentuk
perasaan yang lain senang-tidak senang (pleasant-unpleasant)
adalah: suka atau tidak suka (like-dislike),
tegang atau lega (straining-relaxing),
terangsang atau tidak terangsang (exciting-subduing).
Suatu
perasaan, rasa senang, suka, tegang atau terangsang dll., timbul karena adanya
perangsang dari luar. Perangsang dari luar berbaur dengan kondisi sesaat dari
individu dan membangkitkan suatu perasaan. Intensitas perasaan yang dihayati
seseorang bergantung pada kuat atau lemahnya perangsang-perangsang yang datang,
kondisi sesaat, kesan serta penerimaan individu terhadap perangsang-perangsang
tersebut. Oleh karena itu perasaan bersifat subjektif dan temporer. Sesuatu
yang disukai seseorang belum tentu disukai oleh yang lainnya, sesuatu yang
disukai pada suatu saat belum tentu tetap disukai pada saat lainnya. Kesukaan
seseorang terhadap sesuatu hal juga tidak selalu menetap.
Meskipun
perasaan ini subjektif dan temporer, tetapi perasaan-perasaan tertentu muncul
dari suatu kebiasaan. Rasa senang terhadap makanan, pakaian, peralatan,
kegiatan, perilaku tertentu muncul dari kebiasaan. Perasaan senang atau tidak
senang terhadap sesuatu objek yang telah menetap dan mengakar kuat membentuk
sikap dan adat-istiadat.
Simpati
dan Empati
Simpati
9sympathy) dan dan empati (empathy) merupakan bentuk-bentuk dari
perasaan. Simpati adalah suatu kecenderungan untuk turut merasakan apa yang
sedang dirasakan oleh orang lain. Pada waktu Sultan Hamengku Bowono IX wafat
datang pernyataan simpati dari berbagai penjuru dunia. Inilah arti sesungguhnya
dari simpati, tetapi dalam masyarakat berkrmbang pula arti lain dari simpati, yaitu
rasa senang atau tertarik kepada seseorang. Seseorang yang menarik karena
parasnya, pakaiannya atau penampilannya disebut simpatik. Sedah tentu artinya
menjadi berbeda dengan arti sesungguhnya.
Rasa
Senang Akan Keindahan
Setiap
indivisu mempunyai rasa senang akan keindahan, tetapi objek dan ukuran rasa
indah bagi seseorang belum tentu demikian bagi orang lain. Sesuatu lkisan
menurut seseorang sangat indah, tetapi bagi yang lain sama sekali tidak melihat
adanya sesuatu yang indah. Dengan demikian keindahan tidak terletak pada
bendanya, tetapi berada pada orang yang melihatnya, yaitu pada perasaannya.
Apabila sesuatu objek menimbulkan rasa senang pada seseorang, maka bagi orang
itu objek tersebut indah. Secara umum memang ada kriteria-kriteria tentang keindahan,
seperti tata bentuk, komposisi dan keserasian warna, keseimbangan dan
sebagainya, tetapi bagi orang-orang tertentu untuk tujuan dan dalam situasi
tertentu subjektivitas lebih memegang peranan penting.
Rasa
Bersalah dan rasa duka
Kedua
emosi ini dialami seseorang karena kegagalan atau kesalahan dalam melakukan
sesuatu perbuatan yang berkenaang dengan norma. Seperti halnya dengan
jenis-jenis emosi yang lain, keduanya memiliki nilai positif apabila
intensitasnya tidak terlalu kuat dan dialami dalam tempo yang cukup panjang,
maka memberikan dampak negatif.
Cinta
Jenis
perasaan ini sangat populer, banyak diangkat menjadi tema-tema karya seni,
mengandung keindahan, romantika disamping banyak menimbulkan tragedi baik dalam
keluarga maupun masyarakaat. Menurut Erich Fromm (1956) rasa cinta berkembang
dari kesadaran manusia akan keterpisahannya dari yang lain, dan kebutuhan untuk
mengatasi kecemasan karena keterpisahan tersebut melalui pembentukan suatu
persekutuan dengan yang lain. Manusia sebagai individu berdiri sendiri terlepas
dari yang lainnya. Karena kesendirian dan keterlepasaanya dari yang lain
inilah, seringkali ia merasa kesepian, merasa cemas, ia membutuhkan seseorang
atau orang lain. Berkat adanya situasi ini tumbuhlah rasa cintanya akan orang
lain atau suatu hal di luar dirinya.
Prescott
(1957) mengemukakan beberapa ciri dan rasa cinta: 1) cinta melibatkan rasa
empati, seseorang yang mencintai berusaha memasuki perasaan dari orang yang
dicintainya, 2) orang yang mencintai sangat memperhatikan kebahagiaan,
kesejahteraan dan perkembangan diri orang yang dicintainya, 3) orang yang
mencintai menemukan perasaan senang, dan hal ini menjadi sumber bagi
peningkatan kebahagiaan, kesejahteraan dan perkembangan dirinya, 4) orang yang
mencintai berusaha melakukan upaya dan turut membantu orang yang dicintai untuk
mendapatkan kebahagiaan, kesejahteraan dan kemajuan. Objek cinta tidak selalu
manusia, bisa juga Tuhan, benda, kendaraan, negara, bangsa, tanah air, dll.
Emosi
Emosi (emotion) merupakan perpaduan dari beberapa perasaan yang mempunyai
intensitas yang relatif tinggi, dan menimbulkan suatu gejolak suasana batin.
Emosi seperti ahalnya perasaan juga membentuk suatu kontinum, bergerak dari
emosi positif sampai dengan yang negatif.
Adanya beberapa ciri emosi, yaitu:
Pertama pengalaman emosional
bersifat pribadi. Kehidupan emosional seorang individu tumbuh dari pengalaman
emosionalnya sendiri. Pengalaman emosional ini sangat sebjektif dan bersifat
pribadi, berbeda antara seorang individu dengan individu lainnya. Ada
perangsang-perangsan tertentu yang
secara umum menimbulkan rangsangan emosional yang sama kepada individu, seperti
rasa takut pada ular, tetapi karena sering ditakut-takuti atau diberi
peringatan bahwa ular itu berbahaya maka setelah besar ia menjadi takut akan
ular karena pernah dipatuk ular.
Dengan demikian pengalaman sangat
memegang perasaan penting dalam pertumbuhan rasa takut, dan jenis-jenis emosi
lainnya. Pengalaman emosional ini tidak selalu terjadi secara sadar, bisa juga
berlangsung secara tidak sadar. Kadang-kadang seseorang tidak mengerti kenapa
ia merasa takut terhadap sesuatu yang sesungguhnya tidak perlu ditakuti, merasa
benci terhadap sesuatu atau seseorang yang ia tidak ketahui kesalahannya.
Pengalaman emosional tersebut menjadi secara tidak disadari.
Kedua, adanya perubahan aspek jasmaniah.
Pada waktu individu menghayati sesuatu emosi, maka terjadi beberapa perubahan
pada aspek jasmaniah. Perubahan-perubahan tersebut tidak selalu terjadi secara
serempak, mungkin yang satu mengikuti yang lainnya. Demikian juga intensitas
perubahan pada sesuatu aspek berbeda dengan aspek lainnya, dan pada seorang
individu dengan
individu lainnya. Kalau seorang individu marah, perubahan yang paling kuat
mungkin pada debar jantungnya, sedang yang lain pada pernafasannya, dan
sebagainya. Dalam jenis-jenis emosi yang kuat seperti marah, takut, rangsangan
seksual dan sebagainya, pekerjaan jantung dan tekanan darah mengalami
perubahan. Debar jantung bertambah kuat mengakibatkan jumlah darah yang dipompakan
lebih banyak, hal itu akan meningkatkan tekanan darah. Pada waktu menghayati
sesuatu emosi, terjadi pula perubahan pada pernafasan. Jalannya pernafasan
mungkin lebih cepat, atau lambat, tambah dalam atau dangkal.
Ketiga, emosi diekspresikan dalam perilaku.
Emosi yang dihayati seseorang diekspresikan dalam perilakunya, terutaman dalam
ekspresi roman muka dan suara/ bahasa. Seorang yang sedang mengalami rasa takut
atau marah, akan dapat dilihat dari gerak-gerik tubuhnya, tetapi akan lebih
jelas nampak pada roman mukanya. Wajah yang memerah dengan raut muka yang
tegang, mata melotot, gigi gemeretak adalah ekspresi roman muka dari seorang
yang sedang marah. Seorang yang mengalami ketakutan mengekspresikan wajah yang
pucat, meringis, gemetar dan sebagainya. Menurut beberapa penelitian, ekspresi
emosi melalui roman muka ini berbeda antara suatu lingkungan kebudayaan dengan
lingkungan kebudayaan lainnya. Hal ini berarti bahwa ekspresi roman muka
dipengaruhi oleh kebudayaan.
Ekspresi emosi ini juga dipengaruhi oleh
pengalaman, belajar dan kematangan. Orang-orang tunanetra pada umumnya kurang
dapat mengekspresikan emosinya melalui roman muka, sebab mereka tidak pernah
melihat roman mukanya atau roman muka orang lain. Orang dewasa mengekspresikan
suatu emosi berbeda dengan anak, karena sebagai orang yang telah matang ia
dapat mengendalikan diri dan juga telah mempelajari bagaimana cara
mengekspresikan perasaan yang baik. Selain melalui roman muka ekspresi emosi
juga dapat dilihat dari nada suaranya. Suara tertawa menunjukkan kebahagiaan,
suara tangis menunjukkan kesedihan dan sebagainya. Yang mendorong seseorang
untuk melakukan kegiatan. Demikian juga halnya dengan emosi, dapat mendorong
sesuatu kegiatan, apakah menjauhi atau mendekati suatu objek yang memberikan rangsangan
emosional. Seseorang yang sedang marah mungkin ingin memukul orang yang
merangsang amarahnya, orang yang sedang takut berusaha menjauhi objek yang
ditakutinya. Secara umum berlaku ketentuan, bahwa emosi yang menyenangkan
mendekatkan kepada objek dan emosi yang tidak menyenangkan menjauhkan.
Takut, Cemas, dan
Khawatir
Ketiga macam emosi ini berkenaan dengan
adanya rasa terancam oleh sesuatu. Pada rasa takut ancaman ini lebih khusus dan
jelas sedang pada cemas dan khawatir objek yang mengancamnya tidak begitu
jelas. Seorang merasa khawatir karena menghadapi suatu situasi yang tidak bisa
memberikan jawaban yang jelas, tidak bisa mengharapkan sesuatu pertolongan, dan
tidak ada harapan yang jelas akan mendapatkan hasil. Kecemasan dan kekhawatiran
memiliki nilai positif, asalkan intensitasnya tidak begitu kuat, sebab
kecemasan dan kekhawatiran yang ringan dapat merupakan motivasi. Kecemasan dan
kekhawatiran yang sangat kuat bersifat
negatif, sebab dapat menimbulkan gangguan baik secara psikis maupun fisik.
Marah dan
Permusuhan
Marah dan permusuhan merupakan suatu
perasaan yang dihayati oleh seseorang atau suatu kelompok yang cenderung
bersifat menyerang. Pada umumnya kedua jenis emosi ini diberi makna negatif,
walaupun sesungguhnya merupakan suatu kondisi yang normal. Keduanya merupakan
suatu cara individu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan memenuhi
kebutuhannya melalui bentuk perilaku agresif atau menyerang. Marah dan
permusuhan terhadap sesuatu perbuatan atau keadaan yang negatif adalah sesuatu yang
konstruktif, asalkan intensitas penghayatannya tidak terlalu kuat serta
dinyatakan dengan cara yang konstruktif pula.
Sikap dan Minat
Sikap dan minat merupakan aspek afektif
yang relatif menetap, berbeda dengan emosi dan perasaan yang lebih bersifat temporer.
Baik sikap maupun minat berhubungan erat dengan perasaan, terutama rasa senang
atau tidak senang, suka atau tidak suka.
Sikap
Sikap (attitude) merupakan kecenderungan untuk merespon atau bertindak
terhadap orang, objek ataupun situasi tertentu. Ada beberapa aspek dari sikap,
yaitu pengetahuan, perasaan dan motivasi. Sikap seseorang terhadap sesuatu
dipengaruhi oleh pengetahuan tentang hal tersebut. Pengetahuan yang tepat dan
memadai akan memberikan dasar kejelasan sikap (positif atau negatif), sebaliknya
pengetahuan yang salah atau tidak lengkap menjadi dasar bagi sikap ragu-ragu.
Sikap juga dipengaruhi oleh perasaan seseorang tentang sesuatu, sikap positif
terkait dengan perasaan senang, sebaliknya sikap negatif muncul karena adanya
perasaan tidak senang, benci dan lain-lain. Sikap juga mengandung aspek
motivasi, mendorong untuk mendekatkan diri atau menjauhkan diri dari sesuatu.
Kuat atau lemahnya perasaan dan motivasi individu terhadap sesuatu akan
mempengaruhi intensitas sikapnya.
Untuk keberhasilan perkembangan dan
belajar anak-anak dan remaja sebagai siswa, mereka hendaknya mempunyai sikap
yang positif terhadap: dirinya sendiri, orang tua dan anggota keluarga yang
lain, teman-teman, guru, pelajaran, sekolahnya dan lain-lain. Lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat yang sehat, yang kondusif dapat menumbuhkan
sikap positif terhadap hal-hal yang ada dalam lingkungan tersebut.
Minat
Minat (interest) merupakan suatu kekuatan, motivasi yang menyebabkan
seseorang memusatkan perhatian terhadap seseorang, sesuatu benda ataupun
kegiatan tertentu. Minat mempunyai hubungan yang sangat erat dengan sikap
kedua-duanya merupakan tenaga pendorong bagi perbuatan seseorang. Sikap dan
minat lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan,
keduanya bersifat pribadi dan dikembangkan sejak masa kanak-kanak. Dalam
pendidikan disekolah sikap dan minat sangat memegang peranan penting dalam
belajar, karena banyak mendasari motif terhadap pelajaran, kegiatan belajar,
berlatih, penyelesaian tugas-tugas, terhadap jurusan serta sekolah tempat
mereka belajar.
Watak dan
Temperamen
Beberapa ahli psikologi mengartikan
kepribadian sama dengan watak dan atau temperamen atau memandang watak dan
temperamen sebagai aspek utama dari kepribadian. Sesungguhnya watak dan
temperamen hanyalah merupakan salah satu aspek atau unsur kepribadian, sama
dengan unsur-unsur atau aspek kepribadian yang lain, watak atau temperamen
lebih memegang peranan utama untuk sesuatu tugas, peran ataupun pekerjaan, dan
aspek lain memegang peranan penting dalam hal lain.
Watak atau karakter merupakan
kecenderungan tingkah laku seseorang
berkenaan dengan nilai, sedangkan temperamen merupakan kecenderungan
akan kehidupan emosi dan perasaan seseorang. Watak berkenaan dengan masalah moral,
apakah seorang lebih cenderung berwatak baik atau jahat. Temperamen lebih
berkenaan dengan predisposisi kehidupan emosi, apakah seorang sabar atau penaik
darah, pemaaf atau penghukum, pemberani atau penakut, apakah emosinya sudah
digoyahkan atau mudah digoyahkan dan sebagainya. Watak dan temperamen seorang
peserta didik seringkali mempengaruhi perkembangan belajarnya.
Motivasi
Motivasi merupakan konsep yang digunakan
dalam menggambarkan tenaga yang mendorong dan mengarahkan kegiatan individu.
Motivasi juga merupakan konsep yang berkenaan dengan arah dan intensitas
tingkah laku. Seseorang yang lapar akan pergi mencari makanan, makin tinggi
motivasi makin kuat usaha pencariannya.
Motivasi terbentuk oleh tenaga-tenaga
yang bersumber dari dalam dan dari luar diri individu. Tenaga-tenaga pendorong
tersebtu dibedakan antara: desakan (drive),
motif (motive), kebutuhan (need), dan keinginan (wish). Walaupun ada kesamaan dan
semuanya mengarah kepada motivasi beberapa ahli memberikan arti khusus terhadap
hal-hal tersebut. Desakan diartikan sebagai dorongan yang mengarah pada
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah. Motif adalah dorongan yang tertuju
pada pemenuhan kebutuhan psikis atau rohaniah. Kebutuhan merupakan suatu
keadaan di mana individu merasakan adanya kekurangan, atau ketiadaan sesuatu
yang diperlukannya. Keinginan merupakan harapan untuk mencapai atau memiliki
sesuatu yang dibutuhkan. Walaupun ada variasi makna, keempat hal tersebut
sangat bertalian erat dan sukar dipisahkan, dan semuanya termasuk kondisi yang
mendorong individu melakukan kegiatan atau motivasi.
Motivasi mempunyai fungsi yang sangat
penting dalam kegiatan siswa, mempengaruhi intensitas kegiatan belajar dan
kegiatan lainnya, tetapi motivasi juga dipengaruhi oleh tujuan dari
kegiatan-kegiatan tersebut. Makin tinggi dan berarti suatu tujuan kegiatan,
makin kuat motivasinya, dan makin kuat kotivasi akan makin tinggi aktifitas
yang dilakukannya. Ketiga komponen kegiatan tersebut saling berkaitan erat dan
membentuk satu kesatuan yang disebut proses motivasi.
Motivasi memiliki dua fungsi yaitu:
pertama mengarahkan directional function,
dan kedua mengaktifkan dan meningkatkan kegiatan atau activiting and energizing function. Dalam mengarahkan kegiatan,
motivasi berperan mendekatkan atau menjauhkan individu dari sasaran yang akan
dicapai. Apabila sesuatu sasaran atau tujuan merupakan sesuatu yang diinginkan
oleh individu, maka motivasi berperan mendekatkan (aproach motivation), dan bila sasaran atau tujuan tidak diinginkan
oleh individu, maka motivasi berperan menjauhi sasaran (avodiance motivation). Karena motivasi berkenaan dengan kondisi
yang cukup kompleks, maka mungkin pula terjadi bahwa motivasi tersebut
sekaligus berperan mendekatkan dan menjauhkan sasaran (aproach-avodiance motivation).
Desakan, motif, kebutuhan, dan keinginan
yang terlibat dalam suatu motivasi seringkali bukan hanya satu macam, tetapi
beberapa, mungkin juga banyak sekali, sehingga terjadi pemilihan atau seleksi (choice atau selectivity). Motif atau kebutuhan mana yang akan dilayani oleh
individu tergantung dari hasil pemilihan atau seleksi. Biasanya yang terkuat
yang dilayani atau menjadi pendorong kegiatan individu. Kekuatan sesuai motif
atau kebutuhan sangat subjektif dan situasional, tidak selalu sama bagi setiap
individu dan situasi. Motif memiliki buku dari para peserta didik berbeda
dengan ilmuwan, guru, usahawan, petani atau pedagang. Pada para siswapun
berbeda pula kekuatan motif tersebut, apabila ia akan mengerjakan tugas,
menghadapi ulangan atau ujian akhir. Kekuatan suatu motif atau motivasi,
bergantung pada tiga hal: pertama kekuatan dasar sesuatu motif, kedua besarnya
harapan atau keinginan yang akan dipenuhi dengan sesuatu motif, dan ketiga
besarnya kepuasan yang diantisipasi oleh individu.
Motivasi juga dapat berfungsi
mengaktifkan (activating) atau
meningkatkan (energizing) kegiatan.
Suatu perbuatan atau kegiatan yang tidak bermotif atau motifnya sangat lemah,
akan dilakukan dengan tidak sungguh-sungguh, tidak terarah dan kemungkinan
besar tidak akan membawa hasil. Sebaliknya apa bila motivasinya besar atau
kuat, maka akan dilakukan dengan sungguh-sungguh, terarah dan penuh semangat
sehingga kemungkinan akan berhasil lebih besar.
Menurut sifatnya motivasi dibedakan atas
tiga macam, yaitu:
1. Motivasi
takut (fear motivation), seorang
mengerjakan sesutau karena takut ancaman atau mendapatkan hukuman. Peserta
didik di sekolah mengerjakan tugas atau selalu hadir di kelas karena takut
mendapatkan hukuman atau tidak lulus.
2. Motivasi
insentif (incentive motivation),
individu melakukan sesuatu perbuatan untuk mendapatkan sesuatu insentif.
Peserta didik rajin belajar karena ingin mendapatkan nilai baik, naik kelas
atau lulus.
3. Sikap
(attitude motivation atau self
motivation). Motivasi ini lebih bersifat intrinsik, muncul dari dalam
individu, berbeda dengan kedua macam motivasi sebelumnya yang lebih bersifat
ekstrinsik dan datang dari luar individu. Sikap merupakan suatu motivasi karena
menunujukan ketertarikan atau ketidaktertarikan seseorang terhadap sesuatu
objek. Seseorang yang mempunyai sikap positif terhadap sesuatu akan menunjukkan
motivasi yang besar terhadap hal itu. Motivasi ini datang dari dirinya sendiri
karena adanya rasa senang atau suka serta faktor-faktor subjektif lainnya.
Peserta didik sungguh-sungguh dalam belajar karena mempunyai sikap positif
terhadap sekolah, jurusan, atau guru-gurunya. Peserta didik berlatih olahraga
atau kesenian dengan rajin.
Abraham
Maslow (dalam Herbert L Petri, 1980), membagi keseluruhan motif atas lima
kategori yang membentuk hierarki dari yang terendah sampai tertinggi, yaitu:
1) Motif
fisiologis, yaitu dorongan-dorongan untuk memenuhi kebutuhan jasmaniah, seperti
kebutuhan akan makan, minum, bergerak dan lain-lain.
2) Motif
pengamanan, yaitu dorongan-dorongan untuk menjaga atau melindungi diri dari
macam-macam ancaman dan gangguan.
3) Motif
persaudaraan dan kasih sayang, yaitu motif untuk membina hubungan baik, kasih
sayang, persaudaraan baik dengan jenis kelamin yang sama maupun yang berbeda.
4) Motif
harga diri, yaitu motif untuk mendapatkan pengenalan, pengakuan, penghargaan,
dan penghormatan dari orang lain.
5) Motif
aktualisasi diri merupakan motif untuk menyatakan atau merealisasikan potensi-potensi
yang dimilikinya. Realisasi potensi ini dilakukan melalui berbagai pengalaman
dan kegiatan belajar. Seorang yang telah mengaktualisasi diri secara penuh
memiliki pribadi yang utuh, sehat, dan seimbang.
Hubungan
Sosial
Manusia
adalah makhluk sosial, dia hidup dan dibesarkan dalam lingkungan sosial
tertentu. Dalam kehidupannya manusia berada bersama orang lain, membutuhkan
orang lain, memberikan sesuatu kepada orang lain dan menerima bantuan dari
orang lain. Manusia akan mengalami kesulitan bila hidup sendirian, merasa
sunyi, takut dan lemah. Ada beberapa hal penting di dalam hubungan sosial ini,
yaitu: interaksi, penyesuaian diri, komunikasi dan kerjasama.
Interaksi
Interaksi
merupakan bentuk dasar dari hubungan sosial, seseorang memberikan sesuatu aksi
kepada orang lain dan daripadanya ia menerima reaksi. Aksi dan reaksi ini dapat
berbentuk bahasa lisan, isyarat ataupun tindakan. Melalui bentuk aksi dan
reaksi ini terjadi saling pengaruh-mempengaruhi. Secara garis besar ada dua
kecenderungan interaksi individu dengan lingkungan, yaitu: (a) individu
menerima lingkungan, dan (b) individu menolak lingkungan. Sesuatu yang datang
dari lingkungan mungkin diterima oleh individu sebagai sesuatu yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan, menguntungkan atau merugikan. Sesuatu
yang menyenangkan atau menguntungkan akan diterima oleh individu, tetapi yang
tidak menyenangkan atau merugikan akan ditolak atau dihindari.
Penyesuaian
Diri
Penyesuaian
diri merupakan salah satu bentuk interaksi yang didasari oleh adanya penerimaan
atau saling mendekatkan diri. Terhadap hal-hal yang disenangi atau dirasakan
menguntungkan, individu akan melakukan berbagai bentuk kegiatan penyesuaian
diri. Dalam penyesuaian diri ini, yang diubah atau disesuaikan bisa hal-hal
yang ada pada diri individu (autoplastic),
atau dapat juga hal-hal yang ada pada lingkungan diubah sesuai dengan kebutuhan
individu (alloplastic), atau
penyesuaian diri otoplastis dan aloplastis terjadi secara serempak.
Bentuk
penyesuaian diri otoplastis yang paling elementer adalah peniruan atau imitasi.
Manusia lahir sebagai bayi yang berbadan kecil, lemah, tidak bisa apa-apa dan
tidak tahu apa-apa, berhadapan dengan lingkungan yang lebih besar, lebih kuat,
lebih pandai dan sebagainya. Diawali dengan upaya yang tidak sadar, baru
kemudian menjadi lebih sadar, individu yang serba lemah dan tidak berdaya ini
meniru apa saja yang diperlihatkan oleh lingkungannya. Setiap anak akan
menirukan bahasa yang digunakan oleh lingkungan dimana ia hidup dan dibesarkan.
Anak tapanuli akan berbahasa ibu tapanuli, anak minang berbahasa minang, anak
manado berbahasa manado, karena mereka meniru ayah, ibu dan anggota keluarga
yang lain yang menggunakan bahasa tersebut. Bukan hanya dalam kecakapan
berbahasa anak meniru lingkungannya, tetapi juga dalam hal-hal lain seperti
berpakaian, berpenampilan, berpikir dan sebagainya. Sebagian besar kecakapan
yang dimiliki anak adalah hasil dari
meniru. Peniruan ini mungkin hanya menyangkut aspek-aspek tertentu, tetapi
dapat pula menyangkut sebagian besar atau bahkan keseluruhan kepribadian
individu. Bentuk imitasi demikian disebtu identifikasi atau penyamaan diri.
Bentuk
penyesuaian diri otoplastis yang lain adalah belajar. Sebenarnya imitasi pun
termasuk salah satu bentuk perbuatan belajar, tetapi dalam tulisan ini sengaja
dipisahkan untuk menunjukkan bentuk kegiatan belajar yang lebih didasari dan
lebih aktif. Belajar pada dasarnya merupakan suatu upaya pengubahan perilaku
individu, baik dalam segi kognitif, afektif maupun psikomotor, agar sesuai
dengan tuntutan atau dapat mengatasi tantangan yang datang dari lingkungan.
Jelaslah bahwa belajar merupakan suatu bentuk penyesuaian diri dari individu
terhadap tuntutan lingkungan. Makin tinggi tuntutan lingkungan makin meningkat
pula upaya belajar yang harus dilakukan individu.
Bentuk
penyesuaian diri dengan mengubah lingkungan atau penyesuaian aloplastis
dimanifestasikan dalam berbagai bentuk usaha memmpengaruhi, mengubah,
memperbaiki, mengembangkan dan menciptakan sesuatu yang baru. Seseorang mungkin
mempengaruhi orang lain agar orang tersebut mengikuti jalan pikiran atau
keinginnannya. Karena seseorang merasa kurang cocok dengan lingkungan yang
dihadapinya, maka ia berusaha untuk mengadakan beberapa perubahan atau
perbaikan, umpamanya mengubah penataan alat-alat yang ada di ruang kerjanya,
memperbaiki rumah, memperbaiki program kerja yang disusun oleh pejabat yang
terdahulu dan lain-lain. Pengembangan sesuatu program atau penciptaan sesuatu
alat, prosedur kerja baru dan lain-lain, juga merupakan upaya-upaya untuk
mengubah lingkungan, karena apa yang telah ada sebelumnya dipandang kurang baik
atau kurang dapat memenuhi kebutuhan, atau kurang memenuhi seleranya.
Dalam
penyesuaian diri dengan lingkungan mungkin juga terjadi secara serempak proses
pengubahan diri dan pengubahan lingkungan. Penyesuaian diri
otoplastis-aloplastis ini terjadi dalam kegiatan kompetisi, kooperasi dan
berbagai bentuk usaha pemecahan masalah bersama. Dalam suatu situasi kompetisi
masing-masing individu atau kelompok yang terlibat berusaha untuk memperbaiki
atau meningkatkan dirinya. Peningkatan pada seseorang mendorong orang lain
untuk berusaha melebihinya. Kalo pada situasi kompetisi individu-individu
berusaha memperbaiki diri untuk melebihi atau mengatasi orang lain, dalam kooperasi
individu memperbaiki diri agar dapat diterima dan dapat memberikan sumbangan
kepada orang lain. Masing-masing individu memperbaiki diri untuk mencapai
tujuan bersama dan kepentingan bersama.
Pemecahan
masalah merupakan salah satu bentuk penyesuaian diri yang sangat kompleks.
Bermodalkan potensi dan kecakapan yang dimilikinya, individu manusia mempunyai
kemampuan penyesuaian diri yang lebih baik dari binatang. Manusia tidak hanya
secara refleks dan mekanistis mengatasi tantangan, ancaman-ancaman dan gangguan
yang datang dari lingkungannya, ia mampu memecahkan segala masalah yang
dihadapinya. Melalui proses pemecahan masalah inilah sesungguhnya manusia maju
atau berkembang. Yang dikembangkan bukan hanya hal-hal yang ada dalam dirinya,
kecakapan-kecakapannya, tetapi juga hal-hal yang ada di luar dirinya,
lingkungannya. Peningkatan berbagai bidang kehidupan manusia, seperti bidang
sosial, ekonomi, budaya, politik, keamanan dan sebagainya, pada dasarnya
merupakan upaya manusia untuk memecahkan berbagai masalah dalam bidang
tersebut. Dengan demikian akan selalu menuntut perubahan baik pada diri
individu sebagai subjek maupun pada lingkungan sebagai objek.
Penolakan
Terhadap
hal-hal yang tidak disenangi, tidak dibutuhkan atau yang bersifat ancaman
individu akan melakukan usaha-usaha penolakan. Bentuk penolakan ini
bermacam-macam, tetapi pada garis besarnya dapat dibedakan dalam dua bentuk,
yaitu perlawanan (agression) dan
pelarian (withdrawl). Apabila
individu merasa kuat atau mempunyai kekuatan untuk menghadapi lingkungan yang
mengancam dirinya, maka ia akan melakukan perlawanan atau penentangan terhadap
lingkungan, tetapi apabila ia merasa lemah atau tidak mempunyai kekuatan untuk
melawan lingkungan maka ia akan menghindarkan diri atau melarikan diri.
Bentuk-bentuk
perbuatan menentang atau melawan ini bermacam-macam, mulai dari mengerutu,
mencela atau mengeritik, mencaci-maki, memarahi, sampai dengan merusak dan
menghancurkan. Demikian juga dengan penghindaran atau pelarian bentuknya
bermacam-macam, seperti perbuatan diam tidak memberi reaksi, tidak hadir dalam
suatu kegiatan, melepaskan diri dari tugas atau tanggung jawab, mencari-cari
kegiatan pengganti, mabuk, menyalah gunakan narkotika, berjudi, mencari
kekuatan yang bersifat irrasional dan lain-lain.
Komunikasi
Komunikasi
merupakan bentuk interaksi dengan menggunakan bahasa (verbal dan non verbal).
Manusia memiliki kemampuan untuk berbahasa dengan baik. Berkat penguasaan
kemampuan ini, manusia dapat berkomunikasi dengan manusia lainnya secara
sempurna. Dengan menggunakan bahasa seseorang menyatakan keinginan, kebutuhan
dan perasaannya kepada orang lain, memberikan layanan dan bantuan yang
dibutuhkan yang dibutuhkan orang lain. Bahasa juga merupakan alat berpikir yang
cukup ampuh. Melalui penggunaan bahasa, manusia dapat menata dan mengembangkan
pemikirannya, melakukan analisis, sintesis, pemecahan masalah dan pengembangan.
Berkat penguasaan bahasa pula manusia dapat berkomunikasi secara luas, bukan
saja dengan lingkungan yang dekat tetapi juga dengan lingkungan yang sangat
jauh, dapat belajar dan mengembangkan diri setinggi-tingginya.
Dasar
dari komunikasi adalah menerima dan menyampaikan informasi, pemikiran,
perasaan, sikap, dan lain-lain, dari dan kepada orang lain. Berkat komunikasi
ini terjadi saling pengertian, pemahaman, membantu, kerjasama untuk mencapai
kesejahteraan, ketentraman, dan kemajuan bersama.
Prinsip-prinsip
komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian kesejahteraan, ketentraman dan
kemajuan bersama ini bukan hanya berlaku bagi masyarakat secara umum, tetapi
juga bagi masyarakat anak dan remaja, bagi para peserta didik dan mahasiswa.
Sebagai kelompok sosial anak-anak dan remaja juga berkomunikasi antar daerah,
sekolah, kelas, usia, jenis kelamin dan antar individu; antara anak dan remaja
dengan orang tua, guru, orang dewasa lain dan masyarakat. Penguasaan bahasa
yang baik dan benar, isi dan cara berkomunikasi yang sehat, yang terbuka antar
individu, kelompok, jenjang, jenis dan daerah akan menjadi dasar dan sekaligus
media bagi perkembangan anak-anak dan remaja. Hambatan-hambatan komunikasi,
baik secara verbal maupun secara sosial-psikologis akan menghambat kelancaran
perkembangan anak dan remaja.
Kerjasama
Kehidupan
sosial menuntut individu untuk bekerjasama. Hampir tidak ada pekerjaan yang benar-benar
merupakan karya sendiri. Meskipun sesuatu pekerjaan dikerjakan sendiri, tetapi
menggunakan alat, bahan, atau cara hasil karya orang lain. Setiap pekerjaan
secara langsung atau tidak langsung membutuhkan kerjasama dengan orang lain.
Anak-anak dan remaja dalam pengembangan dirinya baik disekolah, dirumah ataupun
di masyarakat dituntut untuk bekerjasama. Di sekolah anak-anak bekerjasama
dengan teman-temanya, gurunya serta personil sekolah lainnya, di rumah mereka
bekerjasama dengan saudara-saudaranya, orang tuanya serta anggota keluarga yang
lainnya, di masyarakat mereka bekerja dengan sesama sebaya, dengan orang
dewasa, dengan sumber-sumber belajar lainnya.
Mereka
dituntut untuk memiliki dan mengembangkan terus kemampuan bekerjasama.
Kemampuan bekerjasama berintikan kesediaan untuk saling memberi dan menerima,
berbagi tugas dan tanggung jawab, mematuhi aturan permainan, dan bekerja sesuai
dengan tugas dan tanggung jawab yang diembannya demi pencapaian tujuan bersama.
Kelancaran kegiatan kerjasama didasari oleh rasa persaudaraan,
harga-menghargai, kerelaan berkorban, dan kesungguhan dalam bekerja.
Hampir
semua hal di atas merupakan faktor yang diperoleh dari lingkungan di rumah,
sekolah dan dimasyarakat, diperoleh melalui pengalaman dan kegiatan-kegiatan
belajar.
Aspirasi
sekolah dan pekerjaan
Aspirasi
merupakan jangkauan pandangan jauh ke depan disertai harapan dan kemauan untuk
mencapainya. Anak-anak harus memiliki aspirasi tentang masa depan mereka. Apa
cita-cita mereka, ingin menjadi apa mereka. Berdasarkan keinginan dan cita-cita
tersebut mereka memilih dan merencanakan jalan untuk mencapainya. Aspirasi
seorang peserta didik tentang masa depannya sangat dipengaruhi oleh aspirasi
dan motivasi dari orang tuanya, kondisi sosial-ekonomi orang tua, kemampuan dan
kemajuan yang dicapai saat sekarang, faktor-faktor lingkungan dan kesempatan
yang tersedia. Interaksi dengan teman-temannya, informasi dan bimbingan dari
guru-guru dan konselor sangat penting dalam membuka wawasan bagi pengembangan
aspirasi.
Aspirasi
yang cukup penting bagi perkembangan masa depan peserta didik terutama
berkenaan dengan cita-cita lanjutan studi (sekolah) dan pilihan pekerjaan.
Bidang keahlian dan profesi apa yang mereka minati atau senangi, mengapa mereka
menyenangi bidang tersebut. Makin rasional alasan penentuan bidang pekerjaan
yang mereka cita-citakan, makin mendekatkan mereka kepada pilihannya. Cita-cita
pekerjaan yang didukung oleh kemampuan yang sesuai makin memperdekat
kemungkinan ketercapaiannya.
Cita-cita
atau pilihan bidang keahlian atau profesi mungkin masih terlalu jauh bagi
anak-anak jenjang pendidikan dasar dan menengah, mereka masih harus menempuh
pendidikan yang lebih tinggi sebelum
memasukinya. Oleh karena itu aspirasi pekerjaan terkait erat dan diawali dengan
aspirasi lanjutan studi atau lanjutan sekolah. Anak-anak yang bercita-cita
menjadi dokter, harus memasuki SMA dan fakultas kedokteran terlebih dahulu
sebelum memasuki bidang profesi kedokteran. Jadi di samping aspirasi pekerjaan
anak-anak dan remaja perlu memiliki aspirasi pendidikan. Jenis dan jenjang
pendidikan mana yang harus menjadi cita-cita mereka sebelum memasuki bidang
pekerjaan. Sama dengan pengembangan aspirasi pekerjaan, aspirasi pendidikan
juga membutuhkan dorongan, informasi, arahan, dan bimbingan dari guru-guru,
pasar konselor dan orang tua mereka.
Kegiatan
Banyak
kegiatan anak-anak dan remaja yang penting bagi pelaksanaan program bimbingan
dan konseling, baik sebagai sumber data maupun sebagai media penyaluran dan
pengembangan potensi dan bakat mereka.
Kegiatan
ekstra kurikuler
Perkembangan
peserta didik bukan saja dapat dilihat dari kegiatan dan prestasi dalam bidang
akademis, tetapi juga dari kegiatan dan prestasi non akademis, baik disekolah
maupun luar sekolah. Kegiatan non akademis di sekolah dikelompokan sebagai
kegiatan ekstra kurikuler. Sesungguhnya kegiatan ekstra kurikuler mempunyai
fungsi dan peranan yang sama pentingnya dengan intra kurikuler. Banyak orang
yang sukses dan terkenal dalam bidang-bidang keorganisasian, olahraga, dan
kesenian yang pada awalnya ditekuni sebagai kegiatan ekstra kurikuler. Dewasa
ini kegiatan ekstra kurikuler kurang diminati para siswa, dan kurang memberikan
dukungan bagi pengembangan kemampuan, karena programnya yang kurang efektif
disertai fasilitas dan pembinaan yang sangat terbatas.
Pengembangan
bakat dan minat
Kegiatan
non akademis merupakan bidang kegiatan yang cukup luas, yang dapat dikembangkan
melalui kegiatan ekstra kurikuler di sekolah maupun luar sekolah. Kegiatan ini
mencakup bidang-bidang keagamaan, sosial, budaya, ekonomi, teknologi, bahasa,
komunikasi, pertanian, peternakan, perikanan, dan lain-lain. Anak-anak dan
remaja dapat memilih salah satu bidang yang sesuai dengan minat dan bakat
mereka, dan dimanfaatkan sebagai kegiatan pengisian waktu senggang dan
pengembangan hobi. Waktu senggang sebaiknya diisi dengan pengembangan hobi yang
bermanfaat bagi masa depan mereka, dalam lanjutan studi maupun setelah bekerja.
Masa anak dan remaja merupakan masa belajar, belajar mengembangkan semua
potensi dan kecakapan yang dimilikinya. Anak-anak yang memiliki banyak
kecakapan akan lebih mudah menghadapi masa depan.
Kegiatan
sosial
Kegiatan
non akademis juga dapat berbentuk pengembangan
kemampuan di bidang sosial. Kegiatan ekstra kurikuler atau pengembangan
minat dan hobi juga dapat dilakukan dalam kegiatan-kegiatan sosial. Anak-anak
dan remaja dapat berpartisipasi dan sekaligus belajar dalam kegiatan sosial
kemasyarakatan, membantu kegiatan: menyantuni anak-anak yatim piatu dan kaum
duafa, meringankan beban masyarakat yang mendapatkan musibah bencana alam,
kelaparan, sakit, dan lain-lain. Mereka dapat bergabung dalam berbagai
organisasi kemasyarakatan seperti PMI, karang taruna, dan lain-lain, disamping
organisasi-organisasi yang ada di sekolah seperti Osis, Pramuka, Palang Merah
Remaja, dan lain-lain.
Keluarbiasaan
dan kelainan-kelainan
Unsur
lain yang juga perlu dipahami dalam pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling
adalah keluarbiasaan dan kelainan-kelainan yang dimiliki siswa. Ada peserta
didik-peserta didik tertentu yang memiliki keluarbiasaan, tetapi juga ada yang
memperlihatkan kelainan. Keluarbiasaan peserta didik biasanya dapat dilihat
dari kemampuan dan prestasi yang sangat menonjol dari siswa, baik dalam bidang
akademis: ilmu dan teknologi; maupun bidang non akademis: keagamaan, kesenian,
olahraga, permainan, keterampilan, dan lain-lain.
Selain
keluarbiasaan yang perlu diketahui juga dari para peserta didik adalah
kelainan-kelainan yang dideritanya, baik kelainan fisik ataupun kelainan
sosial-psikologis. Kelainan-kelainan atau kekurangan yang diderita peserta
didik perlu mendapatkan perhatian yang cukup besar baik dari para konselor
maupun guru-guru. Kelainan dan kekurangan yang serius dapat mengganggu bahkan
menghambat perkembangan para siswa. Kelainan atau kekurangan aspek fisik dan
mental (intelektual) membutuhkan pemberian pelayanan khusus dari guru-guru dan
konselor, bila tidak dapat menjadi faktor penghambat bahkan dapat menjadi
penyebab kegagalan perkembangan mereka. Kelainan sosial dapat menghambat bahkan
menimbulkan kesulitan dalam hubungan dan partisipasi sosial. Kelainan dan
kekurangan fisik, mental, sosial yang masih dalam batas-batas normal dapat
menjadi konselor, tetapi kelainan dan kekurangan yang serius perlu penanganan
dari yang lebih ahli.
Latar
belakang
Penguasaan
suatu kemampuan, karakteristik pribadi, keberhasilan dan kegagalan atau masalah
yang dihadapi seringkali ada yang melatarbelakanginya. Latar belakang ini ada
yang bersumber dari dalam diri (siswa) atau faktor internal, dan luar diri atau
faktor-faktor eksternal. Faktor dalam diri berpangkal dari bawaan kelahiran,
yang kemudian mendapat pengaruh dari lingkungan. Karakteristik kemampuan bawaan
yang sudah dipengaruhi lingkungan dan relatif menetap pada seorang individu
atau seorang peserta didik membentuk kondisi internal dari individu atau
peserta didik tersebut. Kondisi internal yang sehat, utuh dan terpadu menjadi
modal yang sangat kuat bagi perkembangan yang cepat dan berkualitas. Sebaliknya
kondisi internal yang kurang sehat, kurang seimbang dan rapuh dapat
memperhambat, bahkan menghambat perkembangan selanjutnya.
Disamping
kondisi atau faktor internal, faktor lainnya yang berpengaruh terhadap
perkembangan individu atau peserta didik adalah faktor-faktor eksternal. Faktor
ini banyak sekali, yang secara garis besar dapat dikelompokkan ke dalam
faktor-faktor: keluarga, kelompok sebaya, sekolah sebelumnya, masyarakat
sekitar, dan masyarakat luar.
Latar
belakang keluarga
Keluarga
merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak-anak dan remaja. Mereka lahir
mendapatkan pemeliharaan, asuhan, didikan, bimbingan, pengajaran dan latihan
pertama kali dari keluarga. Meskipun anak-anak dan remaja sudah memasuki
lingkungan yang lebih luas, di sekolah dan masyarakat, tetapi pengaruh keluarga
tetap besar.
Ada
beberapa faktor dalam keluarga yang perlu mendapat perhatian dari konselor
karena banyak berperan terhadap perkembangan para siswa.
Kondisi
sosial-ekonomi keluarga. Kondisi sosial-ekonomi keluarga
berhubungan erat dengan pendapatan keluarga. Keluarga yang pendapatannya
mencukupi kebutuhan dasar keluarga, yaitu kebutuhan sandang, pangan, dan papan
dikategorikan sebagai keluarga cukup atau relatif sejahtera. Kalau salah satu
atau lebih dari faktor tersebut tidak terpenuhi dapat dikelompokkan sebagai
keluarga kurang mampu atau pra sejahtera. Sedang kalau selain sandang, pangan,
dan papan keluarga tersebut juga dapat memenuhi kebutuhan kesehatan, pendidikan
dan rekreasi dengan baik, dapat dipandang sebagai keluarga lebih dari cukup
atau keluarga sejahtera.
Kondisi
ekonomi keluarga akan berhubungan atau mempengaruhi kondisi sosial. Kondisi
ekonomi keluarga yang termasuk cukup atau lebih dari cukup, akan mampu membina
hubungan antar keluarga yang akrab. Kesamaan kondisi ekonomi seringkali
mendasari keakraban hubungan sosial sebab beberapa aktivitas sosial membutuhkan
dukungan finansial. Kondisi sosial-ekonomi seringkali mempengaruhi status soial
keluarga, atau pandangan masyarakat tentang posisi peran suatu keluarga diantara
keluarga-keluarga yang lainnya.
Status
sosial keluarga. Status sosial keluarga sesungguhnya
tidak secara otomatis ditentukan oleh kondisi sosial-ekonomi, tetapi lebih
ditentukan oleh peranannya dalam membina dan memajukan masyarakat. Suatu
keluarga (ayah dan ibu) yang banyak berperan dalam membina kerukunan,
keakraban, kesejahteraan dan kemajuan masyarakat akan mempunyai status sosial
yang relatif tinggi dibandingkan dengan keluarga yang hanya ikut
berpartisipasi. Status sosial keluarga juga seringkali ditentukan oleh latar
belakang pendidikan dan punya jabatan ayah atau ibu, bila latar belakang
pendidikan dan punya jabatan yang tinggi maka status sosialnya juga
tinggi.yang. Hal ini pun sebenarnya sama dengan kondisi sosial-ekonomi, tetapi
karena orang yang berlatar pendidikan tinggi biasanya punya jabatan yang
relatif tinggi, memiliki kondisi sosial-ekonomi yang relatif baik, dan banyak
berperan dalam memajukan masyarakat, sehingga ada generalisasi, setiap yang
berpendidikan tinggi, punya jabatan, dan status ekonominya baik maka status
sosialnya tinggi.
Hubungan
sosial-psikologis. Walaupun kondisi sosial-ekonomi dan
status sosial keluarga penting bagi perkembangan anak-anak dan remaja, tetapi,
tetapi yang lebih penting adalah kondisi sosial-psikologis keluarga. Hubungan
sosial-psikologis didasari oleh adanya ikatan emosional (saling
sayang-menyayangi) antar anggota keluarga, sehingga terjalin interaksi yang
akrab antar mereka, terutama antara ayah dengan ibu, ayah dan ibu dengan
anak-anak, dan antara anak dengan anak. Adanya jalinan kasih sayang antara
anggota keluarga terutama antara orang tua dengan anak-anak menjadi dasar bagi
kestabilan emosi, ketenangan dan ketentraman mental dapat membangkitkan
motivasi, kesungguhan, dan keseriusan dalam belajar, yang kesemuanya
mempengaruhi kelancaran perkembangan dan keberhasilan belajar.
Orang
tua menjadi pendidik pertama dan utama. Pada masa anak-anak masih kecil orang
tua adalah idola dari anak-anaknya. Orang tua mendidik anak-anak melalui
contoh-teladan. Setelah anak-anak menginjak remaja mereka menjadi teman tempat
mencurahkan perasaan, mendiskusikan masalah dan hal-hal yang mereka temui di
luar rumah. Orang tua juga sumber pemberi pertimbangan tentang hal-hal yang
akan dilakukan, dan pendorong untuk mencapai masa depan.
Agama
dan moral
Hal
lain yang sangat penting dan besar pengaruhnya terhadap perkembangan anak-anak
dan remaja adalah aspek agama dan moral. Agama memberikan pedoman tentang
bagaimana seharusnya manusia hidup sebagai pribadi, sebagai makhluk, dalam
keluarga, masyarakat, bagaimana mendidik dan mengajar anak. Pedoman dan
nilai-nilai dalam agama bersumber dari Allah SWT, pedoman dan nilai-nilai
tersebut bersifat mutlak.
Selain
itu ada nilai-nilai yang berasal dan berkembang dari masyarakat. Niali-nilai
ini pun menentukan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik mana
yang tidak baik berdasarkan persetujuan tertulis atau tidak tertulis di
masyarakat. Nilai-nilai moral bersifat relatif, tiap kelompok dan lingkungan
masyarakat mempunyai nilai sendiri, nilai-nilai tersebut berubah sesuai dengan
perkembangan masyarakat. Nilai moral pun menjadi acuan dalam berperilaku,
menjalin hubungan dan kerjasama antar orang, dalam kehidupan keluarga,
bermasyarakat, bekerja, belajar, dan lain-lain.
Nilai-nilai
mana yang menjadi pasangan utama seseorang, suatu keluarga atau kelompok
masyarakat, serta seberapa kuat mereka berpegang terhadap nilai-nilai tersebut,
sangat berpengaruh terhadap kehidupannya sebagai individu, sebagai warga
masyarakat, maupun sebagai pegawai/karyawan atau pimpinan/pejabat. Kekuatan
pegangan nilai pada masa anak-anak dan remaja besar sekali pengaruhnya terhadap
perkembangan selanjutnya. Kekuatan pegangan nilai-nilai ini, sangat dipengaruhi
oleh keteladanan, pendidikan, bimbingan, latihan yang diberikan dalam keluarga,
sekolah dan masyarakat.
Kelompok
sebaya
Faktor
lain yang juga besar pengaruhnya terhadap perkembangan anak-anak dan remaja
adalah kelompok teman sebaya atau “peer
group”. Anak-anak pada usia sekolah dasar, lebih-lebih pada usia sekolah
menengah pertama dan atas memiliki dorongan berkelompok yang sangat besar.
Mereka mulai melepaskan diri dari ikatannya dengan keluarga, menuju pada
pembentukan ikatan kemasyarakatan. Kelompok sebaya merupakan perantara antara
keduanya. Karena anak-anak pada masing-masing kelompok usia sekolah dasar,
sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas secara umum berada pada
tahap perkembangan yang sama, mereka memiliki karakteristik, kondisi
sosial-emosional dan kebutuhan yang relatif sama. Kesamaan kondisi dan
kebutuhan tersebut mendorong mereka untuk mengikat diri dalam kelompok-kelompok
sebaya.
Lingkungan
Masyarakat
Anak-anak
dan remaja hidup dan berkembang dalam lingkungan masyarakat tertentu. Mereka
tidak hanya hidup dan bergaul antar sesama anggota keluarga, tetapi juga antara
anggota keluarga dengan anggota masyarakat. Mereka berinteraksi dan
berkomunikasi dalam berbagai situasi dan tempat, situasi kerja, belajar,
keagamaan, politik, perdagangan, budaya, olahraga, rekreasi, dan lain-lain.
Situasi-situasi tersebut berpengaruh terhadap perkembangan anak-anak dan
remaja. Situasi yang mengandung hal-hal yang positif akan memberi pengaruh
positif, tetapi situasi yang mengandung hal-hal negatif akan memberikan
pengaruh negatif pula.
Dewasa
ini lingkungan masyarakat, tidak terbatas pada lingkungan alam dan sosial,
tetapi juga lingkungan teknologi. Lingkungan teknologi merupakan lingkungan
yang istimewa, karena kemampuannya yang luar biasa, jangkauannya yang tanpa
batas, jenis dan cakupannya yang beraneka. Lingkungan ini pun besar sekali
pengaruhnya terhadap perkembangan anak-anak dan remaja, memberikan pengaruh
positif maupun negatif.
Pengumpulan
data dari sumber pertama dapat dilakukan melalui teknik pengamatan atau
observasi, teknik komunikasi baik langsung atau tidak langsung serta melalui
teknik pengukuran. Makin tinggi tingkat usia peserta didik makin dapat
dipercaya penggunaan pendekatan ini, tetapi makin muda usia peserta didik kita
harus lebih berhati-hati menggunakan pendekatan ini. Untuk peserta didik
sekolah dasar tingkat rendah lebih baik menggunakan pendekatan pengumpulan data
dari sumber kedua, dan untuk tingkat kelas yang lebih tinggi lebih baik
digunakan sumber pertama dan sumber kedu. Pengumpulan data dari sumber kedua,
dapat diperoleh dari orang tua peserta didik serta anggota keluarga dekat
daripada siswa, guru-guru yang pernah mengajar dan bergaul lama dengan siswa,
serta petugas sekolah yang lain yang mengenal dengan baik pribadi serta tingkah
laku siswa, dokter pribadi atau perawat yang lama merawat peserta didik serta
orang-orang lain (mungkin temannya) yang telah lama bergaul dan mengenal
peserta didik dengan baik.
D.
Teknik
Pengempulan Data
Banyak
cara atau teknik pengumpulan data yang dapat digunakan dalam program bimbingan
dan konseling. Secara garis besar teknik-teknik tersebut dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu teknik pengumpulan data yang bersifat mengukur dan
menghimpun atau tidak mengukur.
Pengumpulan
data yang bersifat mengukur atau pengukuran (measurement)
kadang-kadang disebut juga pengumpulan data testing, menggunakan instrumen
standar atau yang sudah distandarisasikan. Karena instrumen yang digunakan
bersifat mengukur, maka hasil pengumpulan data atau hasil pengukurannya berupa
skor atau angka-angka hasil ukur. Skor atau angka yang diperoleh menunjukkan
tingkat kemampuan, atau kekuatan dari aspek yang diukur dengan berpegang pada
standar tertentu. Skor IQ 100 umpamanya menunjukkan tingkat kecerdasan seorang
peserta didik termasuk kategori normal atau rata-rata, skor 130 menunjukkan
sangat cerdas. Persentil 90 dalam bakat menunjukkan dia berada di atas 90% dari
suatu populasi, dan lain-lain.
Pengukuran
menggunakan istrumen pengumpul data berbentuk tes atau bentuk lain yang sudah
dibakukan. Pembakuan instrumen pengukuran, mencakup pengembangan instrumen yang
memiliki objektivitas dan validitas isi, konstruk dan bentuk validitas, dan
reliabilitas instrumen, serta tingkat kesukaran dan daya pembeda dari
butir-butir soal.
Pengumpulan
data yang bersifat menghimpun, umumnya tidak menggunakan instrumen yang
bersifat mengukur, tetapi menghimpun atau mendiskripsikan, instrumen yang
digunakan mungkin juga standar, karena sudah distandardisasikan, tetapi cara
penstandardisasiannya berbeda dengan instrumen pengukuran.
Instrumen
tersebut, tidak menghasilkan data hasil ukur, skor atau angka-angka dengan
kualifikasi standar tertentu, tetapi berupa diskripsi atau gambaran tentang
sifat-sifat, karakteristik, tingkah laku, peristiwa yang dialami siswa. Dalam
pengumpulan data ini juga dapat diperoleh skor atau angka kualifikasi
kemampuan, tetapi didapat melalui studi dokumenter, tidak diukur langsung.
Dalam
pengumpulan data bukan pengukuran, mungkin juga diperoleh angka-angka, tetapi
angka-angka tersebut bukan skor, interval atau rasio, tetapi berupa urutan atau
rangking, frekuensi jumlah, atau presentase. Untuk tujuan tertentu suatu
deskripsi dapat saja disederhanakan dengan menggunakan angka. Dalam inventori
untuk menyederhanakan suatu deskripsi mungkin menggunakan angka sebagai urutan
atau rangking. Data demikian biasa disebut data ordinal, sedang skor
menunjukkan data interval atau rasio. Instrumen berbentuk skala yang belum
dibakukan dapat dikelompokkan sebagai bukan pengukuran, karena instrumen
tersebut belum teruji, belum ada analisis butir soal. Data yang diperoleh dari
pengumpulan data dengan instrumen tersebut dapat dikelompokkan sebagai data
ordinal, sedang yang sudah dibakukan dapat termasuk sebagai instrumen
pengukuran dan datanya bersifat interval.
Pengumpulan
data bukan tes ada beberapa macam, yaitu observasi, wawancara, angket atau
inventori, studi dokumenter, studi kasus dan konferensi kasus. Observasi,
wawancara dan angket atau inventori ada yang bersifat mengukur, dan ada yang
hanya menghimpun atau mendiskripsikan. Observasi, wawancara, angket yang
bersifat mengukur biasanya menggunakan tes objektif atau skala, sedang yang
tidak mengukur menggunakan pertanyaan terbuka atau tertutup, isian, melengkapi,
atau deskripsi. Berdasarkan aspek pengumpulan data bukan tes mengumpulkan semua
aspek kepribadian individu, semua aktivitas, rencana, pemikiran, persepsi dan
harapan dengan segala latar belakang dan keterkaitannya dengan lingkungannya.
BAB
IV
PENUTUP
A. Simpulan
Dari penjelasan
atau uraian diatas dapat kami simpulkan bahwa dasar-dasar pemahaman peserta
didik di pengaruhi faktor pemahaman individu, prinsip-prinsip pengumpulan dan
penyimpanan data, dan macam-macam data . semuanya saling berhubungan sebagai
dasar pemahaman peserta didik.
B. Saran
Untuk itu kita
sebagai calon guru dan para guru, untuk dapat lebih memahami karakter para
peserta didiknya lebih jauh, misalnya dengan melakukan komunikasi terhadap
peserta didik serta melihat lingkungan sosial maupun keluarga yang dimana
peserta didik itu tinggal.
DAFTAR
PUSTAKA
Prof. Dr. H. Prayitno, M.Sc. Ed. dan Drs. Erman
Amti.2009. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.
Drs. Dewa Ktut Sukardi, MBA, MM. dan Desak P.E. Nila
Kusmawati.2008. Proses Bimbingan Dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka
Cipta.
Prof. Dr. Sunaryo Kartadinata, M.Pd.2007. bimbingan
dan konseling dalam praktek mengembangkan profesi dan kepribadian siswa.
Bandung : Maestro
Tidak ada komentar:
Posting Komentar