Translate

Minggu, 05 Januari 2014

MAKALAH DASAR-DASAR PEMAHAMAN PESERTA DIDIK


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Perlunya pemahaman terhadap peserta didik sangat penting dalam bimbingan dan konseling objek yang “digarapnya” atau dibantunya adalah klien atau para peserta didik yang merupakan individu. Sebelum konselor memberikan layanan atau bantuan bimbingan dan konseling terlebih dahulu melakukan pemahaman individu. Pemahaman tentang potensi, kemampuan, karakteristik, kebutuhan dan masalah-masalah yang dihadapinya. Jenis, layanan dan teknik bimbingan yang diberikan harus disesuaikan dengan hasil-hasil pemahaman tersebut. Untuk itu kami sebagai penulis sangat tertarik untuk membuat makalah ini agar tidak terjadi kesalahan dalam pemahaman terhadap masalah-masalah yang dihadapi oleh peserta didik.


B.     Tujuan Penulisan Makalah
1.      Sebagai bahan referensi tentang pemahaman individu.
2.      Untuk mengetahui tentang prinsip-prinsip pengumpulan dan penyimpanan data.
3.      mengetahui tentang macam-macam data.
4.      Supaya kita tau tentang bagaimana cara teknik pengumpulan data.






BAB II
RUMUSAN MASALAH

Sejauh mana pemahaman seorang mahasiswa calon guru tentang dasar-dasar pemahaman peaserta didik?














BAB III
PEMBAHASAN MASALAH

A.    Pemahaman Individu
Pemahaman objek yang akan dikerjakan atau digarap dituntut dilakukan hampir pada semua jenis pekerjaan. Seorang dokter sebelum memberikan obat terlebih dahulu melakukan anamnesaatau pemeriksaan laboratorium untuk memastikan penyakit yang diderita pasienya. Hakim sebelum menjatuhkan vonis, terlebih dahulu meminta bukti-bukti, penjelasan dan argumentasi dari jaksa dan kepolisian, dari terdakwa dari para saksi yang memperkuat atau menyangkal dugaan. Seorang komandan sebelum melakukan penyerangan , terlebih dahulu mencari informasi untuk mengetahui lokasi, kekuatan musuh dan medan yang akan ditempuh. Demikian juga petani melihat dulu keadaan sawah atau lading yang akan dicangkul, tukang kayu atau tukang cat terlebih dulu melihat, mempelajari bahan yang akan dikerjakan atau dicat. Mencangkul tanah gembur berbeda dengan tanah yang keras atau tanah berbatu-batu, membuat meubiler dari kayu jati berbeda dengan kayu kamper, batang kepala ataupun albasiyah, demikian juga mengecat bahan dari kayu berbeda dengan dari kayu berbeda dengan kayu besi dan plastic. Alat, bahan, cara yang digunakan sesuai dengan sifat, kondisi, dan karakteristik dan objek, benda atau barang yang akan dikerjakanya.
Dalam bimbingan dan konseling objek yang “digarapnya” atau dibantunya adalah klien atau para peserta didik yang merupakan individu. Sebelum konselor memberikan layanan atau bantuan bimbingan dan konseling terlebih dahulu melakukan pemahaman individu. Pemahaman tentang potensi, kemampuan, karakteristik, kebutuhan dan masalah-masalah yang dihadapinya. Jenis, layanan dan teknik bimbingan yang diberikan harus disesuaikan dengan hasil-hasil pemahaman tersebut.
Sebelum menjelaskan aspek-aspek yang dipahami dan cara-cara pemahamanya secara lebih rinci, terlebih dahulu akan dikemukakan kedudukan dari pemahaman individu dalam bimbingan dan konseling.

Fungsi Bimbingan
Seperti telah dikemukakan pada bab terdahulu, bahwa bimbingan dan konseling memiliki empat fungsi utama yaitu:
1)         Pemahaman individu
2)         Pencegahan dan pengembangan
3)         Penyesuaian diri
4)         Pemecahan masalah
Keempat fungsi tersebut terkait satu sama lain, dan fungsi pemahaman individu mendasari fungsi-fungsi yang lainya.
        Untuk dapatt melakukan pencegahan terhadap perilaku, kegiatan, penyaluran atau pengembangan kearah yang negatif atau menyimpang perlu pemahaman terhadap potensi, kekuatan, kelemahan dan kecenderungan-kecenderungan yang dimiliki . demikian juga untuk pengembangan dan penyaluran (fungsi kedua), perlu pemahaman terhadap kekuatan dan kelemahan yang ada di dalam diri individu dan yang ada dilingkunganya. Agar potensi dan kekuatan-kekuatan yang ada pada diri individu, tersalurkan secara tepat dan berkembang optimal, perlu pemahaman tentang lembaga-lembaga, kegiatan, program, subjek, objek, subjek, alat dan hal-hal lain yang ada di lingkunganya yang dapat dijadikan sebagai sumber dan sarana pengembangan dan penyaluran.
Pemahaman individu juga mendasari pemberian bantuan penyesuaian diri dan pemecahan masalah, bantuan penyesuaian diri dan pemecahan masalah. Bantuan penyesuaian diri merupakan  upaya untuk mencari keselarasan atau harmoni antar aspek-aspek yang ada di dalam diri individu, dan antara aspek dalam individu dengan di luar individu, dengan lingkunganya, baik lingkungan social, budaya, keagamaan, dll. Agar tercipta keselarasan perlu diketahui terlebih dahulu kondisi atau keadaan dari setiap aspek yang akan diselaraskan, baik aspek-aspek dalam diri individu maupun di luar individu. Untuk itu diperlukan berbagai upaya pemahaman, pemahaman diri dan luar dari individu.
Pemecahan masalah sangat terkait erat dengan proses pengembangan, penyaluran dan penyesuaian diri. Penyesuaian diri dilakukan dalam rangka pengembangan dan penyaluran potensi-potensi dan kekuatan yang dimiliki secara optimal. Apabila pengembangan dan penyaluran potensi dan kekuatan ini tidak optimal, terganggu atau terhambat maka munculah masalah. Pengembangan dan penyaluran berisi rangkaian proses atau kegiatan penyesuaian diri. Apabila ada hambatan atau gangguan,maka proses penyesuaian diri pun terganggu, terjadi kegagalan atau kesalahan penyesuaian diri, maka munculah masalah. Agar pemecahan masalah dapat dilakukan secara tepat dan akurat, maka diperlukan upaya pemahaman, pemahaman macam-macam bentuk masalah yang dihadapi dengan berbagai faktor yang melatar belakanginya.
Langkah Bimbingan Dan Konseling
Pemberian layanan bimbingan dan konseling, khususnya bimbingan yang bersifat kuratif atau korektif, menggunakan langkah-langkah layanan yang biasa digunakan dalam bidang kedokteran. Seorang dokter dalam memberikan layanan kesehatan secara umum menempuh tiga langkah atau kegiatan yaitu, diagnosis, prognosis, treatmen atau terapi.
1)        Diagnosis, merupakan langkah untuk mengetahui inti masalah atau kesulitan yang dihadapi oleh klien dengan berbagai faktor yang melatarbelakanginya. Bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif atau menyembuhkan berfungsi membantu klien mengatasi kesulitan atau memecahkan masalah yang dihadapinya. Sebelum konselor dapat memberikan bantuan pemecahan masalah, ia harus melakukan diagnosis. Diagnosis berisi kegiatan menganalisis masalah, menghubungkan satu gejala kesulitan dengan kesulitan lainya, antara kesulitan dengan hal-hal yang melatarbelakanginya. Dari analisis dan sintetis tersebut dapat disimpulkan apa ikutanya. Penyimpulan inti masalah dengan hal-hal yang terkait didalamnya didasarkan atas data yang diperoleh melalui berbagai pengumpulan data. Langkah diagnosis sebenarnya merupakan pemahaman individu, yaitu pemahaman masalah dengan berbagai factor yang melatarbelakanginya. Pemahaman individu lebih lengkap dari diagnosis, sebab data yang dihimpun dan dipahami mencakup semua aspek kepribadian, individu, potensi, kekuatan, kelemahan, termasuk di dalamnya, kesulitan, masalah dan hambatan yang dihadapi. Berdasarkan hasil diagnosis, maka konselor dapat melakukan prognosis dan treatmen.
2)        Prognosis, merupakan langkah menentukan/memperkirakan jenis bantuan yang dapat diberikan didasarkan atas jenis dan tingkat kesulitan atau masalah yang dihadapi.
3)        Treatmen, merupakan langkah pelaksanaan pemberian bantuan. Treatmen atau perlakuan ini ada yang bersifat “mengobati atau menyembuhkan” dan ada pula yang tidak mengobati atau menyembuhkan. Bantuan yang bersifat menyembuhkan disebut terapi karena menggunakan teknik-teknik bantuan yang bersifat terapeutik, sedang yang lainya bukan terapi karena lebih diarahkan pada pemberian informasi (informatif). Membantu memperbaiki penyesuaian diri (adjustif), atau membantu mengembangkan potensi dan kekuatan yang dimiliki (developmental) sebelum melakukan prognosis dan treatmen konselor harus melakukan diagnosis terlebih dahulu.
Layanan Bimbingan dan Konseling
Telah diuraikan dalam bab sebelumnya, bahwa ada berbagai bentuk layanan bimbingandan konseling yang dapat memberikan para konselor pendidikan di sekolah. Secara umum, layanan-layanan tersebut mencakup 1) pengumpulan data 2) pemberian informasi 3) penempatan 4) konseling 5) evaluasi dan tindak lanjut.
Layanan pengumpulan data merupakan layanan pertama, sebaba untuk memberikan layanan-layanan lainya seringkali diperlukan data lebih dahulu. Kalau dihubungkan dengan langkah-langkah bimbingan dan konseling, pengumpulan data merupakan langkah diagnosis , perkiraan dan pemilihan jenis  dan cara memberikan informasi, bantuan penempatan, konseling dan evaluasi serta tindak lanjut yang akan diberikan termasuk langkah prognosis, sedang pelaksanaan pemberian informasi, penempatan, dll., termasuk treatmen. Layanan pengumpulan data dan langkah diagnosis yang merupakan pelaksanaan dari fungsi pemahaman individu, kegiatan mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Fungsi pemahaman individu, ketiganya mempunyai keterkaitan yang sangat erat fungsi pemahaman individu (memahami semua potensi, kekuatan, karakteristik individu, kebutuhan dan tantangan perkembanganya), sebagai langkah pertama untuk mendiagnosis (kekuatan, kelemahan, kebutuhan, tantangan dan masalah yang di hadapai),  dilaksanakan melalui pengumpulan data (semua data tentang potensi, kekuatan, kebutuhan, tantangan, dan masalah).
Pengumpulan data merupakan kegiatan untuk menghimpun semua jenis data tentang klien (siswa) , yang diperlukan bagi pemberian bantuan bimbingan dan konseling. Data yang dikumpulkan dapat diperoleh melalui teknik pengumpulan data yang bersifat menghimpun (wawancara, pengamatan, angket dll) maupun yang bersifat mengukur (tes, skala, dll).



B.     Prinsip –prinsip Pengumpulan dan Penyimpanan Data
Dalam program bimbingan dan konseling , data mempunyai fungsi yang sangat penting, banyak layanan dan bantuan bimbingan dan konseling yang diberikan harus didasarkan atas data yang tepat. Tim atau seksi bimbingan dan konseling di sekolah harus memiliki program pengumpulan dan penyimpanan data yang lengkap, relevan, akurat, efisien, dan efektif.

Kelengkapan Data
Kelancaran dan keberhasilan pemberian layanan bimbingan dan konseling sangat didukung oleh tersedianya data yang lengkap, yang dapat mendukung semua kebutuhan pemberian layanan bimbingan dan konseling. Layanan bimbingan dan konseling mencakup : layanan yang bersifat pengembangan  atau kreatif, layanan informative, adjustif atau terapeutik, layanan pemberi informasi, penempatan, konseling atau evaluasi dan tindak lanjut, layanan klasikal, kelompok atau individual, layanan yang diberikan oleh konselor professional(konselor pendidikan) atau guru pembimbing, dll.
Agar dapat mendukung macam-macam pemberian layanan bimbingan dan konseling tersebut, data yang dikumpulkan hendaknya mencakup data : potensi kekuatan atau kecakapan keterampilan yang dimiliki, aspek intelektuan, social, emosional, fisik, dan motorik,kebutuhan tantangan, ancaman dan masalah yang dihadapi, karakteristik permanen ataupun temporere, data pribadi, keluarga dan masyarakat sekitar, data tentang kondisi saat ini, masa lalu dan rencana masa yang akan dating, dll.

Relevansi Data
Meskipun untuk pelaksanaan layanan bimbingan dan koseling dibutuhkan data yang lengkap, tetapi tidak sembarang data dikumpulkan dan disimpan. Data yang dihimpun hendaknya yang sesuai atau relevan dengan kebutuhan layanan bimbingan  dan konseling, mengingat begitu banyaknya jenis layanan bimbingan dan konseling yang dapat diberikan, maka data tersebut bukan saja harus lengkap tetapi juga harus dianalisis, dipadukan, dikelompokan sesuai dengan karakteristik dan tuntutan masing-masing jenis layanan. Untuk layanan bimbingan kuratif dibutuhkan data masalah dengan berbagai latar belakangnya sedang untuk layanan bimbingan dan pengembangan dibutuhkan data potensi, kekuatan, kebutuhan, tantangan, dll. untuk layanan yang bersifat individual perlu tersedia data individual, demikian juga dengan layanan kelompok dan klasikal, dibutuhkan data hasil analisis yang bersifat kelompok dan klasikal.
Keakuratan Data
Keakuratan data berhubungan dengan prosedur dan teknik pengumpulan data. Minimal ada empat hal berkenaan dengan pengumpulan data ini, pertama validitas data, apakah data itu tepat menggambarkan aspek yang dikumpulkan, kedua validitas instrument, apakah teknik dan instrument, apakah teknik dan instrument yang digunakan tepat, ketiga apakah proses pengumpulan datanya benar, dan keempat apakah analisis datanya tepat.
Validitas atau ketepatan data, menunjukan bahwa data tersebut benar-benar menggambarkan  aspek atau segi yang dikumpulkan. Data tentang kepribadian umpamanya benar-benar menguraikan tentang gambaran pribadi seseorang, bukan gambaran tentang hal-hal lain, demikian juga tentang kecerdasan, sikap, kebiasaan, dll. Ketepatan data yang dikumpulkan terkait erat dengan konsep atau definisi tentang aspek yang dikumpulkan, ketepatan data tentang kepribadian, kecerdasan, sikap, dll. Terkait erat dengan konsep kepribadian, kecerdasan, sikap, dll, yang digunakan.validitas data juga berhubungan erat dengan teknik pengumpulan data.
Validitas instrument menunjukan ketepatan teknik dan instrument yang digunakan. Pengumpulan data dalam program bimbingan dan konseling menggunakan banyak teknik dan instrument pengumpulan data, baik yang bersifat mengukur ataupun menghimpun. Data terukur (ordinasi, rasio atau interval) seperti ntingkat kecerdasan, bakat, sikap minat, motivasi dll, diperolehdengan menggunakan teknik pengumpulan data yang menggunakan instrument tes atau skala. Data deskripsi tentang sesuatu aspek kepribadian, karakteristik, kemampuan, perilaku, kebiasaan, kebutuhan, cita-cita, harapan, rencana, dll. Dikumpulkan dengan menggunakan teknik pengumpulan data non tes seperti wawancara, observasi, angket, dll. Pengujian validitas masing-masing instrument berbeda-beda. Meskipun demikian para konselor pendidikan dituntut dapat melakukan hal itu, minimal dalam validitas isi dan konstruk.
Proses pengumpulan data juga menentukan keakuratan data. Meskipun instrument yang digunakan memiliki validitas yang tinggi, tetapi apabila pelaksanaan pengumpulan datanya tidak benar maka data yang diperoleh tidak akan valid. Proses pengumpulan data terutama yang bersifat menghimpun, hendaknya dilaksanakan secara objektif. Yaitu mengungkap data sebagaimana adanay, menghindarkan hal-hal yang bersifat subjektif. Data dikumpulkan secara sistematis atau berurutan aspek demi aspek., dan teliti sehingga tidak ada data yang terlewat atau terlupakan.
Data yang telah dikumpulkan sebelum disimpan atau digunakan  perlu dianalisis atau diolah. Analisis data untuk pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling , lebih sederhana dibandingkan dengan analisis untuk kepentingan penelitian. Untuk pemberian bimbingan klasikal, data di analisis secara klasikal(kelompok kelas). Teknik analiosis yang digunakan terutama yang mengarah pada pencarian kecenderungan sentral, terutama presentase, modus atau frekuensi terbanyak, mean atau rata-rata.
Untuk layanan bimbingan dan konseling individual atau kelompok kecil, data dianalisis secara individual. Dari  penggunaan instrument tes atau skala akan diperoleh skor atau angka-angka, dan besaran angka tersebut berdasarkan pedoman instrument yang digunakan memiliki makna sendiri. Dari penggunaan instrumen yang bersifat menghimpun atau non tes diperoleh data deskripsi. Data tersebut perlu dianalisis , yaitu diurai, dipisah, dihubungkan, dikelompokan, dipadukan, sesuai dengan kebutuhan pemberian layanan bimbingan dan konseling.
Efisiensi Penyimpanan Data
Data yang sudah diolah atau dianalisis selanjutnya disimpan dalam kartu atau buku catatan pribadi atau commulative record. Dewasa ini catatan pribadi atau commulative record ini, tidak disimpan dalam bentuk kartu-kartu atau buku tetapi secara elektronik dalam CD atau computer, sehingga tidak membutuhkan tempat penyimpanan dokumen yang banyak, dan ruang data yang luas.
Apakah penyimpanan data dalam bentuk bahan cetak atau secara elektronik, pada prinsipnya sama berfungsi mendukung pemberian layanan bimbingan dan konseling. Penggunaan sarana bagan cetak atau fasilitas elektronik disesuaikan dengan kemampuan sekolah serta kesiapan tim bimbinga konseling. Penyimpanan data secara elektronik memang lebih efisien dibandingkan dengan bahan cetak, tetapi efisiensi juga berkenaan dengan system pendokumentasian. Pendokumentasian data secara sistematis disesuaikan dengan sistematika pemberian layanan bimbingan dan konseling, akan lebih efisien dibandingkan pendokumentasian yang tidak sistematik. Pendokumentasian data yang sudah dianalisis secara matang dan sesuai kebutuhan layanan bimbingan dan konseling, lebih efisien dibandingkan dengan yang analisis datanya belum matang.
Efektifitas Penggunaan Data
Program pengumpulan dan penyimpanan data mencangkup pula penggunaan data untuk pemberian layanan bimbingan dan konseling. Program pengumpulan dan penyimpanan data yang efektif  adalah yang dapat memberikan dukungan terhadap pemberian layanan bimbingan dan konseling, sehingga layanan tersebut dapat memberikan dampak atau hasil secara optimal.


C.      Macam-macam Data
Dalam pelaksanaan program bimbingan dan konseling, diperlukan data yang lengkap, yang dapat mendukung semua jenis layanan bimbingan. Secara umum data tersebut berkenaan dengan data kepribadian dengan berbagai aspeknya, factor-faktor yang berpengaruh, serta kebutuhan, tantangan dan permasalahan yang dihadapi.
Kepribadian merupakan keseluruhan system atau kesatuan psiko-fisik ini memiliki beberapa aspek, yaitu aku sebagai inti kesatuan psiko fisik, aspek psikis yang meliputi kecakapan, emosi dan perasaan, sikap dan minat, nilai, motivasi, kebiasaan, kondisi dan kemampuan fisik, keterampilan, serta factor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap aspek-aspek tersebut.

Aku
Manusia adalah makhluk yang memiliki aku atau diri (self atau ego). Aku atau the self merupakan segala perasaan, sikap, kepercayaan dan cita-cita idividu tentang dirinya. Setiap orang memiliki gambaran tentang dirinya (self picture), apakah gambaran itu disadari atau tidak, tepat atau tidak, realistic atau tidak. Gambaran diri yang disadari, adalah yang diingat, dirasakan, diketahui dan dilihat oleh dirinya, sedang yang tidak disadari  tidak diketahui oleh dirinya, tetapi mungkin diketahui atau dilihat oleh orang lain. Gambaran diri yang tepat menunjukan adanya adanya kesesuaian antara gambaran diri individu dengan gambaran atau pendapat orang luar (yang objektif) tentang individu tersebut. Makin sesuai makin tepatlah gambaran dirinya.
Tidak jarang kita temukan orang-orang yang memiliki gambaran diri yang kurang bahkan tidak tepat, lebih tinggi atau lebih rendah. Gambaran diri ini akan mempengaruhi
Mempengaruhi gambaran individu tentang orang lain. Individu yang mempunyai perasaan lebih (superior) akan memandang orang lain rendah, dan individu yang punya perasaan diri rendah akan memandang orang lain lebih tinggi.gambaran diri ini, gambaran diri menurut pendapat orang lain, dan pendapat individu tentang gambaran diri orang lain ini membentuk konsep diri atau konsep aku.
Gambaran yang realistis tentang dirinya sangat memegang peranan penting, baik bagi para siswa, mahasiswa maupun para calon pegawai, pejabat atau pemimpin. Bagi peserta didik gambaran diri sangat penting dalam perencanaan masa depan, perencanaan lanjutan study dan perencanaan karir. Bagi para mahasiswa dan calon pegawai, pejabat atau pimpinan, hal ini akan sangat berpengaruh dalam hubunganya dengan sesame kawanya, atasanya lebih-lebih lagi dengan bawahanya. Gambaran diri yang jauh melebihi kenyataan mempunyaio kencenderungan kearah adanya sifat-sifat sombong, angkuh, memandang orang lain orang lain jauh lebih lebih rendah darinya, meremehkan pekerjaan, ambisius, gila hormat, gila pangkat dsb. Gambaran diri yang berlebihan, dipihak lain akan menunjukan kecenderungan sifat-sifat suka berbohong, berpura-pura, mempertahankan diri, agresif dsb. Individu yang mempunyai gambaran tentang dirinya yang lebih rendah dari kenyataan cenderung akan memiliki sifat-sifat rendah diri, perasaan kurang mampu, kuarang kreatif, disamping kemungkinan akan memiliki berbagai bentuk tingkah laku kompensasi seperti keangkuhan, suka menghukum mempergunakan formalitas, menarik diri dsb.
Gambaran diri yang realistis yang sesuai dengan kenyataan, merupakan dasar bagi kepribadian dan kehidupan yang sehat. Makin jauh antara gambaran individu tentang dirinya dengan kenyataan, makin tidak realistic seseorang, dan ini bias mengarah pada penyimpangan kepribadian bahkan sakit.
Kepribadian individu juga berkebang, kepribadian adalah hasil dari perkembangan dan masih terus berkembang. Perkembangan kepribadian dipengaruhi oleh lingkungan dan pengalamannya lalu\\\\ yang lalu. Lingkungan individu apakah itu lingkungan rumah, sekolah atau masyarakat, lingkungan fisik, social, budaya, ekonomi, politik, religi berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian individu.
Demikian juga dengan halnya pengalaman, semua pengalaman masa lalu akan berpengaruh terhadap perkembangan pribadi individu  apakah pengalaman sekolah, bekerja , kehidupan, dsb. Bagaimana pengaruh dari semua pengalaman dan lingkungan tersebut kepada pembentukan pribadi individu sangat bersifat individual, atau unik, sukar untuk dapat ditarik suatu kaidah yang bersifat umum.

Fisik dan Keterampilan
Aspek fisik yang perlu dipahami atau  dikumpulkan datanya mencakup : bentuk dan postur tubuh, perimbangan tinggi dan berat badan, kondisi perkembangan badan, kondisi dan kesempurnaan fungsi panca indra terutama penglihatan, pendengaran dan perabaan. Kelengkapan dan kesempurnaan fungsi anggota badan (kaki’ tangan) kesempurnaan alat-alat bicara, kondisi hormonal terutama yang terkait dengan perkembangan seksual. Data lain yang perlu dikumpulkan berkenaan dengan aspek fisik adalah : kelainan-kelainan fisik, penyakit-penyakit menetap atau yang sering diderita, kecelakaan yang pernah dialami dll.
Terkait dengan aspek fisik ini adalah penguasaan keterampilan_keterampilan. Ketrampilan sesungguhnya tidak seluruhnya fisik’ di dalamnya terkait juga kemampuan-kemampuan psikis, oleh karena itu disebut psikomotor. Minimal dibedakan empat macam ketrampilan, yaitu : intelektual, social, seni dan motorik.

Kecakapan
Kecakapan (ability), atau kemampuan intelektual atau kognitif merupakan suatu kemampuan dalam mengetahui, memahami, memecahkan masalah, dan menciptakan sesuatu dengan menggunakan rasio atau pemikiran. Kecakapan intelekktual ada 2 macam yaitu kecakapan potensial atau kapasitas, dan kecakapan nyata atau kecakapan hasil belajar.
Kecakapan potensial merupakan kecakapan-kecakapan yang masih tersembunyi, masih kuncup belum termanifestasikan, dan merupakan kecakapan-kecakapan yang dibawa dari kelahiranya kecakapan nyata merupakan kecakapan yang sudah terbuka, sudah termanifestasikan dalam berbagai aspek kehidupan dan perilaku, dan berpangkal pada kecakapan potensial. Kecakapan ini sudah mendapat banyak pengaruh dari lingkungan dan dapat dilihat dalam perilaku khusus khusus ataupun perilaku sehari-hari.
Dari uraian-uraian diatas juga dapat disimpulkan bahwa intelegensi dan bakat-bakat menjadi modal dan sekaligus memberikan batas-batas bagi perkembangan kecakapan nyata. Seseorang yang memiliki intelegensi tinggi , mempunyai kemungkinan besar untuk memiliki kecakapan nyata yang tinggi pula, begitupun sebaliknya. Intelegensi sebagai kapasitas umum, memberikan modal bagi penguasaan kecakapan secara umum, sedang bakat memberikan modal; bagi penguasaan kecakapan-kecakapan nyata yang khusus.

Bakat
Secara umum dibedakan dua jenis bakat, yaitu : bakat skolastik dan bakat vokasional. Intelegensi yang merupakan kapasitas umum, menunjukan cara individu berbuat atau bertindak dalam menghadapi suatu situasi  terutama situasi-situasi yang bersifat problematic. Intelegensi masih merupakan potensi, perwujudanya dibantu oleh kecakapan-kecakapan dan pengetahuan yang telah dimiliki seseorang, terutama bahasa, berhitung atau matematika, dan ketrampilan-ketrampilan.
Ada tiga komponen dari bakat menurut Guilford yaitu komponen : intelektual, perceptual, dan psikomotor. Komponen intelektual terdiri atas beberapa aspek, yaitu : pengenalan, ingatan, berfikir konvergen, berfikir divergen, dan evaluasi. Koponen preseptual juga memiliki beberapa aspek, yaiyu pemusatan perhatian, ketajaman indra, orientasi ruang dan waktu, keluasan dan dan kecepatan mempersepsi. Komponen psiko motor terdiri atas aspek-aspek, rangsangan, kekuatan dan kecepatan gerak, ketepatan, koordinasi gerak kelenturan.
Sesuatu bakat dibentuk oleh kombinasi dari aspek-aspek tersebut. Tinggi atau rendahnya suatu bakat yang dimiliki oleh seseorang bukan saja ditentukan oleh  oleh kualitas dari aspek yang mendukung bakat tersebut. Ada dua kelompok bakat yang dimiliki individu yaitu bakat sekolah dan bakat pekerjaan. Bakat sekolah merupakan bakat yang dimiliki seseorang yang mendukung penyelesaian tugas-tugas atau perkembangan sekolah atau pendidikan. Bakat ini terutama berkenaan dengan kapasitas dasar untuk menguasai pelajaran atau perkuliahan. Bakat pekerjaan merupakan bakat yang dimiliki seseorang  berkenaan bidang pekerjaan atau jabatan tertentu, seperti bakat di bidang pertanian, ekonomi, hukum dsb.

Kecakapan Hasil Belajar
Kecakapan hasil belajar merupakan kemampuan nyata yang telah dikuasai seseorang pada suatu saat. Kecakapan berkembang dari kapasitas, baik bersifat umum maupun khusus. Hasil belajar merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil belajar seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan maupu perilaku ketrampilan berfikir, social dan motorik. Hamper sebagian besar perilaku yang diperlihatkan seseorang merupakan hasil belajar.
Beberapa contoh kecakapan, seperti kecakapan menulis, membaca, berbicara, pengetahuan, IPA, IPS dll. Ketrampilan dalam bidang teknik, administrasi, dll. Sebenarnya hamper seluruh perkembangan atau kemajuan hasil karya juga merupakan hasil belajar, sebab proses belajar tidak hanya berlangsung di sekolah saja tetapi juga di tempat kerja dan di masyarakat. Pada lingkungan kerja hasi belajar ini sering disebut prestasi kerja, yang sesungguhnya merupakan suatu achievement juga.

Inteligensi
Inteligensi juga dapat menjadi pegangan dalam penentuan tingkat perkembangan, khususnya perkembangan pendidikan seseorang. Mungkin hanya bisa menyelesaikan study sampai tingkat sekolah menengah, sedang yang intelegensinya tinggi diperkirakan dapat menyelesaikan perguruan tinggi.
Inteligensi atau kecerdasan merupakan kecakapan potensial yang bersifat umum, menunjuk kepada cara individu berbuat, apakah berbuat dengan cara yang inteligen atau tidak inteligen sama sekali. Suatu perbuatan yang inteligen ditandai oleh perbuatan yang tepat.  Cepat dan tepat dalam memahami unsur-unsur yang ada dalam situasi, dalam melihat hubungan antara unsure, dalam menari kesimpulan serta dalam mengambil keputusan atau tindakan.
Banyak teori tentang intelegensi ini, dan tiap teori karena bertolak dengan asumsi yang berbera memberikan rumusan yang berbeda pula. Menurut spearman ada dua factor dalam kecerdasan, yaitu factor umum dan factor khusus. Factor umum hamper mendasari semua perbuatan individu, sedangkan factor khusus berfungsi dalam perbuatan-perbuatan tertentu yang khas. Jadi factor khusus ini mirip dengan bakat pada apa yang telah dikemukakan bada bagian awal bab ini. Selanjutnya menurut spearman factor umum bersifat bawaan sedang factor khusus merupakan hasil belajar.
David weschler memberikan rumusan tentang inteligensi sebagai suatu kapasitas umum untuk bertidak, berpikir rasional, dan berinteraksi dengan lingkungan secara efektif. Edward L. Thorndike, mengemukakan tiga karakteristik dari perbuatan yang inteligen, yaitu : mendalam, meluas dan cepat.
Dari beberapa definisi dan karakteristik intelegensi, dapat disimpulkan cirri-ciri dari perilaku inteligen atau perilaku individu yang memiliki intelegensi tinggi.
1)      Terarah kepada tujuan. Perilaku inteligen selalu memiliki tujuan dan diarahkan kepada pencapaian tujuan tersebut, tidak ada perilaku yang sia-sia.
2)      Tingkah laku terkoordinasi. Seluruh aktivitas dari perilaku selalu terkoordinasi dengan baik. Tidak ada perilaku yang tidak direncanakan atau tidak terkendali.
3)      Sikap jasmaniah yang baik. Perilaku inteligen didukung dengan sikap yang baik, seorang peserta didik yang belajar secara inteligen , duduk dengan baik, menempatkan bahan yang dipelajari dengan baik, memegang alat tulis dengan baik dsb.
4)      Memiliki daya adaptasi yang tinggi. Perilaku inteligen cepat membaca dan menyesuaikan diri dengan lingkungan.
5)      Berorientasi pada sukses. Perilaku inteligen berorientasi pada keberhasilan, tidak takut gagal, selalu optimis.
6)      Mempunyai motivasi yang tinggi. Perilaku inteligen selalu di dorong dengan motivasi yang kuat.
7)      Dilakukan dengan cepat. Perilaku inteligen dilakukan dengan cepat, karena ia dengan cepat pula dapat memahami situasi atau permasalahan.
8)      Menyangkut kegiatan yang luas. Perilaku inteligen menyangkut suatu kegiatan yang luas dan kompleks yang membutuhkan pemahaman dan pemikiran yang mendalam.
Inteligensi Jamak
Konsep intelligensi jamak (multiple intelligence), dikembangkan oleh howard gardner didasarkan atas hasil penelitianya selama beberapa tahun tentang kapasitas kognitif manusia. Gardner menolak asumsi,  bahwa kognisi manusia merupakan satu kesatuan dan individu hanya mempunyai inteligensi tunggal, meskipun sebagian besar individu menunjukan penguasaan seluruh spectrum intelegensi, tingkat individu memiliki tingkat penguasaan yang berbeda. Individu memiliki beberapa inteligensi, dan inteligensi-inteligensi itu bergabung menjadi satu kesatuan membentuk kemampuan pribadi yang cukup tinggi. Sebenarnya inteligensi multiple bukan hal yang baru, seperti telah dikemukakan dalam uraian terdahulu spearman menyebutnya sebagai special faktor, sedang para ahli lain menyebutnya sebagai bakat attitude.
Gardner mendefinisikan inteligensi sebagai “kecakapan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupanya, mengembangkan masalah baru untuk di pecahkan, membuat atau melakukan sesuatu yang bermanfaat dalam kehidupanya”.
Gardner yang mendasarkan konsepnya atas teori multicultural, merumuskan ada tujuh teori inteligensi:
1)      Inteligensi linguistic-verbal, kecakapan berpikir melalui kata, menggunakan bahasa untuk untuk menyatakan dan menggunakan arti yang kompleks. Para penulis, ahli bahasa, sastrawan, jurnalis, penyiar adalah orang-orang yang memiliki inteligensi linguistik yang tinggi.
2)      Intelegensi matematis-logis, kecakapan untuk menghitung , mengkuantitatif, merumuskan proposisi dan hipotesis, serta memecahkan perhitungan-perhitungan matematis yang kompleks. Para ilmuan, ahli matematis, insinyur, akuntan, pemrogram computer adalah orang-orang yang tinggi dalam inteligensi logis-matematisnya.
3)      Intelegensi ruang visual, merupakan kecakapan berpikir dalam ruang tiga dimensi. Seorang yang memiliki inteligensi visul-ruang yang tinggi seperti pilot, nahkoda, astronot, pelukis, perupa, arsitek, perancang dll. mampu menangkap bayangan ruang internal dan eksternal, uuntuk penentuan arah dirinya atau benda yang dikendalikan, atau mengubah, mengkreasi dan menciptakan karya-karya tiga dimensi nyata.
4)        Intelegensi kinestetik ayau gerakan fisik (kinesthetic intelligence). Kecakapan melakukan gerakan dan keterampilan kecakapan fisik seperti dalam olahraga, atletik, menari, kerajinan tangan, bedah dll. Orang-orang yang memiliki inteligensi kinestetik yang tinggi adalah olahragawan, penari, pencipta tari, pengrajin profesional, dokter bedah, dll.
5)        Inteligensi musik (musical intelligence).Kecakapan untuk menghasilkan dan menghargai musik, sensitivitas terhadap melodi, ritme, nada, tangga nada, menghargai bentuk-bentuk ekspresi musik. Komponis, dirigen, musisi, kritikus musik, pembuat instrumen musik, penyanyi, pengamat musik adalah adalah orang-orang yang memiliki inteligensi musik yang tinggi.
6)        Inteligensi hubungan sosial (interpersonal intelligence). Kecakapan memahami dan merespon serta berinteraksi dengan orang lain dengan tepat, watak, temperamen, motivasi dan kecenderungan terhadap orang lain. Orang-orang yang memiliki inteligensi hubungan sosial diantaranya guru, konselor, pekerja sosial, aktor, pimpinan masyarakat, politikus dll.
7)        Inteligensi kerohanian (intrapersonal intelligence),kecakapan memahami kehidupan emosional, membedakan emosi orang-orang, pengentahuan tentang kekuatan dan kelemahan diri. Kecakapan membentuk persepsi yang tepat terhadap orang, menggunakannya dalam merencanakan dan mengarahkan kehidupan yang lain. Agamawan, psikolog, psikiater, filosof, adalam mereka yang memiliki inteligensi pribadi yang tinggi.

Intelegensi Emosional dan Spiritual
Konsep inteligensi yang juga banyak dibahas dewasa ini, adalah inteligensi emosional. Konsep ini muncul dari beberapa pengalaman, bahwa kecerdasan intelektual yang tinggi saja tidak cukup untuk menghantarkan orang menuju sukses. Menurut Daniel Goleman (1995) pengembangan inteligensi emosional, orang-orang sukses selain memiliki inteligensi intelektual yang tinggi tetapi juga memiliki stabilitas emosi, motivasi kerja yang tinggi, mampu mengendalikan stres, tidak mudah putus asa, dll. pengalaman-pengalaman demikian memperkuat keyakinan bahwa di samping inteligensi intelektual juga ada inteligensi emosional. Orang yang memiliki inteligensi emosional yang tinggi adalah mereka yang mampu mengendalikan diri (mengendalikan gejolak emosi), memelihara dan memacu motivasi untuk terus berupaya dan tidak mudah menyerah atau putus asa, mampu mengendalikan dan mengatasi stres, mampu menerima kenyataan, dapat merasakan kesenangan meskipun dalam kesulitan.
Selain multiple dan imotional intelligence, yang banyak dibicarakan saat ini adalah inteligensi spiritual (spiritual intelligence). Konsep inteligensi ini dikembangkan oleh Zohar dan Mashall (2000). Pengertian spiritual dalam konsep Zohar dan Mashall bukan dan tidak ada kaitannya dengan spiritual dalam konsep agama. Menurut mereka inteligensi spiritual berkenaan dengan kecakapan internal, bawaan dari otak dan psikis manusia, menggambarkan sumber yang paling dalam ddari hati semesta itu sendiri. Inteligensi spiritual merupakan inteigensi rohaniah, yang menuntun diri kita memungkinkan kita utuh. Inteligensi spiritual adalah kecerdasan yang bukan saja mengetahui nilai-nilai yang ada tetapi juga secara kreatif menemukan nilai-nilai baru.
Zohar dan Marshall, mengemukakan beberapa indikator dari inteligensi spiritual yang tinggi, yaitu:
1)        Kemampuan untuk menjadi fleksibel.
2)        Derajat kesadaran yang tinggi,
3)        Kecakapan untuk menghadapi dan menggunakan serangan,
4)        Kecakapan untuk menghadapi dan menyalurkan/memindahkan rasa sakit,
5)        Kualitas untuk terilhami oleh visi dan nilai,
6)        Enggan melakukan hal yang merugikan,
7)        Kecenderungan melihat hubungan antar hubungan yang berbeda (keterpaduan),
8)        Ditandai oleh kecenderungan untuk bertanya mengapa, dan mencari jawaban  mendasar,
9)        Mandiri, menentang tradisi.

Kreativitas
Salah satu kemampuan utama yang memegang peran penting dalam kehidupan dan perkembangan manusia adalah kreativitas. Kemampuan ini banyak dilandasi oleh kemampuan intelektual, seperti inteligensi, bakat dan kecakapan hasil belajar, tetapi juga didukung oleh faktor-faktor efektif dan psikomotor. Kreativitas merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menemukan dan menciptakan sesuatu hal baru, cara-cara baru, model baru yang berguna bagi dirinya dan bagi masyarakat. Hal baru itu tidak perlu sesuatu yang sama sekali tidak pernah ada sebelumnya, unsur-unsurnya mungkin kualitas yang berbeda dengan keadaan sebelumnya. Jadi hal baru itu adalah sesuatu yang sifatnya inovatif.
Beberapa ahli walaupun mengemukakan rumusan yang agak berbeda tetapi intinya sama. David Campbell menemukan bahwa kreativitas adalah suatu kemampuan untuk menciptakan hasil yang sifatnya baru, inovatif, belum ada sebelumnya, menarik, aneh dan berguna bagi masyarakat.
Utami Munandar (1977) memberikan rumusan tentang kreatifitas sebagai kemampuan: a) untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi atau unsur yang ada, b) berdasrkan data atau informasi yang tersedia, menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekananya adalah pada kualitas, ketepatgunaan dan keragaman jawaban, c) yang mencerminkan kelancaran, keluwesan dan orsinilitas dalam berpikir serta kemampuan untuk mengelaboraasi suatu gagasan.
Kreatifitas atau berbuatan kreatif banyak berhubungan dengan inteligensi. Seseorang yang kreatif pada umumnya memiliki inteligensi yang cukup tinggi. Seorang yang tingkat inteligensinya rendah, maka kreativitasnya juga relatif kurang. Kreatifitas juga berkenaan dengan kepribadian. Seorang yang kreatif adalah orang yang memiliki ciri-ciri kepribadian tertentu seperti: mandiri, bertanggung jawab, kerja keras, motivasi tinggi, optimis, punya rasa ingin tahu yang besar, percaya diri, terbuka, memiliki toleransi, kaya akan pemikiran dll.
Inti dari kreativitas adalah pengembangan kemampuan berpikir divergen dan bukan pemikiran konvergen. Berfikir divergen adalah proses berfikir melihat sesuatu masalah dari berbagai sudut pandangan, atau menguraikan suatu masalah atas beberapa kemungkinan pemecahan. Untuk pengembangan kemampuan demikian diperlukan situasi belajar mengajar yang banyak memberi kesempatan kepada peserta didik untuk memecahkan masalah, melakukan beberapa percobaan, mengembangkan gagasan atau konsep-konsep peserta didik sendiri. Situasi demikian menuntut pula sikap yang lebih demokratis, terbuka, bersahabat, percaya kepada siswa.

Perasaan
Perasaan (feeling) berkaitan erat dengan emosi (emotion), keduanya merupakan suasana psikis batin yang dihayati seseorang pada suatu saat. Dalam kehidupan sehari-hari keduanya sering diartikan sama, dan digunakan istilah sama yaitu perasaan. Perasaan menunjukan suasana batin yang tidak nampak keluar, lebih tenang ibarat riak air atau hembusan angin sepoy-sepoy. Emosi menggambarkan suasana batin yang lebih dinamis, bergejolak, dan terbuka seperti gelombang, gelora atau angin topan. Perasaan lebih tersembunyi atau tertutup atau tidak banyak melibatkan aspek-aspek fisik, sebaliknya emosi lebih terbuka dan nampak keluar karena melibatkan ekspresi jasmaniah. Sebagaimana gerakan air atau angin, perasaan bisa berubah, beberapa perasaan yang halus bersatu dan meningkat intensitasnya menjadi gejolak yang keras yaitu emosi.
Perasaan seperti halnya juga emosi merupakan suatu batin atau suasana hati yang membentuk suatu kontinum atau garis lurus. Kontinum ini bergerak dari ujung sangat sangat senang sampai dengan ujung yang paling sangat tidak senang. Beberapa bentuk perasaan yang lain senang-tidak senang (pleasant-unpleasant) adalah: suka atau tidak suka (like-dislike), tegang atau lega (straining-relaxing), terangsang atau tidak terangsang (exciting-subduing).
Suatu perasaan, rasa senang, suka, tegang atau terangsang dll., timbul karena adanya perangsang dari luar. Perangsang dari luar berbaur dengan kondisi sesaat dari individu dan membangkitkan suatu perasaan. Intensitas perasaan yang dihayati seseorang bergantung pada kuat atau lemahnya perangsang-perangsang yang datang, kondisi sesaat, kesan serta penerimaan individu terhadap perangsang-perangsang tersebut. Oleh karena itu perasaan bersifat subjektif dan temporer. Sesuatu yang disukai seseorang belum tentu disukai oleh yang lainnya, sesuatu yang disukai pada suatu saat belum tentu tetap disukai pada saat lainnya. Kesukaan seseorang terhadap sesuatu hal juga tidak selalu menetap.
Meskipun perasaan ini subjektif dan temporer, tetapi perasaan-perasaan tertentu muncul dari suatu kebiasaan. Rasa senang terhadap makanan, pakaian, peralatan, kegiatan, perilaku tertentu muncul dari kebiasaan. Perasaan senang atau tidak senang terhadap sesuatu objek yang telah menetap dan mengakar kuat membentuk sikap dan adat-istiadat.

Simpati dan Empati
Simpati 9sympathy) dan dan empati (empathy) merupakan bentuk-bentuk dari perasaan. Simpati adalah suatu kecenderungan untuk turut merasakan apa yang sedang dirasakan oleh orang lain. Pada waktu Sultan Hamengku Bowono IX wafat datang pernyataan simpati dari berbagai penjuru dunia. Inilah arti sesungguhnya dari simpati, tetapi dalam masyarakat berkrmbang pula arti lain dari simpati, yaitu rasa senang atau tertarik kepada seseorang. Seseorang yang menarik karena parasnya, pakaiannya atau penampilannya disebut simpatik. Sedah tentu artinya menjadi berbeda dengan arti sesungguhnya.

Rasa Senang Akan Keindahan
Setiap indivisu mempunyai rasa senang akan keindahan, tetapi objek dan ukuran rasa indah bagi seseorang belum tentu demikian bagi orang lain. Sesuatu lkisan menurut seseorang sangat indah, tetapi bagi yang lain sama sekali tidak melihat adanya sesuatu yang indah. Dengan demikian keindahan tidak terletak pada bendanya, tetapi berada pada orang yang melihatnya, yaitu pada perasaannya. Apabila sesuatu objek menimbulkan rasa senang pada seseorang, maka bagi orang itu objek tersebut indah. Secara umum memang ada kriteria-kriteria tentang keindahan, seperti tata bentuk, komposisi dan keserasian warna, keseimbangan dan sebagainya, tetapi bagi orang-orang tertentu untuk tujuan dan dalam situasi tertentu subjektivitas lebih memegang peranan penting.



Rasa Bersalah dan rasa duka
Kedua emosi ini dialami seseorang karena kegagalan atau kesalahan dalam melakukan sesuatu perbuatan yang berkenaang dengan norma. Seperti halnya dengan jenis-jenis emosi yang lain, keduanya memiliki nilai positif apabila intensitasnya tidak terlalu kuat dan dialami dalam tempo yang cukup panjang, maka memberikan dampak negatif.

Cinta
Jenis perasaan ini sangat populer, banyak diangkat menjadi tema-tema karya seni, mengandung keindahan, romantika disamping banyak menimbulkan tragedi baik dalam keluarga maupun masyarakaat. Menurut Erich Fromm (1956) rasa cinta berkembang dari kesadaran manusia akan keterpisahannya dari yang lain, dan kebutuhan untuk mengatasi kecemasan karena keterpisahan tersebut melalui pembentukan suatu persekutuan dengan yang lain. Manusia sebagai individu berdiri sendiri terlepas dari yang lainnya. Karena kesendirian dan keterlepasaanya dari yang lain inilah, seringkali ia merasa kesepian, merasa cemas, ia membutuhkan seseorang atau orang lain. Berkat adanya situasi ini tumbuhlah rasa cintanya akan orang lain atau suatu hal di luar dirinya.
Prescott (1957) mengemukakan beberapa ciri dan rasa cinta: 1) cinta melibatkan rasa empati, seseorang yang mencintai berusaha memasuki perasaan dari orang yang dicintainya, 2) orang yang mencintai sangat memperhatikan kebahagiaan, kesejahteraan dan perkembangan diri orang yang dicintainya, 3) orang yang mencintai menemukan perasaan senang, dan hal ini menjadi sumber bagi peningkatan kebahagiaan, kesejahteraan dan perkembangan dirinya, 4) orang yang mencintai berusaha melakukan upaya dan turut membantu orang yang dicintai untuk mendapatkan kebahagiaan, kesejahteraan dan kemajuan. Objek cinta tidak selalu manusia, bisa juga Tuhan, benda, kendaraan, negara, bangsa, tanah air, dll.

Emosi
Emosi (emotion) merupakan perpaduan dari beberapa perasaan yang mempunyai intensitas yang relatif tinggi, dan menimbulkan suatu gejolak suasana batin. Emosi seperti ahalnya perasaan juga membentuk suatu kontinum, bergerak dari emosi positif sampai dengan yang negatif.
Adanya beberapa ciri emosi, yaitu:
Pertama pengalaman emosional bersifat pribadi. Kehidupan emosional seorang individu tumbuh dari pengalaman emosionalnya sendiri. Pengalaman emosional ini sangat sebjektif dan bersifat pribadi, berbeda antara seorang individu dengan individu lainnya. Ada perangsang-perangsan tertentu  yang secara umum menimbulkan rangsangan emosional yang sama kepada individu, seperti rasa takut pada ular, tetapi karena sering ditakut-takuti atau diberi peringatan bahwa ular itu berbahaya maka setelah besar ia menjadi takut akan ular karena pernah dipatuk ular.
Dengan demikian pengalaman sangat memegang perasaan penting dalam pertumbuhan rasa takut, dan jenis-jenis emosi lainnya. Pengalaman emosional ini tidak selalu terjadi secara sadar, bisa juga berlangsung secara tidak sadar. Kadang-kadang seseorang tidak mengerti kenapa ia merasa takut terhadap sesuatu yang sesungguhnya tidak perlu ditakuti, merasa benci terhadap sesuatu atau seseorang yang ia tidak ketahui kesalahannya. Pengalaman emosional tersebut menjadi secara tidak disadari.
Kedua, adanya perubahan aspek jasmaniah. Pada waktu individu menghayati sesuatu emosi, maka terjadi beberapa perubahan pada aspek jasmaniah. Perubahan-perubahan tersebut tidak selalu terjadi secara serempak, mungkin yang satu mengikuti yang lainnya. Demikian juga intensitas perubahan pada sesuatu aspek berbeda dengan aspek lainnya, dan pada seorang individu dengan individu lainnya. Kalau seorang individu marah, perubahan yang paling kuat mungkin pada debar jantungnya, sedang yang lain pada pernafasannya, dan sebagainya. Dalam jenis-jenis emosi yang kuat seperti marah, takut, rangsangan seksual dan sebagainya, pekerjaan jantung dan tekanan darah mengalami perubahan. Debar jantung bertambah kuat mengakibatkan jumlah darah yang dipompakan lebih banyak, hal itu akan meningkatkan tekanan darah. Pada waktu menghayati sesuatu emosi, terjadi pula perubahan pada pernafasan. Jalannya pernafasan mungkin lebih cepat, atau lambat, tambah dalam atau dangkal.
Ketiga, emosi diekspresikan dalam perilaku. Emosi yang dihayati seseorang diekspresikan dalam perilakunya, terutaman dalam ekspresi roman muka dan suara/ bahasa. Seorang yang sedang mengalami rasa takut atau marah, akan dapat dilihat dari gerak-gerik tubuhnya, tetapi akan lebih jelas nampak pada roman mukanya. Wajah yang memerah dengan raut muka yang tegang, mata melotot, gigi gemeretak adalah ekspresi roman muka dari seorang yang sedang marah. Seorang yang mengalami ketakutan mengekspresikan wajah yang pucat, meringis, gemetar dan sebagainya. Menurut beberapa penelitian, ekspresi emosi melalui roman muka ini berbeda antara suatu lingkungan kebudayaan dengan lingkungan kebudayaan lainnya. Hal ini berarti bahwa ekspresi roman muka dipengaruhi oleh kebudayaan.
Ekspresi emosi ini juga dipengaruhi oleh pengalaman, belajar dan kematangan. Orang-orang tunanetra pada umumnya kurang dapat mengekspresikan emosinya melalui roman muka, sebab mereka tidak pernah melihat roman mukanya atau roman muka orang lain. Orang dewasa mengekspresikan suatu emosi berbeda dengan anak, karena sebagai orang yang telah matang ia dapat mengendalikan diri dan juga telah mempelajari bagaimana cara mengekspresikan perasaan yang baik. Selain melalui roman muka ekspresi emosi juga dapat dilihat dari nada suaranya. Suara tertawa menunjukkan kebahagiaan, suara tangis menunjukkan kesedihan dan sebagainya. Yang mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan. Demikian juga halnya dengan emosi, dapat mendorong sesuatu kegiatan, apakah menjauhi atau mendekati suatu objek yang memberikan rangsangan emosional. Seseorang yang sedang marah mungkin ingin memukul orang yang merangsang amarahnya, orang yang sedang takut berusaha menjauhi objek yang ditakutinya. Secara umum berlaku ketentuan, bahwa emosi yang menyenangkan mendekatkan kepada objek dan emosi yang tidak menyenangkan menjauhkan.
Takut, Cemas, dan Khawatir 
Ketiga macam emosi ini berkenaan dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu. Pada rasa takut ancaman ini lebih khusus dan jelas sedang pada cemas dan khawatir objek yang mengancamnya tidak begitu jelas. Seorang merasa khawatir karena menghadapi suatu situasi yang tidak bisa memberikan jawaban yang jelas, tidak bisa mengharapkan sesuatu pertolongan, dan tidak ada harapan yang jelas akan mendapatkan hasil. Kecemasan dan kekhawatiran memiliki nilai positif, asalkan intensitasnya tidak begitu kuat, sebab kecemasan dan kekhawatiran yang ringan dapat merupakan motivasi. Kecemasan dan kekhawatiran  yang sangat kuat bersifat negatif, sebab dapat menimbulkan gangguan baik secara psikis maupun fisik.
Marah dan Permusuhan 
Marah dan permusuhan merupakan suatu perasaan yang dihayati oleh seseorang atau suatu kelompok yang cenderung bersifat menyerang. Pada umumnya kedua jenis emosi ini diberi makna negatif, walaupun sesungguhnya merupakan suatu kondisi yang normal. Keduanya merupakan suatu cara individu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan memenuhi kebutuhannya melalui bentuk perilaku agresif atau menyerang. Marah dan permusuhan terhadap sesuatu perbuatan atau keadaan yang negatif adalah sesuatu yang konstruktif, asalkan intensitas penghayatannya tidak terlalu kuat serta dinyatakan dengan cara yang konstruktif pula.
Sikap dan Minat
Sikap dan minat merupakan aspek afektif yang relatif menetap, berbeda dengan emosi dan perasaan yang lebih bersifat temporer. Baik sikap maupun minat berhubungan erat dengan perasaan, terutama rasa senang atau tidak senang, suka atau tidak suka.
Sikap
Sikap (attitude) merupakan kecenderungan untuk merespon atau bertindak terhadap orang, objek ataupun situasi tertentu. Ada beberapa aspek dari sikap, yaitu pengetahuan, perasaan dan motivasi. Sikap seseorang terhadap sesuatu dipengaruhi oleh pengetahuan tentang hal tersebut. Pengetahuan yang tepat dan memadai akan memberikan dasar kejelasan sikap (positif atau negatif), sebaliknya pengetahuan yang salah atau tidak lengkap menjadi dasar bagi sikap ragu-ragu. Sikap juga dipengaruhi oleh perasaan seseorang tentang sesuatu, sikap positif terkait dengan perasaan senang, sebaliknya sikap negatif muncul karena adanya perasaan tidak senang, benci dan lain-lain. Sikap juga mengandung aspek motivasi, mendorong untuk mendekatkan diri atau menjauhkan diri dari sesuatu. Kuat atau lemahnya perasaan dan motivasi individu terhadap sesuatu akan mempengaruhi intensitas sikapnya.
Untuk keberhasilan perkembangan dan belajar anak-anak dan remaja sebagai siswa, mereka hendaknya mempunyai sikap yang positif terhadap: dirinya sendiri, orang tua dan anggota keluarga yang lain, teman-teman, guru, pelajaran, sekolahnya dan lain-lain. Lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat yang sehat, yang kondusif dapat menumbuhkan sikap positif terhadap hal-hal yang ada dalam lingkungan tersebut.
Minat
Minat (interest) merupakan suatu kekuatan, motivasi yang menyebabkan seseorang memusatkan perhatian terhadap seseorang, sesuatu benda ataupun kegiatan tertentu. Minat mempunyai hubungan yang sangat erat dengan sikap kedua-duanya merupakan tenaga pendorong bagi perbuatan seseorang. Sikap dan minat lebih  banyak dipengaruhi oleh lingkungan, keduanya bersifat pribadi dan dikembangkan sejak masa kanak-kanak. Dalam pendidikan disekolah sikap dan minat sangat memegang peranan penting dalam belajar, karena banyak mendasari motif terhadap pelajaran, kegiatan belajar, berlatih, penyelesaian tugas-tugas, terhadap jurusan serta sekolah tempat mereka belajar.
Watak dan Temperamen 
Beberapa ahli psikologi mengartikan kepribadian sama dengan watak dan atau temperamen atau memandang watak dan temperamen sebagai aspek utama dari kepribadian. Sesungguhnya watak dan temperamen hanyalah merupakan salah satu aspek atau unsur kepribadian, sama dengan unsur-unsur atau aspek kepribadian yang lain, watak atau temperamen lebih memegang peranan utama untuk sesuatu tugas, peran ataupun pekerjaan, dan aspek lain memegang peranan penting dalam hal lain.
Watak atau karakter merupakan kecenderungan tingkah laku seseorang  berkenaan dengan nilai, sedangkan temperamen merupakan kecenderungan akan kehidupan emosi dan perasaan seseorang. Watak berkenaan dengan masalah moral, apakah seorang lebih cenderung berwatak baik atau jahat. Temperamen lebih berkenaan dengan predisposisi kehidupan emosi, apakah seorang sabar atau penaik darah, pemaaf atau penghukum, pemberani atau penakut, apakah emosinya sudah digoyahkan atau mudah digoyahkan dan sebagainya. Watak dan temperamen seorang peserta didik seringkali mempengaruhi perkembangan belajarnya.
Motivasi
Motivasi merupakan konsep yang digunakan dalam menggambarkan tenaga yang mendorong dan mengarahkan kegiatan individu. Motivasi juga merupakan konsep yang berkenaan dengan arah dan intensitas tingkah laku. Seseorang yang lapar akan pergi mencari makanan, makin tinggi motivasi makin kuat usaha pencariannya.
Motivasi terbentuk oleh tenaga-tenaga yang bersumber dari dalam dan dari luar diri individu. Tenaga-tenaga pendorong tersebtu dibedakan antara: desakan (drive), motif (motive), kebutuhan (need), dan keinginan (wish). Walaupun ada kesamaan dan semuanya mengarah kepada motivasi beberapa ahli memberikan arti khusus terhadap hal-hal tersebut. Desakan diartikan sebagai dorongan yang mengarah pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah. Motif adalah dorongan yang tertuju pada pemenuhan kebutuhan psikis atau rohaniah. Kebutuhan merupakan suatu keadaan di mana individu merasakan adanya kekurangan, atau ketiadaan sesuatu yang diperlukannya. Keinginan merupakan harapan untuk mencapai atau memiliki sesuatu yang dibutuhkan. Walaupun ada variasi makna, keempat hal tersebut sangat bertalian erat dan sukar dipisahkan, dan semuanya termasuk kondisi yang mendorong individu melakukan kegiatan atau motivasi.
Motivasi mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kegiatan siswa, mempengaruhi intensitas kegiatan belajar dan kegiatan lainnya, tetapi motivasi juga dipengaruhi oleh tujuan dari kegiatan-kegiatan tersebut. Makin tinggi dan berarti suatu tujuan kegiatan, makin kuat motivasinya, dan makin kuat kotivasi akan makin tinggi aktifitas yang dilakukannya. Ketiga komponen kegiatan tersebut saling berkaitan erat dan membentuk satu kesatuan yang disebut proses motivasi.
Motivasi memiliki dua fungsi yaitu: pertama mengarahkan directional function, dan kedua mengaktifkan dan meningkatkan kegiatan atau activiting and energizing function. Dalam mengarahkan kegiatan, motivasi berperan mendekatkan atau menjauhkan individu dari sasaran yang akan dicapai. Apabila sesuatu sasaran atau tujuan merupakan sesuatu yang diinginkan oleh individu, maka motivasi berperan mendekatkan (aproach motivation), dan bila sasaran atau tujuan tidak diinginkan oleh individu, maka motivasi berperan menjauhi sasaran (avodiance motivation). Karena motivasi berkenaan dengan kondisi yang cukup kompleks, maka mungkin pula terjadi bahwa motivasi tersebut sekaligus berperan mendekatkan dan menjauhkan sasaran (aproach-avodiance motivation).
Desakan, motif, kebutuhan, dan keinginan yang terlibat dalam suatu motivasi seringkali bukan hanya satu macam, tetapi beberapa, mungkin juga banyak sekali, sehingga terjadi pemilihan atau seleksi (choice atau selectivity). Motif atau kebutuhan mana yang akan dilayani oleh individu tergantung dari hasil pemilihan atau seleksi. Biasanya yang terkuat yang dilayani atau menjadi pendorong kegiatan individu. Kekuatan sesuai motif atau kebutuhan sangat subjektif dan situasional, tidak selalu sama bagi setiap individu dan situasi. Motif memiliki buku dari para peserta didik berbeda dengan ilmuwan, guru, usahawan, petani atau pedagang. Pada para siswapun berbeda pula kekuatan motif tersebut, apabila ia akan mengerjakan tugas, menghadapi ulangan atau ujian akhir. Kekuatan suatu motif atau motivasi, bergantung pada tiga hal: pertama kekuatan dasar sesuatu motif, kedua besarnya harapan atau keinginan yang akan dipenuhi dengan sesuatu motif, dan ketiga besarnya kepuasan yang diantisipasi oleh individu.
Motivasi juga dapat berfungsi mengaktifkan (activating) atau meningkatkan (energizing) kegiatan. Suatu perbuatan atau kegiatan yang tidak bermotif atau motifnya sangat lemah, akan dilakukan dengan tidak sungguh-sungguh, tidak terarah dan kemungkinan besar tidak akan membawa hasil. Sebaliknya apa bila motivasinya besar atau kuat, maka akan dilakukan dengan sungguh-sungguh, terarah dan penuh semangat sehingga kemungkinan akan berhasil lebih besar.
Menurut sifatnya motivasi dibedakan atas tiga macam, yaitu:
1.      Motivasi takut (fear motivation), seorang mengerjakan sesutau karena takut ancaman atau mendapatkan hukuman. Peserta didik di sekolah mengerjakan tugas atau selalu hadir di kelas karena takut mendapatkan hukuman atau tidak lulus.
2.      Motivasi insentif (incentive motivation), individu melakukan sesuatu perbuatan untuk mendapatkan sesuatu insentif. Peserta didik rajin belajar karena ingin mendapatkan nilai baik, naik kelas atau lulus.
3.      Sikap (attitude motivation atau self motivation). Motivasi ini lebih bersifat intrinsik, muncul dari dalam individu, berbeda dengan kedua macam motivasi sebelumnya yang lebih bersifat ekstrinsik dan datang dari luar individu. Sikap merupakan suatu motivasi karena menunujukan ketertarikan atau ketidaktertarikan seseorang terhadap sesuatu objek. Seseorang yang mempunyai sikap positif terhadap sesuatu akan menunjukkan motivasi yang besar terhadap hal itu. Motivasi ini datang dari dirinya sendiri karena adanya rasa senang atau suka serta faktor-faktor subjektif lainnya. Peserta didik sungguh-sungguh dalam belajar karena mempunyai sikap positif terhadap sekolah, jurusan, atau guru-gurunya. Peserta didik berlatih olahraga atau kesenian dengan rajin.

Abraham Maslow (dalam Herbert L Petri, 1980), membagi keseluruhan motif atas lima kategori yang membentuk hierarki dari yang terendah sampai tertinggi, yaitu:
1)      Motif fisiologis, yaitu dorongan-dorongan untuk memenuhi kebutuhan jasmaniah, seperti kebutuhan akan makan, minum, bergerak dan lain-lain.
2)      Motif pengamanan, yaitu dorongan-dorongan untuk menjaga atau melindungi diri dari macam-macam ancaman dan gangguan.
3)      Motif persaudaraan dan kasih sayang, yaitu motif untuk membina hubungan baik, kasih sayang, persaudaraan baik dengan jenis kelamin yang sama maupun yang berbeda.
4)      Motif harga diri, yaitu motif untuk mendapatkan pengenalan, pengakuan, penghargaan, dan penghormatan dari orang lain.
5)      Motif aktualisasi diri merupakan motif untuk menyatakan atau merealisasikan potensi-potensi yang dimilikinya. Realisasi potensi ini dilakukan melalui berbagai pengalaman dan kegiatan belajar. Seorang yang telah mengaktualisasi diri secara penuh memiliki pribadi yang utuh, sehat, dan seimbang.

Hubungan Sosial     
Manusia adalah makhluk sosial, dia hidup dan dibesarkan dalam lingkungan sosial tertentu. Dalam kehidupannya manusia berada bersama orang lain, membutuhkan orang lain, memberikan sesuatu kepada orang lain dan menerima bantuan dari orang lain. Manusia akan mengalami kesulitan bila hidup sendirian, merasa sunyi, takut dan lemah. Ada beberapa hal penting di dalam hubungan sosial ini, yaitu: interaksi, penyesuaian diri, komunikasi dan kerjasama.

Interaksi
Interaksi merupakan bentuk dasar dari hubungan sosial, seseorang memberikan sesuatu aksi kepada orang lain dan daripadanya ia menerima reaksi. Aksi dan reaksi ini dapat berbentuk bahasa lisan, isyarat ataupun tindakan. Melalui bentuk aksi dan reaksi ini terjadi saling pengaruh-mempengaruhi. Secara garis besar ada dua kecenderungan interaksi individu dengan lingkungan, yaitu: (a) individu menerima lingkungan, dan (b) individu menolak lingkungan. Sesuatu yang datang dari lingkungan mungkin diterima oleh individu sebagai sesuatu yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, menguntungkan atau merugikan. Sesuatu yang menyenangkan atau menguntungkan akan diterima oleh individu, tetapi yang tidak menyenangkan atau merugikan akan ditolak atau dihindari.

Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri merupakan salah satu bentuk interaksi yang didasari oleh adanya penerimaan atau saling mendekatkan diri. Terhadap hal-hal yang disenangi atau dirasakan menguntungkan, individu akan melakukan berbagai bentuk kegiatan penyesuaian diri. Dalam penyesuaian diri ini, yang diubah atau disesuaikan bisa hal-hal yang ada pada diri individu (autoplastic), atau dapat juga hal-hal yang ada pada lingkungan diubah sesuai dengan kebutuhan individu (alloplastic), atau penyesuaian diri otoplastis dan aloplastis terjadi secara serempak.
Bentuk penyesuaian diri otoplastis yang paling elementer adalah peniruan atau imitasi. Manusia lahir sebagai bayi yang berbadan kecil, lemah, tidak bisa apa-apa dan tidak tahu apa-apa, berhadapan dengan lingkungan yang lebih besar, lebih kuat, lebih pandai dan sebagainya. Diawali dengan upaya yang tidak sadar, baru kemudian menjadi lebih sadar, individu yang serba lemah dan tidak berdaya ini meniru apa saja yang diperlihatkan oleh lingkungannya. Setiap anak akan menirukan bahasa yang digunakan oleh lingkungan dimana ia hidup dan dibesarkan. Anak tapanuli akan berbahasa ibu tapanuli, anak minang berbahasa minang, anak manado berbahasa manado, karena mereka meniru ayah, ibu dan anggota keluarga yang lain yang menggunakan bahasa tersebut. Bukan hanya dalam kecakapan berbahasa anak meniru lingkungannya, tetapi juga dalam hal-hal lain seperti berpakaian, berpenampilan, berpikir dan sebagainya. Sebagian besar kecakapan yang dimiliki anak  adalah hasil dari meniru. Peniruan ini mungkin hanya menyangkut aspek-aspek tertentu, tetapi dapat pula menyangkut sebagian besar atau bahkan keseluruhan kepribadian individu. Bentuk imitasi demikian disebtu identifikasi atau penyamaan diri.
Bentuk penyesuaian diri otoplastis yang lain adalah belajar. Sebenarnya imitasi pun termasuk salah satu bentuk perbuatan belajar, tetapi dalam tulisan ini sengaja dipisahkan untuk menunjukkan bentuk kegiatan belajar yang lebih didasari dan lebih aktif. Belajar pada dasarnya merupakan suatu upaya pengubahan perilaku individu, baik dalam segi kognitif, afektif maupun psikomotor, agar sesuai dengan tuntutan atau dapat mengatasi tantangan yang datang dari lingkungan. Jelaslah bahwa belajar merupakan suatu bentuk penyesuaian diri dari individu terhadap tuntutan lingkungan. Makin tinggi tuntutan lingkungan makin meningkat pula upaya belajar yang harus dilakukan individu.
Bentuk penyesuaian diri dengan mengubah lingkungan atau penyesuaian aloplastis dimanifestasikan dalam berbagai bentuk usaha memmpengaruhi, mengubah, memperbaiki, mengembangkan dan menciptakan sesuatu yang baru. Seseorang mungkin mempengaruhi orang lain agar orang tersebut mengikuti jalan pikiran atau keinginnannya. Karena seseorang merasa kurang cocok dengan lingkungan yang dihadapinya, maka ia berusaha untuk mengadakan beberapa perubahan atau perbaikan, umpamanya mengubah penataan alat-alat yang ada di ruang kerjanya, memperbaiki rumah, memperbaiki program kerja yang disusun oleh pejabat yang terdahulu dan lain-lain. Pengembangan sesuatu program atau penciptaan sesuatu alat, prosedur kerja baru dan lain-lain, juga merupakan upaya-upaya untuk mengubah lingkungan, karena apa yang telah ada sebelumnya dipandang kurang baik atau kurang dapat memenuhi kebutuhan, atau kurang memenuhi seleranya.
Dalam penyesuaian diri dengan lingkungan mungkin juga terjadi secara serempak proses pengubahan diri dan pengubahan lingkungan. Penyesuaian diri otoplastis-aloplastis ini terjadi dalam kegiatan kompetisi, kooperasi dan berbagai bentuk usaha pemecahan masalah bersama. Dalam suatu situasi kompetisi masing-masing individu atau kelompok yang terlibat berusaha untuk memperbaiki atau meningkatkan dirinya. Peningkatan pada seseorang mendorong orang lain untuk berusaha melebihinya. Kalo pada situasi kompetisi individu-individu berusaha memperbaiki diri untuk melebihi atau mengatasi orang lain, dalam kooperasi individu memperbaiki diri agar dapat diterima dan dapat memberikan sumbangan kepada orang lain. Masing-masing individu memperbaiki diri untuk mencapai tujuan bersama dan kepentingan bersama.
Pemecahan masalah merupakan salah satu bentuk penyesuaian diri yang sangat kompleks. Bermodalkan potensi dan kecakapan yang dimilikinya, individu manusia mempunyai kemampuan penyesuaian diri yang lebih baik dari binatang. Manusia tidak hanya secara refleks dan mekanistis mengatasi tantangan, ancaman-ancaman dan gangguan yang datang dari lingkungannya, ia mampu memecahkan segala masalah yang dihadapinya. Melalui proses pemecahan masalah inilah sesungguhnya manusia maju atau berkembang. Yang dikembangkan bukan hanya hal-hal yang ada dalam dirinya, kecakapan-kecakapannya, tetapi juga hal-hal yang ada di luar dirinya, lingkungannya. Peningkatan berbagai bidang kehidupan manusia, seperti bidang sosial, ekonomi, budaya, politik, keamanan dan sebagainya, pada dasarnya merupakan upaya manusia untuk memecahkan berbagai masalah dalam bidang tersebut. Dengan demikian akan selalu menuntut perubahan baik pada diri individu sebagai subjek maupun pada lingkungan sebagai objek.

Penolakan
Terhadap hal-hal yang tidak disenangi, tidak dibutuhkan atau yang bersifat ancaman individu akan melakukan usaha-usaha penolakan. Bentuk penolakan ini bermacam-macam, tetapi pada garis besarnya dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu perlawanan (agression) dan pelarian (withdrawl). Apabila individu merasa kuat atau mempunyai kekuatan untuk menghadapi lingkungan yang mengancam dirinya, maka ia akan melakukan perlawanan atau penentangan terhadap lingkungan, tetapi apabila ia merasa lemah atau tidak mempunyai kekuatan untuk melawan lingkungan maka ia akan menghindarkan diri atau melarikan diri.
Bentuk-bentuk perbuatan menentang atau melawan ini bermacam-macam, mulai dari mengerutu, mencela atau mengeritik, mencaci-maki, memarahi, sampai dengan merusak dan menghancurkan. Demikian juga dengan penghindaran atau pelarian bentuknya bermacam-macam, seperti perbuatan diam tidak memberi reaksi, tidak hadir dalam suatu kegiatan, melepaskan diri dari tugas atau tanggung jawab, mencari-cari kegiatan pengganti, mabuk, menyalah gunakan narkotika, berjudi, mencari kekuatan yang bersifat irrasional dan lain-lain.

Komunikasi
Komunikasi merupakan bentuk interaksi dengan menggunakan bahasa (verbal dan non verbal). Manusia memiliki kemampuan untuk berbahasa dengan baik. Berkat penguasaan kemampuan ini, manusia dapat berkomunikasi dengan manusia lainnya secara sempurna. Dengan menggunakan bahasa seseorang menyatakan keinginan, kebutuhan dan perasaannya kepada orang lain, memberikan layanan dan bantuan yang dibutuhkan yang dibutuhkan orang lain. Bahasa juga merupakan alat berpikir yang cukup ampuh. Melalui penggunaan bahasa, manusia dapat menata dan mengembangkan pemikirannya, melakukan analisis, sintesis, pemecahan masalah dan pengembangan. Berkat penguasaan bahasa pula manusia dapat berkomunikasi secara luas, bukan saja dengan lingkungan yang dekat tetapi juga dengan lingkungan yang sangat jauh, dapat belajar dan mengembangkan diri setinggi-tingginya.
Dasar dari komunikasi adalah menerima dan menyampaikan informasi, pemikiran, perasaan, sikap, dan lain-lain, dari dan kepada orang lain. Berkat komunikasi ini terjadi saling pengertian, pemahaman, membantu, kerjasama untuk mencapai kesejahteraan, ketentraman, dan kemajuan bersama.
Prinsip-prinsip komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian kesejahteraan, ketentraman dan kemajuan bersama ini bukan hanya berlaku bagi masyarakat secara umum, tetapi juga bagi masyarakat anak dan remaja, bagi para peserta didik dan mahasiswa. Sebagai kelompok sosial anak-anak dan remaja juga berkomunikasi antar daerah, sekolah, kelas, usia, jenis kelamin dan antar individu; antara anak dan remaja dengan orang tua, guru, orang dewasa lain dan masyarakat. Penguasaan bahasa yang baik dan benar, isi dan cara berkomunikasi yang sehat, yang terbuka antar individu, kelompok, jenjang, jenis dan daerah akan menjadi dasar dan sekaligus media bagi perkembangan anak-anak dan remaja. Hambatan-hambatan komunikasi, baik secara verbal maupun secara sosial-psikologis akan menghambat kelancaran perkembangan anak dan remaja.

Kerjasama
Kehidupan sosial menuntut individu untuk bekerjasama. Hampir tidak ada pekerjaan yang benar-benar merupakan karya sendiri. Meskipun sesuatu pekerjaan dikerjakan sendiri, tetapi menggunakan alat, bahan, atau cara hasil karya orang lain. Setiap pekerjaan secara langsung atau tidak langsung membutuhkan kerjasama dengan orang lain. Anak-anak dan remaja dalam pengembangan dirinya baik disekolah, dirumah ataupun di masyarakat dituntut untuk bekerjasama. Di sekolah anak-anak bekerjasama dengan teman-temanya, gurunya serta personil sekolah lainnya, di rumah mereka bekerjasama dengan saudara-saudaranya, orang tuanya serta anggota keluarga yang lainnya, di masyarakat mereka bekerja dengan sesama sebaya, dengan orang dewasa, dengan sumber-sumber belajar lainnya.
Mereka dituntut untuk memiliki dan mengembangkan terus kemampuan bekerjasama. Kemampuan bekerjasama berintikan kesediaan untuk saling memberi dan menerima, berbagi tugas dan tanggung jawab, mematuhi aturan permainan, dan bekerja sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diembannya demi pencapaian tujuan bersama. Kelancaran kegiatan kerjasama didasari oleh rasa persaudaraan, harga-menghargai, kerelaan berkorban, dan kesungguhan dalam bekerja.
Hampir semua hal di atas merupakan faktor yang diperoleh dari lingkungan di rumah, sekolah dan dimasyarakat, diperoleh melalui pengalaman dan kegiatan-kegiatan belajar.

Aspirasi sekolah dan pekerjaan
Aspirasi merupakan jangkauan pandangan jauh ke depan disertai harapan dan kemauan untuk mencapainya. Anak-anak harus memiliki aspirasi tentang masa depan mereka. Apa cita-cita mereka, ingin menjadi apa mereka. Berdasarkan keinginan dan cita-cita tersebut mereka memilih dan merencanakan jalan untuk mencapainya. Aspirasi seorang peserta didik tentang masa depannya sangat dipengaruhi oleh aspirasi dan motivasi dari orang tuanya, kondisi sosial-ekonomi orang tua, kemampuan dan kemajuan yang dicapai saat sekarang, faktor-faktor lingkungan dan kesempatan yang tersedia. Interaksi dengan teman-temannya, informasi dan bimbingan dari guru-guru dan konselor sangat penting dalam membuka wawasan bagi pengembangan aspirasi.
Aspirasi yang cukup penting bagi perkembangan masa depan peserta didik terutama berkenaan dengan cita-cita lanjutan studi (sekolah) dan pilihan pekerjaan. Bidang keahlian dan profesi apa yang mereka minati atau senangi, mengapa mereka menyenangi bidang tersebut. Makin rasional alasan penentuan bidang pekerjaan yang mereka cita-citakan, makin mendekatkan mereka kepada pilihannya. Cita-cita pekerjaan yang didukung oleh kemampuan yang sesuai makin memperdekat kemungkinan ketercapaiannya.
Cita-cita atau pilihan bidang keahlian atau profesi mungkin masih terlalu jauh bagi anak-anak jenjang pendidikan dasar dan menengah, mereka masih harus menempuh pendidikan yang lebih tinggi  sebelum memasukinya. Oleh karena itu aspirasi pekerjaan terkait erat dan diawali dengan aspirasi lanjutan studi atau lanjutan sekolah. Anak-anak yang bercita-cita menjadi dokter, harus memasuki SMA dan fakultas kedokteran terlebih dahulu sebelum memasuki bidang profesi kedokteran. Jadi di samping aspirasi pekerjaan anak-anak dan remaja perlu memiliki aspirasi pendidikan. Jenis dan jenjang pendidikan mana yang harus menjadi cita-cita mereka sebelum memasuki bidang pekerjaan. Sama dengan pengembangan aspirasi pekerjaan, aspirasi pendidikan juga membutuhkan dorongan, informasi, arahan, dan bimbingan dari guru-guru, pasar konselor dan orang tua mereka.

Kegiatan
Banyak kegiatan anak-anak dan remaja yang penting bagi pelaksanaan program bimbingan dan konseling, baik sebagai sumber data maupun sebagai media penyaluran dan pengembangan potensi dan bakat mereka.

Kegiatan ekstra kurikuler
Perkembangan peserta didik bukan saja dapat dilihat dari kegiatan dan prestasi dalam bidang akademis, tetapi juga dari kegiatan dan prestasi non akademis, baik disekolah maupun luar sekolah. Kegiatan non akademis di sekolah dikelompokan sebagai kegiatan ekstra kurikuler. Sesungguhnya kegiatan ekstra kurikuler mempunyai fungsi dan peranan yang sama pentingnya dengan intra kurikuler. Banyak orang yang sukses dan terkenal dalam bidang-bidang keorganisasian, olahraga, dan kesenian yang pada awalnya ditekuni sebagai kegiatan ekstra kurikuler. Dewasa ini kegiatan ekstra kurikuler kurang diminati para siswa, dan kurang memberikan dukungan bagi pengembangan kemampuan, karena programnya yang kurang efektif disertai fasilitas dan pembinaan yang sangat terbatas.

Pengembangan bakat dan minat
Kegiatan non akademis merupakan bidang kegiatan yang cukup luas, yang dapat dikembangkan melalui kegiatan ekstra kurikuler di sekolah maupun luar sekolah. Kegiatan ini mencakup bidang-bidang keagamaan, sosial, budaya, ekonomi, teknologi, bahasa, komunikasi, pertanian, peternakan, perikanan, dan lain-lain. Anak-anak dan remaja dapat memilih salah satu bidang yang sesuai dengan minat dan bakat mereka, dan dimanfaatkan sebagai kegiatan pengisian waktu senggang dan pengembangan hobi. Waktu senggang sebaiknya diisi dengan pengembangan hobi yang bermanfaat bagi masa depan mereka, dalam lanjutan studi maupun setelah bekerja. Masa anak dan remaja merupakan masa belajar, belajar mengembangkan semua potensi dan kecakapan yang dimilikinya. Anak-anak yang memiliki banyak kecakapan akan lebih mudah menghadapi masa depan.

Kegiatan sosial
Kegiatan non akademis juga dapat berbentuk pengembangan  kemampuan di bidang sosial. Kegiatan ekstra kurikuler atau pengembangan minat dan hobi juga dapat dilakukan dalam kegiatan-kegiatan sosial. Anak-anak dan remaja dapat berpartisipasi dan sekaligus belajar dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, membantu kegiatan: menyantuni anak-anak yatim piatu dan kaum duafa, meringankan beban masyarakat yang mendapatkan musibah bencana alam, kelaparan, sakit, dan lain-lain. Mereka dapat bergabung dalam berbagai organisasi kemasyarakatan seperti PMI, karang taruna, dan lain-lain, disamping organisasi-organisasi yang ada di sekolah seperti Osis, Pramuka, Palang Merah Remaja, dan lain-lain.

Keluarbiasaan dan kelainan-kelainan 
Unsur lain yang juga perlu dipahami dalam pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling adalah keluarbiasaan dan kelainan-kelainan yang dimiliki siswa. Ada peserta didik-peserta didik tertentu yang memiliki keluarbiasaan, tetapi juga ada yang memperlihatkan kelainan. Keluarbiasaan peserta didik biasanya dapat dilihat dari kemampuan dan prestasi yang sangat menonjol dari siswa, baik dalam bidang akademis: ilmu dan teknologi; maupun bidang non akademis: keagamaan, kesenian, olahraga, permainan, keterampilan, dan lain-lain.
Selain keluarbiasaan yang perlu diketahui juga dari para peserta didik adalah kelainan-kelainan yang dideritanya, baik kelainan fisik ataupun kelainan sosial-psikologis. Kelainan-kelainan atau kekurangan yang diderita peserta didik perlu mendapatkan perhatian yang cukup besar baik dari para konselor maupun guru-guru. Kelainan dan kekurangan yang serius dapat mengganggu bahkan menghambat perkembangan para siswa. Kelainan atau kekurangan aspek fisik dan mental (intelektual) membutuhkan pemberian pelayanan khusus dari guru-guru dan konselor, bila tidak dapat menjadi faktor penghambat bahkan dapat menjadi penyebab kegagalan perkembangan mereka. Kelainan sosial dapat menghambat bahkan menimbulkan kesulitan dalam hubungan dan partisipasi sosial. Kelainan dan kekurangan fisik, mental, sosial yang masih dalam batas-batas normal dapat menjadi konselor, tetapi kelainan dan kekurangan yang serius perlu penanganan dari yang lebih ahli.



Latar belakang
Penguasaan suatu kemampuan, karakteristik pribadi, keberhasilan dan kegagalan atau masalah yang dihadapi seringkali ada yang melatarbelakanginya. Latar belakang ini ada yang bersumber dari dalam diri (siswa) atau faktor internal, dan luar diri atau faktor-faktor eksternal. Faktor dalam diri berpangkal dari bawaan kelahiran, yang kemudian mendapat pengaruh dari lingkungan. Karakteristik kemampuan bawaan yang sudah dipengaruhi lingkungan dan relatif menetap pada seorang individu atau seorang peserta didik membentuk kondisi internal dari individu atau peserta didik tersebut. Kondisi internal yang sehat, utuh dan terpadu menjadi modal yang sangat kuat bagi perkembangan yang cepat dan berkualitas. Sebaliknya kondisi internal yang kurang sehat, kurang seimbang dan rapuh dapat memperhambat, bahkan menghambat perkembangan selanjutnya.
Disamping kondisi atau faktor internal, faktor lainnya yang berpengaruh terhadap perkembangan individu atau peserta didik adalah faktor-faktor eksternal. Faktor ini banyak sekali, yang secara garis besar dapat dikelompokkan ke dalam faktor-faktor: keluarga, kelompok sebaya, sekolah sebelumnya, masyarakat sekitar, dan masyarakat luar.

Latar belakang keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak-anak dan remaja. Mereka lahir mendapatkan pemeliharaan, asuhan, didikan, bimbingan, pengajaran dan latihan pertama kali dari keluarga. Meskipun anak-anak dan remaja sudah memasuki lingkungan yang lebih luas, di sekolah dan masyarakat, tetapi pengaruh keluarga tetap besar.
Ada beberapa faktor dalam keluarga yang perlu mendapat perhatian dari konselor karena banyak berperan terhadap perkembangan para siswa.
Kondisi sosial-ekonomi keluarga. Kondisi sosial-ekonomi keluarga berhubungan erat dengan pendapatan keluarga. Keluarga yang pendapatannya mencukupi kebutuhan dasar keluarga, yaitu kebutuhan sandang, pangan, dan papan dikategorikan sebagai keluarga cukup atau relatif sejahtera. Kalau salah satu atau lebih dari faktor tersebut tidak terpenuhi dapat dikelompokkan sebagai keluarga kurang mampu atau pra sejahtera. Sedang kalau selain sandang, pangan, dan papan keluarga tersebut juga dapat memenuhi kebutuhan kesehatan, pendidikan dan rekreasi dengan baik, dapat dipandang sebagai keluarga lebih dari cukup atau keluarga sejahtera.
Kondisi ekonomi keluarga akan berhubungan atau mempengaruhi kondisi sosial. Kondisi ekonomi keluarga yang termasuk cukup atau lebih dari cukup, akan mampu membina hubungan antar keluarga yang akrab. Kesamaan kondisi ekonomi seringkali mendasari keakraban hubungan sosial sebab beberapa aktivitas sosial membutuhkan dukungan finansial. Kondisi sosial-ekonomi seringkali mempengaruhi status soial keluarga, atau pandangan masyarakat tentang posisi peran suatu keluarga diantara keluarga-keluarga yang lainnya.
Status sosial keluarga. Status sosial keluarga sesungguhnya tidak secara otomatis ditentukan oleh kondisi sosial-ekonomi, tetapi lebih ditentukan oleh peranannya dalam membina dan memajukan masyarakat. Suatu keluarga (ayah dan ibu) yang banyak berperan dalam membina kerukunan, keakraban, kesejahteraan dan kemajuan masyarakat akan mempunyai status sosial yang relatif tinggi dibandingkan dengan keluarga yang hanya ikut berpartisipasi. Status sosial keluarga juga seringkali ditentukan oleh latar belakang pendidikan dan punya jabatan ayah atau ibu, bila latar belakang pendidikan dan punya jabatan yang tinggi maka status sosialnya juga tinggi.yang. Hal ini pun sebenarnya sama dengan kondisi sosial-ekonomi, tetapi karena orang yang berlatar pendidikan tinggi biasanya punya jabatan yang relatif tinggi, memiliki kondisi sosial-ekonomi yang relatif baik, dan banyak berperan dalam memajukan masyarakat, sehingga ada generalisasi, setiap yang berpendidikan tinggi, punya jabatan, dan status ekonominya baik maka status sosialnya tinggi.
Hubungan sosial-psikologis. Walaupun kondisi sosial-ekonomi dan status sosial keluarga penting bagi perkembangan anak-anak dan remaja, tetapi, tetapi yang lebih penting adalah kondisi sosial-psikologis keluarga. Hubungan sosial-psikologis didasari oleh adanya ikatan emosional (saling sayang-menyayangi) antar anggota keluarga, sehingga terjalin interaksi yang akrab antar mereka, terutama antara ayah dengan ibu, ayah dan ibu dengan anak-anak, dan antara anak dengan anak. Adanya jalinan kasih sayang antara anggota keluarga terutama antara orang tua dengan anak-anak menjadi dasar bagi kestabilan emosi, ketenangan dan ketentraman mental dapat membangkitkan motivasi, kesungguhan, dan keseriusan dalam belajar, yang kesemuanya mempengaruhi kelancaran perkembangan dan keberhasilan belajar.
Orang tua menjadi pendidik pertama dan utama. Pada masa anak-anak masih kecil orang tua adalah idola dari anak-anaknya. Orang tua mendidik anak-anak melalui contoh-teladan. Setelah anak-anak menginjak remaja mereka menjadi teman tempat mencurahkan perasaan, mendiskusikan masalah dan hal-hal yang mereka temui di luar rumah. Orang tua juga sumber pemberi pertimbangan tentang hal-hal yang akan dilakukan, dan pendorong untuk mencapai masa depan.

Agama dan moral
Hal lain yang sangat penting dan besar pengaruhnya terhadap perkembangan anak-anak dan remaja adalah aspek agama dan moral. Agama memberikan pedoman tentang bagaimana seharusnya manusia hidup sebagai pribadi, sebagai makhluk, dalam keluarga, masyarakat, bagaimana mendidik dan mengajar anak. Pedoman dan nilai-nilai dalam agama bersumber dari Allah SWT, pedoman dan nilai-nilai tersebut bersifat mutlak.
Selain itu ada nilai-nilai yang berasal dan berkembang dari masyarakat. Niali-nilai ini pun menentukan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik mana yang tidak baik berdasarkan persetujuan tertulis atau tidak tertulis di masyarakat. Nilai-nilai moral bersifat relatif, tiap kelompok dan lingkungan masyarakat mempunyai nilai sendiri, nilai-nilai tersebut berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat. Nilai moral pun menjadi acuan dalam berperilaku, menjalin hubungan dan kerjasama antar orang, dalam kehidupan keluarga, bermasyarakat, bekerja, belajar, dan lain-lain.
Nilai-nilai mana yang menjadi pasangan utama seseorang, suatu keluarga atau kelompok masyarakat, serta seberapa kuat mereka berpegang terhadap nilai-nilai tersebut, sangat berpengaruh terhadap kehidupannya sebagai individu, sebagai warga masyarakat, maupun sebagai pegawai/karyawan atau pimpinan/pejabat. Kekuatan pegangan nilai pada masa anak-anak dan remaja besar sekali pengaruhnya terhadap perkembangan selanjutnya. Kekuatan pegangan nilai-nilai ini, sangat dipengaruhi oleh keteladanan, pendidikan, bimbingan, latihan yang diberikan dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.

Kelompok sebaya
Faktor lain yang juga besar pengaruhnya terhadap perkembangan anak-anak dan remaja adalah kelompok teman sebaya atau “peer group”. Anak-anak pada usia sekolah dasar, lebih-lebih pada usia sekolah menengah pertama dan atas memiliki dorongan berkelompok yang sangat besar. Mereka mulai melepaskan diri dari ikatannya dengan keluarga, menuju pada pembentukan ikatan kemasyarakatan. Kelompok sebaya merupakan perantara antara keduanya. Karena anak-anak pada masing-masing kelompok usia sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas secara umum berada pada tahap perkembangan yang sama, mereka memiliki karakteristik, kondisi sosial-emosional dan kebutuhan yang relatif sama. Kesamaan kondisi dan kebutuhan tersebut mendorong mereka untuk mengikat diri dalam kelompok-kelompok sebaya.

Lingkungan Masyarakat
Anak-anak dan remaja hidup dan berkembang dalam lingkungan masyarakat tertentu. Mereka tidak hanya hidup dan bergaul antar sesama anggota keluarga, tetapi juga antara anggota keluarga dengan anggota masyarakat. Mereka berinteraksi dan berkomunikasi dalam berbagai situasi dan tempat, situasi kerja, belajar, keagamaan, politik, perdagangan, budaya, olahraga, rekreasi, dan lain-lain. Situasi-situasi tersebut berpengaruh terhadap perkembangan anak-anak dan remaja. Situasi yang mengandung hal-hal yang positif akan memberi pengaruh positif, tetapi situasi yang mengandung hal-hal negatif akan memberikan pengaruh negatif pula.
Dewasa ini lingkungan masyarakat, tidak terbatas pada lingkungan alam dan sosial, tetapi juga lingkungan teknologi. Lingkungan teknologi merupakan lingkungan yang istimewa, karena kemampuannya yang luar biasa, jangkauannya yang tanpa batas, jenis dan cakupannya yang beraneka. Lingkungan ini pun besar sekali pengaruhnya terhadap perkembangan anak-anak dan remaja, memberikan pengaruh positif maupun negatif.
Pengumpulan data dari sumber pertama dapat dilakukan melalui teknik pengamatan atau observasi, teknik komunikasi baik langsung atau tidak langsung serta melalui teknik pengukuran. Makin tinggi tingkat usia peserta didik makin dapat dipercaya penggunaan pendekatan ini, tetapi makin muda usia peserta didik kita harus lebih berhati-hati menggunakan pendekatan ini. Untuk peserta didik sekolah dasar tingkat rendah lebih baik menggunakan pendekatan pengumpulan data dari sumber kedua, dan untuk tingkat kelas yang lebih tinggi lebih baik digunakan sumber pertama dan sumber kedu. Pengumpulan data dari sumber kedua, dapat diperoleh dari orang tua peserta didik serta anggota keluarga dekat daripada siswa, guru-guru yang pernah mengajar dan bergaul lama dengan siswa, serta petugas sekolah yang lain yang mengenal dengan baik pribadi serta tingkah laku siswa, dokter pribadi atau perawat yang lama merawat peserta didik serta orang-orang lain (mungkin temannya) yang telah lama bergaul dan mengenal peserta didik dengan baik.


D.      Teknik Pengempulan Data
Banyak cara atau teknik pengumpulan data yang dapat digunakan dalam program bimbingan dan konseling. Secara garis besar teknik-teknik tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu teknik pengumpulan data yang bersifat mengukur dan menghimpun atau tidak mengukur.
Pengumpulan data yang bersifat mengukur atau pengukuran (measurement) kadang-kadang disebut juga pengumpulan data testing, menggunakan instrumen standar atau yang sudah distandarisasikan. Karena instrumen yang digunakan bersifat mengukur, maka hasil pengumpulan data atau hasil pengukurannya berupa skor atau angka-angka hasil ukur. Skor atau angka yang diperoleh menunjukkan tingkat kemampuan, atau kekuatan dari aspek yang diukur dengan berpegang pada standar tertentu. Skor IQ 100 umpamanya menunjukkan tingkat kecerdasan seorang peserta didik termasuk kategori normal atau rata-rata, skor 130 menunjukkan sangat cerdas. Persentil 90 dalam bakat menunjukkan dia berada di atas 90% dari suatu populasi, dan lain-lain.
Pengukuran menggunakan istrumen pengumpul data berbentuk tes atau bentuk lain yang sudah dibakukan. Pembakuan instrumen pengukuran, mencakup pengembangan instrumen yang memiliki objektivitas dan validitas isi, konstruk dan bentuk validitas, dan reliabilitas instrumen, serta tingkat kesukaran dan daya pembeda dari butir-butir soal.
Pengumpulan data yang bersifat menghimpun, umumnya tidak menggunakan instrumen yang bersifat mengukur, tetapi menghimpun atau mendiskripsikan, instrumen yang digunakan mungkin juga standar, karena sudah distandardisasikan, tetapi cara penstandardisasiannya berbeda dengan instrumen pengukuran.
Instrumen tersebut, tidak menghasilkan data hasil ukur, skor atau angka-angka dengan kualifikasi standar tertentu, tetapi berupa diskripsi atau gambaran tentang sifat-sifat, karakteristik, tingkah laku, peristiwa yang dialami siswa. Dalam pengumpulan data ini juga dapat diperoleh skor atau angka kualifikasi kemampuan, tetapi didapat melalui studi dokumenter, tidak diukur langsung.
Dalam pengumpulan data bukan pengukuran, mungkin juga diperoleh angka-angka, tetapi angka-angka tersebut bukan skor, interval atau rasio, tetapi berupa urutan atau rangking, frekuensi jumlah, atau presentase. Untuk tujuan tertentu suatu deskripsi dapat saja disederhanakan dengan menggunakan angka. Dalam inventori untuk menyederhanakan suatu deskripsi mungkin menggunakan angka sebagai urutan atau rangking. Data demikian biasa disebut data ordinal, sedang skor menunjukkan data interval atau rasio. Instrumen berbentuk skala yang belum dibakukan dapat dikelompokkan sebagai bukan pengukuran, karena instrumen tersebut belum teruji, belum ada analisis butir soal. Data yang diperoleh dari pengumpulan data dengan instrumen tersebut dapat dikelompokkan sebagai data ordinal, sedang yang sudah dibakukan dapat termasuk sebagai instrumen pengukuran dan datanya bersifat interval.
Pengumpulan data bukan tes ada beberapa macam, yaitu observasi, wawancara, angket atau inventori, studi dokumenter, studi kasus dan konferensi kasus. Observasi, wawancara dan angket atau inventori ada yang bersifat mengukur, dan ada yang hanya menghimpun atau mendiskripsikan. Observasi, wawancara, angket yang bersifat mengukur biasanya menggunakan tes objektif atau skala, sedang yang tidak mengukur menggunakan pertanyaan terbuka atau tertutup, isian, melengkapi, atau deskripsi. Berdasarkan aspek pengumpulan data bukan tes mengumpulkan semua aspek kepribadian individu, semua aktivitas, rencana, pemikiran, persepsi dan harapan dengan segala latar belakang dan keterkaitannya dengan lingkungannya.

BAB IV
PENUTUP

A.    Simpulan
Dari penjelasan atau uraian diatas dapat kami simpulkan bahwa dasar-dasar pemahaman peserta didik di pengaruhi faktor pemahaman individu, prinsip-prinsip pengumpulan dan penyimpanan data, dan macam-macam data . semuanya saling berhubungan sebagai dasar pemahaman peserta didik.

B.     Saran
Untuk itu kita sebagai calon guru dan para guru, untuk dapat lebih memahami karakter para peserta didiknya lebih jauh, misalnya dengan melakukan komunikasi terhadap peserta didik serta melihat lingkungan sosial maupun keluarga yang dimana peserta didik itu tinggal.










DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. H. Prayitno, M.Sc. Ed. dan Drs. Erman Amti.2009. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.
Drs. Dewa Ktut Sukardi, MBA, MM. dan Desak P.E. Nila Kusmawati.2008. Proses Bimbingan Dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Prof. Dr. Sunaryo Kartadinata, M.Pd.2007. bimbingan dan konseling dalam praktek mengembangkan profesi dan kepribadian siswa. Bandung : Maestro

Tidak ada komentar:

Posting Komentar