Translate

Rabu, 29 Januari 2014

Sekilas Sejarah Mbah Windusari



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Mbah windusari (syekh anawawi asyodik) yang membuka dusun windusari di desa erorejo kecamatan wadaslintang kabupaten wonosobo, mbah windusari berasal dari jepara anak ke tiga sunan muria. Dulu mbah windusari tinggal di puncak gunung windusari, yang sekarang menjadi makam mbah windusari tersebut, dan makam tersebut masih dirawat oleh masyarakat sekitar, dan sampai sekarang ini sudah berganti tujuh juru kunci. Dalam ceritanya ini terkandung unsur-unsur atau motif yang membangun cerita, yaitu; tema, latar, tokoh dan penokohan, alur, sudut pandang dan amanat.

B.     Tujuan Makalah
1.      Agar cerita atau sejarah tetap diketahui oleh generasi penerus.
2.      Agar masyarakat atau desa sekitar mengetahui sejarah tersebut.










BAB II
RUMUSAN MASALAH

1.      Bagaimana sejarah mbah windusari (syekh anawawi asyodik) dan unsur-unsur (motif) yang terkandung dalam cerita ?


















BAB III
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Mbah Windusari
Mbah Windusari (syekh anawawi asyodik) adalah seorang syekh asli dari jepara anak ke tiga dari syekh umar sa’id (sunan muria) dan mempunyai dua orang kakak, yaitu pabelan dan ki ageng jalaludin. Dahulu mbah windu sari ini bernama tunggul namun berganti nama menjadi syekh Anawawi Asyodik karena pernah mondok atau berguru agama pada sunan kudus (sayyid ja’far syodik) dan oleh sayyid ja’far syodik nama tunggul diganti menjadi syekh anawawi asyodik.
Dahulu tunggul (syekh anawawi asyodik) ini menyukai gadis cantik yaitu putri gemenggeng yang sekarang menjadi desa kali gowong (sebelah barat gunung windusari). Dia datang ke gemenggeng dan berniat penuh optimis untuk mempersunting putri tersebut, namun putri gemenggeng ini tidak bersedia menikah dengan ki tunggul, mengetahui cintanya ditolak kemudian ki tunggul ini pergi ke sebuah gunung dan membuka dusun yang kemudian di namai dusun windusari, dari itu lah syekh anawawi asyodik disebut oleh warga sekitar dengan sebutan mbah windusari, karena masih merasa sakit hati akibat cintanya ditolak dia bersumpah di puncak gunung windusari “Bahwa orang windusari tidak akan pernah berjodoh dengan orang gemenggeng atau kaligowong” akhirnya mbah windusari sampai meninggal tidak menikah, dan sumpahnya tersebut terbukti sampai sekarang warga windusari tidak ada yang menikah dengan orang kaligowong, setelah dibukanya dusun tersebut syekh anawawi asyodik berniat membuka sebuah pondok pesantren, namun tidak jadi.
Pada saat tinggal didusun windusari, mbah windusari mempunyai suatu hobi yaitu bermain kitiran (baling-baling), dan membuatnya dari kayu walang dengan ukuran yang sangat besar setelah jadi, mbah mengangkat kitiran tersebut ke puncak gunung untuk dimainkan, pada saat kitiran berputar suaranya terdengar sangat jelas seperti suara pesawat terbang, namun sampai sekarang bekas kitiran tersebut belum bisa diketemukan, dan pada saat mbah mengangkat kitiran tersebut ke pucak gunung, sabit (kudhi) nya terlempar ke gunung merayang yang dipercaya gunung tersebut adalah patahan dari gunung windusari, kemudian iket dikepala simbah pun ikut terlempar ke wonosobo yang sekarang ini menjadi alun-alun kota wonosobo dan ditempat terjatuhnya iket simbah ini oleh masyarakat sekitar dibuat makam namun anehnya jika ada orang berziarah atau nyekar di makam tersebut bila turun hujan orang tersebut tidak kehujanan masih tetap dalam keadaan kering, padahal makam tersebut tidak diberi rumah atau atap, itu menandakan bahwa iket simbah yang selalu melindungi simbah dari panas maupun hujan.
Setelah iket dan sabit (kudhi) terlempar simbah merasa tidak punya apa-apa kemudian  turun dari puncak menyuruh anak cucunya untuk meluaskan desa, kemudian mbah ambles bumi di puncak gunung windusari tersebut oleh masyarakat sekitar kepergian mbah bukan karena meninggal dunia tetapi mngamblaskan diri kedalam bumi dan menandai makamnya dengan dua batu berbentuk segitiga yang ditancapkan di tanah, dan di depan makamnya tersebut ada pohon pandan bercabang tiga yang konon dipercaya pohon tersebut dulu keluar air yang digunakan untuk wudlu oleh mbah windusari dan pohon tersebut tidak bisa dipotong sembarangan.
Menurut mbah suyoto ( mbah sembung ) juru kunci makam mbah windusari (syekh anawawi asyodik) bahwa alam sekitar makam adalah rumah simbah yang sangat megah dan terdapat sebuah sumur dengan timba dan gayung emas yang dipercaya sebagai sumur untuk mandi mbah windu pada masa hidupnya, sumur tersebut bernama sumur sinangka dan sumur tersebut oleh mbah windu digunakan sebagai irigasi sawah melalui talang emas, pada waktu itu sawah yang diairi oleh simbah yaitu sawah yang berada di desa sumbersari dan desa kaligowong, dan dipercayai bila ada orang yang bisa mandi disumur mbah windusari orang tersebut akan kebal dari benda-benda tajam, selain itu disebelah utara makam juga terdapat rumput-rumput yang sangat hijau dan tinggi yang dipercaya sebagai pakan sapi-sapi simbah windusari karena dulu mbah windusari mempunyai sapi yang sangat besar dalam jumlah yang sangat banyak, berwarna hitam dan putih. Si juru kunci tersebut mengetahui semua itu, diberi tahu oleh mbah windusari melalui mimpi atau seolah-olah mendatangi ke rumah juru kunci, dan bila dlihat secara kasat mata sekitar makam hanya kebun pinus biasa.
Di gunung windusari ini terdapat gambar sapi berwarna putih diatas batu hitam yang disebut dengan sapi gemarang dan setiap malam jum’at kliwon dan selasa kliwon sapi tersebut akan berbunyi dan jika ada sapi warga yang menjawab bunyi sapi gemarang, sapi tersebut akan gila. Tapi sekarang gambar sapi gemarang itu sudah tidak bunyi lagi karena terkena petir, tapi dipercayai bahwa sapi itu masih hidup hanya kaget terkena petir, ini menjadi bukti bahwa dulu mbah windusari memang memelihara sapi dan konon sebelah utara makam itu adalah rumput-rumput yang hijau tinggi yang mungkin sebagai pakan sapi-sapinya. Selain itu bukti lainnya adalah sumur suci atau sumur keramat diatas batu yang berada sekitar 700 m dari makam mbah windusari yang dipercayai bocoran dari sumur sinangka milik mbah windusari, sumur keramat tersebut airnya dianggap suci, sangat jernih dan dapat langsung diminum.
Sampai sekarang makam mbah windusari ( syekh anawawi asyodik) banyak didatangi oleh peziarah untuk mendo’akannya, namun anehnya jika pada malam hari datang kesana untuk mendo’akan dengan baca surat yasin meskipun tidak ada penerangan semua akan terasa terang dan bisa membaca surat yasin tersebut, terkadang mbah windusari ini juga menampakkan dirinya pada peziarah yang datang. Namun ada juga yang datang ke makam untuk melakukan ritual-ritual secara kejawen, itu pun kalo permintaannya di kabulkan akan didatangi sosok ghaib biasanya berwujud binatang buas.




B.     Analisis Cerita Sejarah Mbah Windusari
a.       Tema
Tema dalam cerita sejarah mbah windusari, yaitu cinta bertepuk sebelah tangan.
“Dia datang ke gemenggeng dan berniat penuh optimis untuk mempersunting putri tersebut, namun putri gemenggeng ini tidak bersedia menikah dengan ki tunggul...”
b.      Alur
Alur dalam cerita sejarah mbah windusari, yaitu flashback.
“...dahulu mbah windu sari ini bernama tunggul namun berganti nama menjadi syekh Anawawi Asyodik karena pernah mondok atau berguru pada sunan kudus (sayyid ja’far syodik) dan oleh sayyid ja’far syodik nama tunggul diganti menjadi syekh anawawi asyodik.”
c.       Tokoh dan Penokohan
Ø  Mbah windusari (syekh anawawi asyodik), baik mempunyai jiwa sosial
“....sumur tersebut bernama sumur sinangka dan sumur tersebut oleh mbah windu digunakan sebagai irigasi sawah melalui talang emas, pada waktu itu sawah yang diairi oleh simbah yaitu sawah yang berada di desa sumbersari dan desa kaligowong...”
Ø  Syekh sayyid ja’far syodik (sunan kudus)
Ø  Mbah Bupati (dari loano purworejo)
Ø  Ki ageng jalaludin (anak ke-1 sunan muria)
Ø  Pabelan (anak ke-2 sunan muria)
d.      Latar
Ø  Latar tempat
Puncak gunung windusari
“...karena masih merasa sakit hati akibat cintanya ditolak dia bersumpah di puncak gunung windusari “Bahwa orang windusari tidak akan pernah berjodoh dengan orang gemenggeng atau kaligowong”....”
Dusun Gemenggeng
“Dia datang ke gemenggeng dan berniat penuh optimis untuk mempersunting putri tersebut, namun putri gemenggeng ini tidak bersedia menikah dengan ki tunggul...”
e.       Sudut Pandang
Dalam cerita sejarah mbah windusari ini menggunakan sudut pandang, yaitu persona ketiga.
“Mbah Windusari (syekh anawawi asyodik) adalah seorang syekh asli dari jepara anak ke tiga dari syekh umar sa’id (sunan muria) dan mempunyai dua orang kakak, yaitu pabelan dan ki ageng jalaludin.”
f.       Amanat
Jadilah orang yang peduli dengan sesama dan jangan jadi orang pendendam.
 “...karena masih merasa sakit hati akibat cintanya ditolak dia bersumpah di puncak gunung windusari “Bahwa orang windusari tidak akan pernah berjodoh dengan orang gemenggeng atau kaligowong”...”

C.    Nilai dan Fungsi Yang Terkandung
Nilai yang terkandung dalam folklor tersebut adalah nilai sosial karena folklor itu sebagai alat untuk menyatukan orang-orang dari berbagai kalangan yang datang untuk ikut menghormati atau mendo’akan misalnya pada saat khaulnya mbah windusari, dan dalam folklor tersebut juga mengajarkan tentang ajaran sosial misalnya saat sumur sinangka digunakan  oleh mbah windusari untuk mengairi sawah-sawah di desa sekitarnya. Folklor ini juga mengandung nilai religi karena banyak orang datang untuk mendo’akan dan setiap khaulnya diadakan pengajian dan do’a-do’a bersama.
Fungsinya yaitu sebagai alat pemersatu antara kebudayaan atau tradisi orang jawa yang biasanya datang ke makam untuk napak tilas atau mundhi meminta sesuatu hal bagi dirinya dengan orang islam yang datang untuk berziarah mendo’akan mbah windusari (syekh anawawi asyodik).
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Mbah windusari ini aslinya adalah seorang syekh atau keturunan wali dari jepara, yaitu anak ke tiga dari syekh umar sa’id (sunan muria) membuka dusun di pegunungan dan diberi nama dusun windusari yang berada di desa erorejo kecamatan wadaslintang kabupaten wonosobo, sehingga masyarakat sekitar menyebutnya mbah windusari dan sekarang menjadikan makamnya tersebut sebagai punden.


















Narasumber
Mbah suyoto (mbah sembung) juru kunci makam mbah windusari (syekh nawawi asyidik) yang ke tujuh.
Bapak Slamet sahono warga sekitar dan juga sebagai pengurus wisata makam syekh anawawi asyodik.
Bapak H. Nurhamid selaku sekertaris desa erorejo.
Bapak Munsorif hafifi selaku pengurus wisata makam syekh anawawi asyodik.
Bapak Ahmad saefudin dan Bapak Muh yasirun warga sekitar.



  

1 komentar:

  1. 𝘔𝘦𝘯𝘶𝘳𝘶𝘵 𝘴𝘶𝘮𝘣𝘦𝘳 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘢𝘮𝘪 𝘣𝘢𝘤𝘢 𝘴𝘶𝘯𝘢𝘯 𝘮𝘶𝘳𝘪𝘢 𝘢𝘵𝘢𝘶 𝘴𝘢𝘺𝘪𝘥 𝘶𝘮𝘢𝘳 𝘴𝘢'𝘪𝘥 𝘮𝘦𝘮𝘱𝘶𝘯𝘺𝘢𝘪 𝘦𝘮𝘱𝘢𝘵 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘶𝘵𝘳𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘱𝘶𝘵𝘳𝘪 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘥𝘶𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘪𝘴𝘵𝘳𝘪, 𝘯𝘢𝘮𝘶𝘯 𝘵𝘢𝘬 𝘢𝘥𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘳𝘯𝘢𝘮𝘢 𝘳𝘢𝘥𝘦𝘯 𝘵𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶𝘭. 𝘉𝘪𝘴𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘢𝘯𝘥𝘢 𝘴𝘦𝘣𝘶𝘵𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘳𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘢𝘯𝘥𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘢𝘱𝘢𝘵𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘶𝘮𝘣𝘦𝘳 𝘤𝘦𝘳𝘪𝘵𝘢 𝘢𝘯𝘥𝘢?

    BalasHapus